Cerita 3 - Jenius, Setelah Akhirnya Memperoleh X, Mempelajari Kegembiraan dan Juga Kesulitan Orang yang Memilikinya
"Dewa…!" Furuhashi Fumino berdoa kepada dewa di atas. “Dewa, aku mohon padamu…!”
Dia berdoa setiap malam, tanpa melewatkannya sekali pun.
"Hanya sedikit…! Sedikit saja sudah cukup…!”
Tubuhnya yang langsing terbungkus piyama yang nyaman. Namun, dengan tangannya yang terkepal erat dan ekspresinya yang tulus, dia lebih terlihat seperti seorang biarawati yang menyerahkan semua yang dia miliki untuk dewa di atas.
“Kalian para dewa dan Buddha, kalian yang di atas kehidupanku yang hina ini…! Sejujurnya, siapa pun tidak masalah saat ini…! Amin! Salam Buddha Amitabha! Eko Eko Azhar! Ia Ia Hasutar! Elohim Essaim!”
…Atau dengan kata lain.
“Tolong, buat dadaku jadi besar…!”
Mungkin juga terlihat seperti seorang penyihir, yang menawarkan segalanya untuk para dewa jahat. Di depannya ada Shintai[1] yang dia haturkan doa, atau lebih tepatnya, begitulah Fumino memandangnya. Dari sudut pandang orang luar, itu tidak lebih dari bra biasa. Dan itu bukan sembarang bra biasa, itu adalah bra yang ditujukan untuk mereka yang memiliki dada besar , dengan ukuran yang sedemikian rupa hingga bahkan teman kesayangannya Takemoto Uruka tidak akan berani memakainya. Namun, untuk temannya yang lain, Ogata Rizu, kemungkinan besar itu sangat pas. Tentu saja, tidak perlu disebutkan kalau itu sama sekali tidak pas dipakai Fumino.
Jika seseorang melihat pemandangan ini kemungkinan besar dia akan meragukan kewarasannya, tapi gadis itu sendiri sangat serius, bahkan keringat mulai menumpuk di dahinya.
“Fuu…”
Setelah selesai berdoa, dia menyeka keringatnya.
“Baiklah, itu adalah doa yang bagus hari ini juga!”
Ekspresinya dipenuhi dengan rasa puas.
“…………Aku merasa sangat kosong.”
Namun, ekspresi itu hanya berlangsung sesaat, karena hanya setengah senyum yang tersisa di wajahnya sekarang.
"Aku ingin tahu apakah melakukan ini akan mengubah ini ..."
Dia mengarahkan pandangannya ke bawah. Tidak ada yang menghalangi pandangannya, dia bisa melihat pinggangnya.
“Kenapa mereka tidak bisa tumbuh sedikit saja…?”
Dia menghela nafas panjang pada pemandangan itu, menyadari kalau tidak ada yang berubah.
"Dewa sudah saatnya mati kembali ke masa Nietzsche[2] ..." gumamnya, matanya mati.
—Dia bilang begitu.
“Yah, mengeluh tentang itu tidak akan mengubah apa pun.”
Karena sudah terbiasa dengan kenyataan itu, dia relatif cepat menerimanya. Karena itu, dia pergi mengarahkan pikirannya ke tempat lain.
"Kurasa aku akan pergi membaca buku untuk mengubah mood ..."
Bergumam pada dirinya sendiri, dia menyingkirkan shintai itu... tepat sebelum itu, dia sekali lagi menyentuh dadanya sendiri.
“Ini~”
Tidak ada yang berubah, jadi dia akhirnya menyingkirkan bra itu. Kemudian, dia mengambil sebuah buku besar dari meja, dan melempar tubuhnya ke tempat tidur. Namun, tepat setelah dia membuka halaman yang ditandai …
"Fuwaah ..." Rasa kantuk yang samar muncul saat dia menguap. "Mungkin aku hanya akan membaca se ..."
Merasa kelopak matanya perlahan menutup dengan sendirinya, dia dengan cepat menutup buku itu lagi, saat dia merasakan kantuknya semakin kuat. Dia cenderung mudah tidur. Dengan kecepatan yang gila, kesadarannya melayang ke dunia mimpi.
“Akan lebih bagus jika aku mendapatkan payudara besar ketika aku bangun …”
Itu adalah gumaman terakhirnya sebelum kesadarannya terputus.
