Bab 6
Sabtu pagi, ketika aku sedang bermain ponsel di kamarku, aku mendengar ketukan samar di pintu.
“Apakah kau belum siap?” Kokoro memanggil dengan gugup dari luar.
“Masih ada lebih dari setengah jam sebelum waktunya kita pergi...” kataku sambil membuka pintu.
Kokoro sudah siap, dengan rambut, riasan, dan pakaiannya tertata dengan sempurna.
"Kau masih memakai piyama?!" dia bertanya, tidak percaya.
"Tiga puluh menit penuh akan lebih dari cukup untuk ganti baju."
“Apakah kau lupa saat kita pergi ke acara lain, atau ketika kau pergi kencan dengan Gojo?! Bersiap-siap dengan benar membutuhkan waktu hampir satu jam penuh! Apakah kau pikir tidak akan ada gadis-gadis di sana hari ini atau apa?! ”
Dia benar, tapi aku tidak punya motivasi lagi setelah semua yang terjadi.
“Kupikir akan lebih baik untuk menjaga harapanku tetap rendah, kau tahu ... Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan. Jika aku bertemu dengan seorang gadis, itu juga bagus, tapi…”
“Ugh… Dengar! Bahkan jika kau mengatakan itu, apakah kau tahu apa yang akan terjadi jika kau bertemu seorang gadis dan kau terlihat seperti ini? Dia bahkan tidak akan melihatmu! Bagaimana jika kau menemukan seorang gadis yang kau suka bahkan lebih dari Gojo?! Kau harus berusaha keras! ”
“K-Kurasa kau benar, tapi—”
“Tidak ada tapi-tapian! Ikut aku!" katanya, menyeretku ke bawah dengan menarik lenganku. "Mandilah! Dan kemudian bersiap-siaplah!"
"Tapi aku sudah mandi tadi malam."
“Bukankah aku sudah memberitahumu?! Pada acara-acara spesial, kau juga harus mandi di pagi hari!”
Masih tidak yakin, aku melakukan apa yang dia katakan. Saat aku keramas, anehnya aku mulai merasa sedikit lebih baik.
Dia benar. Akan sia-sia untuk pergi ke acara seperti itu tanpa persiapan, pikirku. Ini membantuku menemukan motivasi untuk melakukan semua hal yang malas kulakukan akhir-akhir ini: mencukur alis, mencabut bulu hidung, memotong kuku, dan sebagainya. Aku agak kecewa memperhatikan kalau rambutku sudah terlalu panjang, karena aku sudah lama tidak memotongnya.
Aku mengganti pakaian menggunakan satu-satunya pakaian modis yang kumiliki (yang, setidaknya, memudahkanku untuk memilih pakaian) dan dengan hati-hati mengeringkan rambutku hingga terlihat agak rapi.
"Apakah kita akan terlambat!"
"Jangan khawatir!" kata Kokoro. “Lebih baik sedikit terlambat tapi terlihat seratus persen sempurna! Tidak masalah, kita tidak janjian untuk bertemu siapa pun pada jam tertentu, jadi tidak apa-apa!”
“O-Oke!” Jawabku, dan mulai mengatur rambutku dengan wax.
Ketika aku akhirnya siap, aku menemukan Kokoro duduk di sofa, melakukan sesuatu di ponselnya.
“Whew… Maaf membuatmu menunggu,” kataku.
Teman serumahku benar-benar seratus persen serius—dandanannya terlihat natural, tatanan rambutnya modis, dan pakaiannya, yang belum pernah kulihat sebelumnya, adalah jenis pakaian imut yang disukai laki-laki otaku, itu mengejutkanku.
Dia melihatku dari atas ke bawah sebelum memberiku persetujuannya.
"Bagus. Ayo pergi!"
Untuk menghindari bertemu dengan pelanggan, acara tersebut diadakan di Shinjuku, bukan di Akihabara.
Staf di bawah umur juga bisa hadir, tapi tentu saja mereka tidak boleh minum alkohol. Karena kursinya tidak ditentukan sebelumnya, kami tidak tahu siapa yang akan duduk di meja di sebelah kami.
