OmiAi - Chapter 139 Bahasa Indonesia


 Bab 139 – Sebelum Skinship


“Itu sedikit melelahkan ya.”

“Yah, seperti menggunakan ototku dengan cara yang aneh.”

Hari itu, setelah tes kebugaran jasmani, Yuzuru berduaan dengan Arisa, sedang bersantai di rumah Yuzuru.

Apartemen Yuzuru kebetulan searah dengan rute pulang Arisa dari tempat tes itu.

Tempat yang bagus untuk mampir dalam perjalanan pulang.

“Aku mengerti. Aku tidak terlalu sering berolahraga … jadinya ini terasa sangat melelahkan.”

Sembari berkata begitu, Arisa membalikan bahunya sedikit untuk memperlihatkannya.

Setelah itu dia memutar kepalanya sedikit…

Kemudian dia sedikit menepuk bahunya sendiri.

“…”

“…”

“… Apa kamu ingin aku memijatnya?”

Setelah hening sejenak, Yuzuru mau tak mau bertanya, dan Arisa menunjukan sedikit ekspresi tidak senang.

“Um, tidak … ya.”

Dan dengan ekspresi tak tahu harus berkata apa, Arisa mengangguk dengan jujur.

Telinganya sedikit memerah.

“Kalau kamu dengan jujur mengatakannya, jika hanya sekedar memijat bahumu, aku akan melakukannya, tahu.”

Kata Yuzuru, berjalan di belakang Arisa dan dengan ringan menepuk bahunya.

Arisa kemudian meninggikan suaranya seolah itu terasa nikmat.

“Ah … bagus, Yuzuru-san. Bahkan kamu bisa mencari makan dengan menjadi tukang pijat, tahu?”

“Mari pikirkan itu jika keluargaku bangkrut.”

Sembari bercanda ringan, Yuzuru menekan bahu Arisa sedikit lebih keras.

Mungkin karena itu terasa enak, dari mulut Arisa keluar suara yang sedikit menggoda.

“Seperti yang kuduga, bahumu mudah kaku, ‘kan?”

“Benar, yah … setelah olahraga, belajar, entah kenapa, aku merasa bahuku sedikit kaku …”

Memang, bahu Arisa sedikit kaku.

Tentu saja, tidak sampai pada titik di mana bahunya benar-benar kaku…

“Jika memang sering kaku, bagaimana kalau membeli mesin pijat?”

“Mesin pijat?”

Menanggapi kata-kata santai Yuzuru, Arisa memiringkan kepalanya dalam kebingungan.

Yuzuru buru-buru menjelaskannya.

“Ah, tidak, tentu saja bukan yang untuk aneh-aneh, tapi yang asli…”

“…? Memangnya ada mesin pijat yang untuk aneh-aneh?”

Sebuah pertanyaan murni nan polos ditanyakan oleh Arisa.

Yuzuru memandang sekitarnya dengan panik, dia menggali kuburannya sendiri.

“Ti-Tidak, mana mungkin ada yang seperti itu. Mesin pijat … maksudku kursi pijat, itu yang kumaksud.”

“Itu mesin yang seperti di kolam renang yang kita kunjungi saat liburan, ‘kan? Bukankah itu mahal?”

“Di rumahku ada beberapa kursi pijat lama.”

“Hee…”

Itu adalah mesin yang digunakan kakek dan ayah Yuzuru.

Meski begitu, mereka tidak sering menggunakannya.

Mereka selalu beli yang baru setiap kali ada model baru yang keluar, jadi ada beberapa mesin lama yang menjadi pajangan.

“Jika bisa digunakan, aku ingin menggunakanya … ah, tapi, jika begitu mungkin aku akan berakhir berkunjung ke rumah Yuzuru-san setiap hari.”

“Aku dengan senang hati menyambutmu. Aku tidak keberatan kalau kamu mau berkunjung.”

(Datanglah Arisa)

Untuk beberapa alasan, kata-kata semacam itu muncul di benak Yuzuru.

“…Fufufu, terima kasih untuk itu, aku akan memikirkannya nanti.”

Arisa terkikik.