+×+×+×+
“Mm…?”
Setelah bangun, Fumino disambut oleh perasaan sesak yang aneh. Sesuatu terasa sesak di sekitar dadanya.
“Hm…?”
Tanpa sadar, dia menggerakkan tangannya ke dadanya. benda lembut menyambut telapak tangannya, dan itu sedikit geli untuknya.
"Hah…?"
Dia memutuskan untuk menekan tangannya lebih dalam ke benda lembut itu. Dia merasa tangannya tersedot ke dalam kelembutan itu.
“…?”
Dia terus membelai dadanya sendiri. Selama beberapa saat, tidak bisa menahan diri.
Kenapa terasa begitu lembut…? Dan, ini seharusnya dadaku sendiri, ‘kan…? Ini hampir seperti…
Setelah itu, akhirnya kesimpulannya sampai ke kepalanya.
“………Eh?!”
Setelah beberapa saat ragu-ragu, dia melompat dari tempat tidurnya, dan mengarahkan pandangannya ke bawah. Dia tidak bisa melihatnya. Dia tidak bisa melihat pinggangnya. Dua tonjolan yang sebelumnya tidak pernah menghalangi pandangannya, tiba-tiba muncul. Dia memiliki dada, payudara, nenen, atau bagaimanapun kau menyebutnya. Penekanan yang paling penting adalah pada 'memiliki'.
“A-A-A-Apa-apaan ini?!”
Benar-benar bingung dengan pertumbuhan mendadak ini, Fumino lanjut membelai dadanya lagi.
“A-Apakah hormon percepatan pertumbuhanku akhirnya aktif…?! Itu datang sekaligus…?!”
Memikirkannya secara rasional, tidak peduli berapa banyak hormon percepatan pertumbuhan yang dia miliki, pertumbuhan gila seperti ini, dalam satu malam seharusnya tidak mungkin. Pada saat yang sama, Fumino adalah seorang gadis yang memiliki banyak akal sehat, dan dia seharusnya dapat tahu kalau ada sesuatu yang salah. Namun—
“Dewa, terima kasih banyak! Aku minta maaf karena mengatakan kalau kalian sudah mati! Jadi kalian benar-benar mendengaran doaku, ya…!”
Otaknya dipenuhi dengan kegembiraan, benar-benar mengesampingkan akal sehatnya.
“Ah, benar! Aku harus memakai bra!”
Saat ini, Fumino tidak mengenakan bra. Dia adalah tipe orang yang tidur tanpa mengenakan bra. Meskipun katanya tidur tanpa bra akan menghancurkan bentuk payudara, jika tidak ada bentuknya sejak awal...maka tidak perlu, itulah yang dia pikirkan, jadi dia tidak pernah memakai bra saat tidurnya.
“Hm~ Hmm~~” Dia bersenandung pada dirinya sendiri sambil melepas piyamanya. “Ohh, melihat mereka secara langsung seperti ini, mereka benar-benar memiliki banyak daya tarik dan kekuatan…” Menatap dadanya sendiri, Fumino memasang ekspresi serius sesaat.
Siapa yang bisa menyalahkannya, melihat perubahan besar yang terjadi pada tubuhnya sendiri.
“Fufu, tunggulah sebentar, sayangku. Aku akan menghangatkanmu dengan pakaian dalam segera~”
Senyum kembali ke wajahnya, saat dia membuka laci untuk mengambil pakaian dalamnya.
“Pertama adalah…”
Dia mengeluarkan bra yang biasanya dia gunakan, dan menempelkannya di dadanya. Tentu saja, ukurannya yang biasa hampir tidak cukup untuk menahan dadanya saat ini, yang telah tumbuh sepuluh kali lipat.
“Tidak, hehe~”
Meskipun itu mungkin cukup jelas, itu adalah sesuatu yang harus dilakukan Fumino untuk menghadapi situasi ini– untuk memastikan pertumbuhannya sendiri.
“Sekarang…”
Selanjutnya, dia mengeluarkan bra yang dia terima sebagai hadiah dari tutornya, Yuiga Nariyuki. Tampaknya itu seharusnya untuk adik perempuannya, Mizuki, menunjukkan pada Fumino perbedaan antara mereka berdua yang membuatnya putus asa, tapi ...
“Bahkan ini tidak muat~”
Kali ini, itu adalah kemenangan mutlak bagi Fumino. Perbedaannya bahkan terlihat dari luar.