"Kau tahu tentang orang-orang yang akan kita temui hari ini?" Kata Kokoro saat kami naik kereta ke Shinjuku. “Kita mungkin tidak akan pernah melihat mereka lagi. Jadi, jika kau menemukan gadis yang kau suka, kau harus berbicara dengannya! Dan jika dia terlihat baik, tanyakan LINE-nya! Itulah yang akan kulakukan, jadi pastikan kau melakukan hal yang sama!”
“O-Oke…”
Dia terdengar lebih serius daripada biasanya tentang hal semacam ini, mungkin karena ini adalah kesempatan pertamanya setelah beberapa saat untuk menemukan pacar.
Aku harus meneladaninya... Mungkin—mungkin saja—aku akan bertemu dengan seseorang yang bahkan lebih kusuka daripada Mashiro.
“Tolong beri tahu saya nama Anda, usia, dan nama kafe tempat Anda bekerja,” kata wanita di meja resepsionis itu. Setelah kami memberitahunya nama kami, kami bebas duduk di mana pun kami mau.
“Mari kita lihat… Oh, itu Iroha!” kata Kokoro, menemukan temannya.
“Oh, Heart-chan! Dan Ichi juga!” Iroha menyambut kami.
"Apakah kalian berdua mau bergabung dengan kami?" Mikoto, yang duduk di sebelahnya, bertanya.
Kokoro dan aku duduk di meja itu, menghadap mereka.
Seorang pelayan mendekati kami dan bertanya apa yang ingin kami minum.
Kokoro, Iroha, dan aku semua memesan minuman ringan.
“Aku pesan bir. Kenapa kalian tidak minum juga? Kita tidak bekerja hari ini, ayolah!" kata Mikoto.
“Kami masih di bawah umur…” kataku padanya.
"Ah! I-Itu benar, yah ..." katanya, tampak sangat terkejut mengingat itu.
"Bukankah kalian berdua agak... berbeda hari ini?" Iroha bertanya, menatapku dan Kokoro.
"Hah?"
“Rambut dan riasanmu terlihat lebih baik daripada biasanya,” katanya sambil menunjuk ke arah Kokoro, “dan kau menata rambutmu, sepertinya, ini pertama kalinya kau melakukan itu,” lanjutnya sambil menunjuk ke arahku.
Aku berhati-hati untuk terlihat baik pada hari-hari ketika aku tahu kalau Mashiro akan satu shift denganku, tapi, karena aku biasanya pergi ke kafe setelah sekolah, rambutku biasanya berantakan. Pada hari-hari ketika Mashiro tidak bekerja bersamaku, aku biasanya tidak peduli.
“Bukankah kalian berdua terlalu antusias datang ke sini?” tanya Iroha.
Kokoro dan aku menahan napas.
“Ahaha… Apa yang kau bicarakan? T-Tidak ada yang berbeda dari kami,” Kokoro berbohong sebisa mungkin.
“Ya, itu pasti hanya imajinasimu,” kataku.
"Hmm aku mengerti... Kau mencoba mencapai tujuanmu hari ini, ya?"
"T-Tidak!" Kokoro dengan gugup membantah.
“Kupikir Ichi suka Mashiro.”
Dia tahu itu...?
“T-Tidak. Itu tidak mungkin,” kataku, berusaha tetap tenang.
"Hmm? Benarkah?"
“Nah, minuman kita sudah datang, jadi... ayo minum dulu, ya?” Kokoro dengan cepat mengubah topik pembicaraan.
“Haaah,” Mikoto menghela nafas setelah meneguk minumannya. “Bir pertama setelah bekerja benar-benar membuatku hidup kembali!”
“Kamu 'menghancurkan' bir itu. Apakah kamu habis bekerja sebelum datang ke sini? ” aku bertanya padanya.
"Ya. Aku harus masuk kantor pada hari Sabtu, setiap dua minggu sekali.”