Kenyataannya, Yuzuru memiliki pekerjaan paruh waktu, jadi dia belum tentu bisa menyambut Arisa setiap hari.

Dengan kata lain, itu hanya basa-basi, salah satu leluconnya.

Dan Arisa juga menganggapnya seperti itu.

“Tapi … aku penasaran, kenapa bisa sekaku ini?”

“Kalau itu … bukankah karena besar?”

“… Apanya?”

“Eh, itu…”

Arisa berbalik da menatap Yuzuru.

Mata hijau gioknya menembus mata Yuzuru.

Yuzuru menggaruk pipinya, dan menjawab seperti sedang merenung.

“… Dadamu?”

Kemudian Arisa menghela nafas.

“Yah, aku juga, berpikir begitu.”

Kata Arisa, sembari mengalihkan pandangannya ke arah dadanya.

Mungkin karena seragam olahraganya, ketidakrataan itu terlihat lebih jelas daripada biasanya.

“… Apa mungkin, itu terasa tidak nyaman?”

“Um, yah, benar, semakin lama semakin besar, sebelum aku menyadarinya sudah jadi sebesar ini, jadi aku tidak merasa ini tidak nyaman … Sepertinya, kupikir ini menganggu. Kurasa akan lebih nyaman jika ini tidak ada.”

“Jadi kamu pikir lebih baik jika sedikit lebih kecil?”

Ketika Yuzuru bertanya, Arisa berpikir sejenak.

“Aku juga tidak tahu. Mungkin lebih nyaman jika kecil, tapi jika punyaku kecil, aku berharap punyaku lebih besar.”

“Apa kamu puas dengan milikmu?”

“Yah … kupikir ini tidak buruk.”

Bagi Arisa, sepertinya menjadi nilai tambah secara keseluruhan.

Kemudian Arisa menggaruk pipinya dan bertanya pada Yuzuru.

“Yuzuru-san sendiri … bagaimana?”

“… Tentang payudaramu?”

“Te-tentu saja. Memangnya apa lagi …?”

Merasa malu, Arisa menurunkan pandangan matanya.

Di sisi lain, Yuzuru mengarahkan pandangannya ke dada Arisa.

Di sana, gumpalan yang mendorong kain dari dalam.

Kamisol putih tipisnya terlihat.

“Kupikir milikmu sangat luar biasa.”

“Be-benarkah…? Aku mengerti. Lagian Yuzuru-san menyukainya, ‘kan? Yang besar…”

Yuzuru tidak pernah secara eksplisit memberitahu Arisa bahwa dia menyukai payudara besar.

Namun, Arisa sudah tahu kalau Yuzuru memberikan persyaratan tunangan dengan menyebut “payudara besar”.

“Y-Yah … seperti kebanyakan orang mungkin?”

“… Punyaku, apakah kamu puas dengan ini?”

“Um … tentu saja. Sampai-sampai itu seperti hal yang mubazir bagiku.”

“U-Um, aku senang mendengarnya…”

Kulit putih Arisa telah berubah menjadi merah cerah. 

Dari ujung telinga ke tengkuknya, berwarna mawar. 

Namun, mungkin karena terlalu malu, Arisa kemudian terdiam.

Yuzuru memanggil nama Arisa beberapa kali, tapi tidak ada jawaban.

Karena Yuzuru tak punya pilihan lain, Yuzuru diam-diam memijat bahu Arisa.

“A-Ano…”

Dan setelah beberapa saat hening sejenak, Arisa membuka mulutnya.

“… Ada apa?”

“Kamu suka … payudaraku, ‘kan?”

Begitulah pertanyaannya.

“Itu … yah, benar…”

Daripada mengatakan dia menyukai payudara Arisa, akan lebih tepat untuk mengatakan bahwa dia menyukai Arisa.

Tak ada keraguan bahwa Yuzuru menyukainya.

“Ka-Kalau begitu…”

Arisa mengalihkan pandangannya sedikit, kemudian …

Bertanya dengan suara sedikit bergetar.

“Apa kamu ingin mencoba menyentuhnya?”

Tangan Yuzuru berhenti.


Translator: Exxod

Editor: Janaka


9 Comments

Previous Post Next Post


Support Us