“Maaf, Mizuki-chan, tapi aku bisa menyusul hanya dalam satu malam~” Fumino menunjukkan seringai arogan ke arah musuh yang bahkan tidak ada. “………Yah, dia masih SMP…”
Dia membangkitkan perasaan kekosongan tertentu, menjadi sangat bersemangat untuk pertempuran ini. Namun, itu tidak penting sekarang.
“Fufu…akhirnya, saatnya aku menggunakan itu… ”
Hal terakhir yang dia keluarkan adalah 'shintai', objek pemujaannya. Alasan dia membelinya adalah karena saat dia menjelajahi olshop, tangannya terpeleset–atau itulah yang dia putuskan sebagai alasan– dan memesannya. Selalu berharap untuk mendapat kesempatan untuk menggunakannya pada akhirnya. Tentu saja, Fumino tahu kalau hari baginya untuk menggunakan monster ini tidak akan pernah tiba, jadi itu menjadi objek pemujaan. Tapi hari ini, keajaiban terjadi.
"Ini dia ..." Tegukan ludah terdengar bergema saat dia meletakkan bra itu ke dadanya.
Tidak seperti dua sebelumnya, dadanya tidak jatuh darinya, juga tidak ada kekosongan seperti saat dia memakainya tadi malam. Dia kemudian meletakkan tangannya di punggungnya, dan memasang kait bra. Setelah dia selesai, dia memastikan, tidak ada yang tidak pas.
"…Ini sempurna…"
Begitulah.
“Fuu…”
Sampai pada kesimpulan itu, Fumino menghela nafas, dan mengambil napas dalam-dalam lagi.
“Baiklaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!!” Dia meletakkan lututnya di tanah, menunjukkan ke arah langit dengan tinjunya.
Pemandangan itu bisa dibandingkan dengan pemain sepak bola yang baru saja mencetak gol terakhir di piala dunia, atau pemain bisbol yang baru saja melakukan homerun penentu kemenangan untuk timnya.
“Karena 'shintai' ini sangat pas, itu artinya aku ini seorang dewi! Aku akhirnya mendapat wahyu! Fuhahahahahaha! Memang!"
Karena kepalanya berada di atas awan, dia sedikit kehilangan dirinya sendiri dan benar-benar lupa kalau dia bahkan pernah berdoa pada dewa-dewa jahat agar keinginannya dikabulkan.
“Fufu, kurasa sudah waktunya berangkat sekolah, ‘kan~”
Dengan semangat yang sama, dia dengan cepat mengenakan seragamnya. Kemejanya terasa agak sesak, tapi anehnya itu terasa nyaman untuknya.
“Aku berangkat~” Suaranya masih terdengar seperti dia sedang bersenandung pada dirinya sendiri, saat dia mengucapkan kata-kata itu bukan kepada siapa-siapa, melangkah keluar dari kamarnya.
Baginya, cara dia memandang dunia ini benar-benar berubah dibandingkan kemarin. Alasan terbesarnya adalah karena dia merasa seperti sedang menatap ke atas bukit sepanjang waktu.
“Aku ingin tahu bagaimana reaksi semua orang~”
Dengan senyum terlebarnya, Fumino meninggalkan rumahnya.
+×+×+×+
Sekarang, bagaimana reaksi semua orang?
Ringkasnya, reaksi yang paling menonjol adalah… kaget dan bingung. Setelah itu adalah senyum suam-suam kuku. Itu adalah reaksi bersama dari semua warga Akademi Ichinose.
… ? Aku ingin tahu ada apa dengan mereka?
Melewati gerbang sekolah, Fumino merasa ragu.
Aku tahu kalian semua terkejut~ Tapi, kenapa kelihatan memberiku senyuman prihatin itu…?
Tidak dapat memahami maksud dan arti dari reaksi di sekitarnya, Fumino dipenuhi dengan kebingungan.
Ah, Kirisu-sensei.
Melihat punggung seseorang yang sangat dikenal Fumino, dan mengalihkan pandangannya ke arahnya. Seolah-olah dia merasakan tatapan itu, guru bernama Kirisu Mafuyu itu berbalik, dan mata mereka bertemu.
“……?”
Pada awalnya, tatapannya ragu, saat dia menyipitkan matanya, mengamati Fumino dengan cermat.
“…?!”