"Kamu punya pekerjaan lain?!" Kokoro melongo.
“Oh, apa aku belum memberitahumu tentang itu?”
Kami terus mengobrol sambil minum, dan lanjut makan. Aku sadar kalau ini adalah pertama kalinya kami berempat memiliki kesempatan untuk berbicara dan bersantai bersama seperti ini. Meskipun aku setuju untuk datang ke acara ini untuk bertemu gadis-gadis, aku cukup bersenang-senang hanya dengan mengobrol dengan mereka. Hari terakhirku bekerja adalah minggu depan dan aku senang aku bisa melakukan percakapan lepas dengan rekan-rekan kerjaku sebelum itu.
“Tolong bir lagi!”
"Kamu benar-benar akan minum lagi?!" Kokoro bertanya dengan mata terbelalak.
"Bukankah kamu sudah minum terlalu banyak?" tambahku.
“Oh, biarlah! Aku habis bekerja selama enam hari berturut-turut! Aku perlu ini!"
Kokoro menghela nafas. “Memiliki pekerjaan penuh waktu itu sulit, ya …”
“Sekarang aku memikirkannya, kontrak kita dengan kafe akan segera berakhir,” kata Mikoto.
Kami berempat menghadiri sesi wawancara yang sama dan memiliki jenis kontrak yang sama, jadi kami akan menyelesaikannya kurang lebih pada waktu yang sama satu sama lain.
"Haaah... Itu pekerjaan yang cukup keren," kata Iroha, cemberut kecewa.
Jadi dia bisa bertingkah menggemaskan saat dia mau....
“Senang rasanya bisa mengobrol dengan kalian berdua dan mengolok-olok Ichi...” lanjutnya.
"Jangan perlakukan aku seperti itu!"
Kau menganggap aku ini moyetmu atau apa?!
“Hahaha, aku bercanda! Itu lucu karena kau bereaksi seperti itu. Aku tidak terlalu suka berbicara dengan laki-laki, tapi aku senang berbicara denganku, ” katanya sambil tersenyum kecil.
Mendengar Iroha mengatakan sesuatu yang biasanya sangat imut, tanpa sedikit pun nada sarkasme dalam suaranya, membuatku lengah.
“O-Oh… Kamu hanya sedang mengolok-olokku lagi, kan?!” kataku.
"Tidak, aku serius," katanya.
I-Iroha?! Kau tidak boleh menjadi manis di detik terakhir! Itu ilegal! K-Kukira kau memang memiliki sisi yang imut...
Dia tidak suka berbicara dengan laki-laki, tapi aku pengecualian. Mendengar itu membuatku senang. Sebelum mulai bekerja, Kokoro memberitahuku kalau aku harus berusaha untuk bersikap natural dan mengobrol dengan semua rekan kerjaku... Mungkin itu sebabnya Iroha menganggapku seperti itu.
“Itu juga menyenangkan untukku,” kata Mikoto. “Aku bisa melupakan semua stres dari pekerjaanku saat di kafe. Dan aku berterima kasih kepada kalian semua karena begitu baik kepada seorang wanita— kepada seorang gadis sepertiku.”
Pekerjaannya berat dan bertemu dengan Mashiro lagi akan terasa canggung, jadi aku lega itu akan berakhir. Di sisi lain, aku sedikit kecewa karena aku tidak akan melihat Kusumi atau mereka berdua lagi. Iroha dan Mikoto mungkin adalah gadis pertama yang bisa melakukan percakapan normal denganku selain Kokoro.
"Aku tahu!" kata Kokoro. “Mari kita semua bertukar kontak LINE dan Twitter masing-masing! Dengan begitu kita bisa tetap berhubungan, dan mungkin kita bisa bertemu lagi di masa depan!”
“Benar, itu keren!”
“Ya, itu kedengaranya bagus.”
Semua orang menyetujui usulannya, dan kami saling menambahkan ke kontak kami. Aku juga suka ide itu, karena akan sangat menyenangkan untuk bertemu lagi setelah pekerjaan ini selesai.