Tepat setelah itu, keterkejutan memenuhi ekspresinya. Untuk Fumino, dia telah melihat reaksi ini beberapa kali, meskipun itu sedikit lebih ekstrim daripada yang ditunjukkan siswa lain padanya. Sebaliknya, itu adalah perubahan ekspresi Kirisu Mafuyu, sesuatu yang jarang dia lihat. Sementara itu, Mafuyu segera mengalihkan pandangannya, memijat matanya, dan sekali lagi mengarahkan pandangannya ke Fumino. Meskipun dia seharusnya sedang dalam perjalanan untuk bekerja sekarang, kakinya benar-benar terpaku ke tanah, saat dia mengamati Fumino.
???
Fumino tidak tahu alasannya, dan saat dia dengan lembut memiringkan kepalanya dalam kebingungan, dia merasakan tubuhnya berkedut. Biasanya, Fumino terbiasa dengan 'silau' Mafuyu, tapi kali ini, dia tidak bermaksud mencemoohnya, sekarang itu hanya terlihat hanya seperti itu. Namun, pasti ada alasan yang membuatnya bereaksi begitu.
Apakah aku telah melakukan sesuatu yang buruk…? Nilai sainsku naik baru-baru ini…tapi, apakah dia masih bersikeras menentang jalan yang ingin aku ambil…?
Fumino menjadi sedikit cemas. Namun…
Tapi…dengan bantuan Nariyuki-kun, aku bekerja keras untuk menaikkan nilaiku…Bahkan jika dia menyuruhku untuk berhenti, setidaknya aku bisa membantahnya…!
Fumino mempersiapkan dirinya secara mental, saat dia membentuk kepalan dengan satu tangannya.
“S-Selamat pagi!”
Selain itu, masih ada kemungkinan kalau hal semacam itu tidak akan terjadi, jadi sambil menyapa Mafuyu, dia membungkuk sedikit saat dia mencoba berjalan melewatinya.
"Furuhashi-san."
Karena itu, Mafuyu memanggilnya.
“Y-Ya, ada apa…?” Fumino meraba-raba kata-katanya, saat dia merasa ada yang tidak beres.
Sepertinya Mafuyu juga ragu-ragu untuk mengungkapkan apa yang dia pikirkan.
“Nasihat…atau lebih tepatnya…” Tatapan Mafuyu mengembara, saat dia jelas-jelas berusaha menemukan kata yang tepat. "Saran ... lebih baik disebut begitu ..."
Karena Mafuyu adalah tipe orang yang langsung mengatakan apa yang dia rasakan dan ingin katakan, melihat tingkahnya sekarang membuat Fumino merasa ada yang tidak beres.
“Sebagai seorang wanita, bukannya aku tidak mengerti perasaanmu.”
“O-Oke…?” Tidak tahu apa yang ingin dikatakan Mafuyu, yang bisa dia lakukan hanyalah mengangguk.
“Itu tentu tidak melanggar peraturan sekolah. Tapi…” Sebelum melanjutkan, pandangan Mafuyu melihat ke kiri dan ke kanan. “Tolong jaga itu dalam jumlah sedang.” Dia menggerakkan kepalanya ke depan, dan dengan hati-hati berbisik di sebelah telinga Fumino. "Cukup segitu saja."
Dan dengan kata-kata terakhir itu, Mafuyu mulai berjalan lagi.
“A-Apa…?”
Melihatnya berjalan menjauh, Fumino mengeluarkan suara terperangah. Sampai akhir, dia tidak bisa memahami apa yang Mafuyu coba katakan padanya.
“Pagi, Fuminocchi!”
“Selamat pagi, Fumino.”
Saat dia berdiri diam dalam kebingungan, dua suara yang familiar memanggilnya dari belakang. Dia tahu kalau itu milik Uruka dan Rizu tanpa harus berbalik.
"Ah, ya, selamat pagi, kalian berdua." Dia menyapa mereka sambil berbalik.
“Eh…?!”
"!"
Uruka mengeluarkan suara kaget, ekspresi Rizu juga diwarnai dengan keterkejutan. Itu adalah reaksi yang sama yang ditunjukkan semua orang padanya hari ini sejauh ini. Namun, reaksi mereka berikutnya berbeda.
“Fuminocchi, kau merasa terganggu dengan itu …”
“Maaf, Fumino, aku tidak mengerti perasaanmu…”
Keduanya meletakkan tangan mereka di bahunya, menunjukkan ekspresi yang diwarnai kesedihan.
“U-Um…apa yang kalian berdua bicarakan…?”
Sekali lagi, Fumino tidak dapat memahami apa yang mereka berdua maksud, dan sebuah tanda tanya besar muncul di atas kepalanya.
“Tapi, Fuminocchi, apa kau tidak terlalu berlebihan dengan ini…?”
"Kupikir kau harus sedikit menahan diri ..."
Mengikuti kata-kata itu, akhirnya bunyi klik terdengar di dalam kepala Fumino. Dia akhirnya mengerti apa yang mereka berdua maksud, dan apa yang dimaksud Mafuyu. Pada dasarnya, mereka mengira kalau dia sedang mengenakan bantalan dada.
+×+×+×+
Hasil setelah mereka pindah ke ruang ganti, dan menunjukkan sertifikat kalau mereka adalah 'Asli' —
"Maaf, Fuminocchi!"
“Maaf, Fumino.”
Baik Uruka dan Rizu membungkuk dalam-dalam di depan Fumino.
“Ahaha…Yah, kalian tidak salah. Aku yakin kalau akan akan berpikir skeptis juga jika aku berada di posisi kalian. ” Fumino menanggapi dengan senyum masam.
Tidak ada sedikit pun kebohongan dalam kata-katanya. Sebaliknya, Fumino sendirilah yang paling meragukan seluruh situasi ini.
Belum lagi adanya 'insiden' dengan bantalan ...
Setelah menerima 'hadiah' Nariyuki, dia menumpuk empat bantalan, dan pergi ke sekolah mengenakan itu.
"Tetap saja ... untuk berpikir mereka asli ..."
“Aku benar-benar terkejut. Apa yang terjadi?"
Baik Uruka dan Rizu sekali lagi menatap dada Fumino. Meskipun dia merasa sedikit bingung saat itu, dia juga punya alasan untuk bangga akan hal itu sekarang.
“Yah… ini karena masa pertumbuhanku? Atau hadiah dari para dewa? Sudah seperti ini sejak aku bangun tadi pagi.”
Untuk saat ini, dia memutuskan untuk memberi tahu keduanya apa yang terjadi.
“Ada beberapa hal aneh yang terjadi di dunia ini, ya…”
"Jika aku tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri, aku akan menyebutnya tidak ilmiah."
Keduanya masih tampak seperti belum sepenuhnya siap. Salah satu alasannya kemungkinan besar karena Fumino sendiri tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi.
“Ahahaha…”
Karenanya, yang bisa dia lakukan hanyalah menanggapi dengan tawa pahit.
Tetap saja, sekarang mereka sudah tidak bisa meremahkanku lagi!
Pada akhirnya, dia masih mengeluarkan dengusan arogan di dalam hatinya.
+×+×+×+
Dan dengan begitu, tirai kehidupan sekolah Fumino yang baru dibuka. Era iri pada orang-orang yang memiliki ‘mereka’ di sekitarnya telah berakhir, dan dia telah berubah menjadi orang-orang yang diirikan. Kali ini, dia tidak perlu ragu, dan bisa berjalan dengan dada terangkat (dalam arti fisik)…Atau begitulah yang Fumino pikirkan pada awalnya.
Kurasa tidak semuanya baik kalau mereka besar, ya ...
Setelah kelas berakhir, dan itulah yang Fumino pikirkan, karena dia merasa sangat lelah.
Aku pernah mendengarnya dari Ricchan sebelumnya, tapi ini lebih berat dari yang kubayangkan…
Karena itu tidak terlalu membuatnya khawatir sebelumnya, dia seringkali mendengarkan keluhan Rizu dengan setengah hati, tapi setelah mengalaminya sendiri, dia dipenuhi dengan rasa simpati.
“Haa… Berpikir kalau ini akan merepotkan…”
Mengistirahatkan punggungnya sambil duduk di kursinya di kelas, dia mengenang apa yang terjadi sepanjang hari.
Misalnya, saat mereka pindah kelas.
“Itulah kenapa aku mengatakannya saat itu. Ini bukan tuna beku! Sesuatu seperti itu."
“Fufu, itu kemungkinan besar tuna beku.”
Melakukan obrolan biasa sambil berjalan melewati lorong bersama–
“Oh benar, Uruka-chan, berbicara tentang tuna bek–woah?!”