Terlepas dari betapa menghiburnya percakapan kami, alam memanggilku, dan aku berdiri untuk pergi ke kamar kecil. Ketika aku kembali, aku menemukan orang lain di kursiku. Itu adalah pria yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pria lain berdiri di samping meja, dan keduanya berbicara dengan Kokoro, Iroha, dan Mikoto.
Dilihat dari penampilan mereka yang menarik dan mencolok, mereka mungkin staf dari kafe pria yang disebutkan Kokoro.
Aku bahkan tidak boleh melewatkan sedetikpun untuk pergi ke toilet! Dimana aku akan duduk sekarang?! Dan para gadis itu... Mereka terlihat asyik mengobrol di sana. Mereka pasti sudah melupakan semua tentangku! Ugh! Dasar para gadis!
Aku sedikit marah, tapi Kokoro mengatakan kalau dia ingin bertemu dengan staf kafe itu, dan mereka sendiri yang mendekati meja kami. Itu tidak terlalu mengejutkan, karena dia adalah gadis yang sangat cantik; Iroha dan Mikoto juga tidak terlalu buruk.
Bukankah kau beruntung? Kau mendapatkan apa yang kau inginkan dari datang ke sini. Tapi... apa yang akan kulakukan sekarang? Haruskah aku mencari orang lain yang kukenal? Tapi satu-satunya staf lain yang kukenal adalah Kusumi, dan aku tidak bisa menemukannya di mana pun...
"Hah...?!"
Pikiranku berhenti ketika aku melihat sesuatu yang sangat aneh di lantai di depanku. Seorang gadis yang mengenakan gaun putih berenda—ini yang mereka sebut “fashion lolita”, ‘kan?—merangkak dengan tangan dan lututnya.
"A-Apakah kamu baik-baik saja?" Aku bertanya padanya, khawatir kalau-kalau dia sedang sakit.
"Oh, ma-maaf... aku menghalangi, ya?" katanya, menatapku tanpa bangun.
Gaunnya tampak seperti boneka, begitu pula wajahnya. Dia sangat imut, dengan rambut kuncir kuda menutupi masing-masing bahunya. Kulitnya bersih dan putih, kecuali pipinya yang merah muda, dan kedua matanya yang besar berkilau karena air mata.
Di kafe mana dia bekerja? Dia menakjubkan!
“T-Tidak. Apakah ada masalah?"
"Aku menjatuhkan gantungan ponselku..." katanya dengan suara yang sangat lemah hingga aku takut dia akan segera menangis.
"Oh! Seperti apa bentuknya?" Tanyaku.
"Itu boneka kelinci kecil... Warnanya merah muda, dan sangat imut..."
Jika dia berusaha keras untuk menemukannya, itu pasti sangat berharga baginya—tidak akan pernah datang hari ketika Kagetora Ichigaya mengabaikan seorang gadis yang sedang dalam kesusahan.
"Aku akan membantumu mencarinya," kataku, dengan heroik.
"Apa...?"
“Kelinci merah muda... Kelinci merah muda...”
Aku berjongkok dan mulai melihat di sekitar lantai sebentar, sampai akhirnya aku menemukan gantungan ponsel yang hilang itu di depan toilet perempuan.
“Oh, pasti ini!” kataku, berdiri dan menyerahkannya padanya secepat mungkin—karena aku tidak ingin orang-orang melihatku berjongkok di tempat yang begitu aneh.
"Aku...! S-Sangat ... b-berterima kasih!” katanya, tidak dapat menahan kegembiraannya saat dia mengambil boneka kelincinya.
"Ini teman— maksudku, gantungan ponselku terimutku... Jadi, terima kasih, sungguh!" katanya, sekali lagi, hampir meneteskan air mata.
"Aku senang kita menemukannya," kataku.
“…”
“…”
Percakapan berhenti, mati.
Aku ingat Kokoro mengatakan kepadaku untuk memastikan untuk berbicara dengan gadis-gadis yang kusuka dan menanyakan LINE mereka, atau aku mungkin tidak akan pernah melihat mereka lagi. Aku tentu suka gadis ini. Dia terlihat imut dan manis... Aku ingin berbicara dengannya, tapi aku tidak tahu harus bilang apa. Aku tidak ingin dia menganggap aku seperti semacam orang brengsek yang suka berkeliling menggoda para gadis atau semacamnya.
Bagaimanapun, sepertinya aku tidak bisa kembali ke mejaku, karena tempat dudukku telah diambil.
Aku akan berbicara dengannya! Aku tidak peduli jika ada yang salah!
“T-tolong beritahu aku, di mana kafe tempatmu bekerja?” aku bertanya padanya.
“Maid-Tale Café…” jawabnya gugup, menghindari mataku.
“O-Oh, itu kedengarannya menarik! Kuduga kostumnya pasti bertema dunia dongeng? ”
"Ya... kami punya Little Red Riding Hood, Alice in Wonderland, dan banyak lagi yang seperti itu... Dan kami bisa memilih yang mana yang akan dikenakan," jawabnya.
“Itu pasti menyenangkan! A-Aku bekerja di Meow'd Maid Café, di mana mereka mengenakan telinga kucing…” kataku.
Aku sangat ingin melanjutkan percakapan ini hingga aku memberi tahu dia di mana aku bekerja meskipun dia tidak bertanya. Bagaimana jika dia mengira aku ini seorang narsisis yang tidak pernah bisa berhenti bicara tentang dirinya sendiri? Dia terlihat seperti tipe orang yang mudah gugup, jadi aku harus lebih berhati-hati...
"Aku akan berkunjung ke sana," katanya.
“Ah… apa?”
Apakah dia baru saja mengatakan dia akan mengunjungi kafe tempatku bekerja?
“Aku ingin berterimakasih untuk hari ini...”
"Apa?! Tidak, aku tidak melakukan apa-apa! Kamu tidak perlu berterimakasih, sungguh!" Balasku.
"Tapi aku benar-benar berterima kasih... dan—"
“A-aku tersanjung, tapi sebenarnya aku akan keluar minggu depan,” jelasku. Bahkan jika dia berkunjung, dia tidak akan menemukanku di sana. Akan jauh lebih baik jika kami memiliki cara untuk saling menghubungi; atau lebih tepatnya, aku ingin cara untuk menghubunginya. Tapi bagaimana aku bisa mengarahkan percakapan ini ke titik di mana wajar untuk menanyakan itu padanya?
"Aku mengerti..." katanya. “K-Kalau begitu... a-apa tidak masalah bagimu untuk memberiku informasi kontakmu?”
“Ah, apa?! T-Tentu saja! Dengan senang hati!" Kataku, kaget dengan pergantian peristiwa ini.
Kenapa dia ingin menghubungiku? Meski hanya untuk mengucapkan terima kasih, wow... Dia sangat sopan. Aku tidak percaya seorang gadis manis akan menanyakan informasi kontakku. Maksudku, setelah apa yang terjadi dengan Mashiro, aku agak skeptis, tapi...
“Apakah LINE tidak masalah?” aku bertanya padanya.
“Y-Ya! Dan j-juga, jika tidak masalah untukmu... bolehkah aku tahu akun Twitter-mu?”
"Ya! Tentu saja!" kataku, segera memberitahunya keduanya.
Ketika aku menambahkannya di kontak LINE-ku, aku melihat namanya adalah "Yume"—mimpi—nama yang sempurna untuk seorang gadis impian.
“Ichigaya... Nama yang sangat indah...”
“B-Benarkah?! Terima kasih..."
“Sebenarnya aku seharusnya datang ke sini dengan seorang teman hari ini, tapi dia batal datang pada detik-detik terakhir, dan aku merasa sangat kesepian, karena aku tidak mengenal siapa pun... Jadi aku sangat senang kamu datang dan berbicara denganku.” katanya sambil menatapku malu-malu.
Aku khawatir aku akan membuatnya kesal, tapi sekarang dia mengatakan kepadaku kalau dia senang aku berbicara dengannya. Itu adalah kejutan yang menyenangkan.
“Ah, aku harus pergi sekarang… Terima kasih banyak, semoga kita bisa bertemu lagi!” katanya.
"Oh aku juga! Sampai jumpa!”
Dia membungkuk sebelum berjalan menuju pintu keluar.
Aku berhasil mendapatkan LINE seorang gadis cantik! Dan dia lah yang bertanya padaku lebih dulu! Aku sebelumnya tidak ingin datang ke sini, tapi aku senang pada akhirnya aku datang ke sini. Terima kasih, Nishina.
Aku melihat ke arah mejaku, dan kedua pria itu sepertinya sudah pergi. Aku lega dan kembali.
“Ichigaya! Dari mana saja kau? Kau sangat lama!” Kokoro bertanya padaku saat dia melihatku kembali.
"Ini bukan salahku! Ada seseorang duduk di kursiku," kataku. Karena itu aku mendapatkan LINE seorang gadis, jadi aku tidak merasa kesal.
“Kau tidak segera kembali karena itu ?! Ugh! Jika kau kembali lebih cepat, mungkin kedua orang aneh itu akan meninggalkan kami dengan damai!”
"Hah? Bukankah mereka dari kafe yang penuh dengan staf laki-laki yang sangat tampan yang kau katakan padaku?”
Bukankah dia sebenarnya, kau tahu ... ingin berbicara dengan pria-pria itu?
"Ya!"
“Jadi, bukankah seharusnya kau senang mereka datang untuk berbicara denganmu?” aku bertanya padanya.
“Pada awalnya iya, tapi mereka benar-benar menjengkelkan! Mereka memiliki aura yang menyebalkan, seperti, aura penggoda wanita, tahu? Mereka terus mengajukan pertanyaan tanpa basa-basi, dan kemudian ketika aku mengatakan ini pada mereka, 'Temanku akan kembali dari kamar kecil dan dia duduk di sana,' mereka bahkan tidak mendengarkan dan salah satu dari mereka memarkir bokongnya di sana! Dan mereka sangat keras kepala, menanyakan informasi kontak kami kami, dan... Lihat! Mereka pergi ke sekelompok gadis lain sekarang! ”
Aku melihat ke meja yang Kokoro tunjuk, dan dua pria tampan tadi memang mencoba untuk berbicara dengan lebih banyak gadis.
“Aku sangat kesal pada mereka, tapi mereka tidak peka,” kata Iroha. "Mikoto harus turun tangan dan langsung mengatakan ini pada mereka, 'Kami tidak ingin berbicara dengan kalian jadi silakan pergi.'"
“Mereka mengerikan, ya,” Mikoto setuju. “Tidak peduli seberapa putus asanya aku, lebih baik mati jomblo daripada pacaran dengan seseorang seperti mereka.”
“M-Mati jomblo?! Bukankah itu berlebihan?! ” Aku berseru pada komentar berlebihan Mikoto.
Sejujurnya aku terkejut dengan reaksi mereka bertiga. Kupikir mereka senang bisa berbicara dengan dua pria tampan itu, tapi, ternyata, perempuan tidak suka pria yang menyebalkan, tidak peduli seberapa baik penampilan mereka. Aku sebenarnya lega saat tahu kalau mereka tidak bersenang-senang selama aku pergi.
Tak lama kemudian, acara selesai.
Kokoro dan aku berpisah dengan Iroha dan Mikoto di stasiun, dan kami pulang naik kereta bersama.
“Acara lain tanpa mendapatkan LINE pria yang baik…” katanya sambil menghela nafas. “Maklum sih, karena sebagian besar orang di sana adalah perempuan. Kita berdua tidak beruntung, ya? ”
Aku merapatkan bibirku.
“A-Ada apa dengan seringai di wajahmu itu? Kau membuatku takut! ”
"Tsk-tsk, apa yang membuatmu berpikir aku tidak beruntung?" aku bertanya padanya.
"Apa?! Maksudmu... Hah?! Kau mendapatkan LINE seorang gadis?! Kapan?!"
“Kau ingat saat aku pergi ke toilet? Dalam perjalanan kembali, aku bertemu seorang gadis yang sedang kesulitan mencari sesuatu...”
Aku menjelaskan apa yang terjadi pada Kokoro.
"Benarkah?! Arg, ayolah! Itu tidak adil!" katanya, kecewa.
Dialah yang benar-benar ingin pergi ke acara itu, dan aku yang akhirnya mendapatkan hasil dari itu ...
"Tapi, hei ... bukankah kau senang kau datang?" dia bertanya padaku sambil tersenyum. Dia tampak benar-benar bahagia untukku.
"Ya. Terima kasih karena mengajakku ikut bersamamu.”
Kokoro telah membantuku bangkit setelah insiden Mashiro. Dia memarahinya, menghiburku, dan bahkan meyakinkanku untuk pergi ke acara itu bersamanya ketika aku kehilangan motivasi. Berkat Kokoro, aku bisa bertemu gadis lain. Dan juga berkat Kokoro, aku menemukan keberanian untuk berbicara dengannya. Aku berutang banyak pada teman serumahku ini.
“Pekerjaan kita akan berakhir minggu depan. Jadi kita masih harus mencari lebih banyak tempat seperti itu, ”katanya.
"Ya!"
Aku ingin membantunya, sama seperti dia telah membantuku. Dan itu berarti mencari peluang baru untuk bertemu orang baru.
Ketika kami sampai di rumah, aku membuka kunci ponselku dan menemukan dua notifikasi LINE baru dari dua pengirim yang tidak terlalu mengejutkan: yang pertama dari Yume, gadis yang kutemui tadi, dan yang lainnya dari Elena.
Aku mulai dengan membaca pesan dari Yume.
“Terima kasih banyak untuk hari ini!★ Aku berhutang banyak padamu. Aku sangat senang bisa bertemu denganmu ”
Setelah pesan itu, dia juga mengirimiku stiker imut. Aku tidak tahu apakah dia hanya bersikap sopan atau apakah dia benar-benar menyukaiku.
Karena dia yang meminta untuk bertukar kontak, dia mungkin menyukaiku... Atau bisa saja seperti Mashiro lagi... pikirku, memutuskan untuk membalasnya nanti.
Aku melihat pesan lainnya, yang dari Elena. Menerima pesan darinya adalah kejadian langka.
“Maaf untuk pesan yang tiba-tiba ini. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas saran yang kamu berikan padaku tempo hari. Aku sudah menghubungi perusahaanku untuk memberi tahu mereka apa yang kupikirkan, dan mereka mengatur pertemuan sehingga kami dapat mendiskusikan berbagai hal itu lebih lanjut. Aku tidak tahu pasti bagaimana hasilnya, tapi aku merasa kalau, berkat saranmu, aku dapat mengambil langkah pertama yang sangat penting ke depan. Terima kasih."
Dia sungguh berbicara dengan perusahaannya tentang jenis video yang benar-benar ingin dia buat! Aku sangat lega video-video Emily Saionji memiliki kesempatan untuk kembali normal...
Aku kemudian membalas kedua pesan itu, satu per satu. Untuk Yume, aku hanya menulis kalau aku menikmati obrolan kami juga. Untuk Elena, aku menulis pesan yang sedikit lebih panjang tentang bagaimana aku bahagia untuknya, dan dia bebas berbicara denganku jika ada yang mengganggunya.
Adapun tentang Mashiro, segalanya menjadi agak masam — atau, lebih tepatnya, sejak awal itu tidak benar-benar manis. Tapi, yang cukup mengejutkan, sekarang aku bisa mengirim pesan ke dua gadis lain. Tentu saja tidak satu pun dari mereka adalah pacarku, tapi aku tidak akan mengeluh.
Translator: Janaka
Kawaii juga 👍❤😍
ReplyDelete