Alasan kenapa dia tiba-tiba meninggikan suaranya di akhir kalimatnya bukan karena itu sedang trendi. Sebaliknya, itu karena alasan sederhana, kakinya tersangkut sesuatu sehingga dia tersandung ke depan.
“Hati-hati!”
Meskipun dia kehilangan keseimbangan, Uruka ada di sana untuk dengan cepat menopangnya.
"Kau baik-baik saja?"
“Ah, ya, terima kasih.” Fumino berbalik ke arah Uruka sambil tersenyum, saat dia berterima kasih padanya.
“Kau tidak memperhatikan anak tangga di sana,” komentar Uruka.
Fumino mundur selangkah, dan melihat anak tangga yang dia bicarakan.
“Sekarang setelah kau mengatakannya…bidang pandangku sedikit berbeda sekarang jadi aku benar-benar merindukan itu…” kata Fumino, menjatuhkan pandangannya.
Sampai sekarang, dia benar-benar terbiasa bisa melihat setiap langkah kakinya, tapi hanya dengan satu bagian yang berubah ini benar-benar mengubah pandangannya.
"Hmm? Kedengarannya merepotkan.”
"Ya ..." Fumino menghela nafas. "Semakin besar mereka, semakin bermasalah itu ..." Dia berkata dengan senyum masam.
Namun, dia memiliki tersenyum lebar di dalam hatinya. Kalimat terakhir itu adalah sesuatu yang ingin Fumino katakan setidaknya sekali. Saat ini, dia sangat senang dengan semua masalah yang datang dari dadanya yang lebih besar. Setidaknya, sampai saat itu itu…
Contoh selanjutnya, saat pelajaran olahraga.
“Ha…Huff…Ha…Huff…”
Kegiatan hari itu adalah latihan maraton bersamaan dengan Kelas F, dan Fumino berada di rombongan depan sambil terengah-engah. Biasanya, Fumino bukanlah tipe orang yang buruk dalam olahraga, tapi karena keadaan tertentu—
Payudaraku...benar-benar mengganggu!
Pertama, karena adanya beban tambahan, lebih sulit baginya untuk bergerak. Selain itu, dengan mereka bergoyang-goyang sepanjang waktu saat dia lari, bentuknya hancur, membuatnya kehilangan keseimbangan.
Begitu…karena baban ini, itu menjelaskan kenapa Ricchan sangat buruk dalam olahraga…
Sambil memahami masalah teman baiknya, dia menatap sekelilingnya. Karena Rizu mulai lari bersamanya tadi, dia pasti ada di sekitar sana, tapi dia tidak bisa ditemukan.
Hah…? Kupikir dia tidak mungkin memimpin jauh di depan…?
Bahkan saat dia menatap ke depan, siluet Rizu tidak dapat ditemukan.
Itu berarti…?
Setelah sedikit memperlambat langkahnya, Fumino melihat ke belakang. Dengan melakukan itu, pada jarak yang jauh darinya, dia melihat Rizu yang hampir tidak menggerakkan kakinya, karena dia benar-benar kehabisan napas dengan bahunya naik turun. Mereka berdua memiliki ‘beban’ yang sama sekarang, dan karena Fumino tidak terbiasa, dia seharusnya yang tertinggal seperti itu. Namun, sepertinya Rizu tidak akan menyusulnya dalam waktu dekat.
Y-Yah, beban tetaplah beban, kurasa…
Fumino mengalihkan pandangannya, dan fokus untuk mencapai garis finish.
Contoh lain, ini terjadi selama tes singkat.
Ba-Bahuku jadi kaku…!
Merasakan rasa sakit yang menyengat berasal dari bahunya, dia mulai memijatnya sendiri. Namun, itu tentu hanya sedikit meredakannya.
Aku tidak tahu kalau bahu kaku seperti ini akan sangat menyakitkan ...
Fumino belum pernah mengalami bahu kaku seperti ini sepanjang hidupnya. Karena itu dia tidak tahu bagaimana caranya mengatasi itu, dia menanggung resiko besar.
U-Untuk saat ini, aku akan tidur siang saja…seharusnya ini akan membaik setelah itu…
Untungnya, tes itu hanya tes kosakata singkat bahasa Inggris. Karena dia punya banyak waktu luang setelah selesai mengerjakan dengan cepat, gelombang rasa kantuk merayapinya karena pelajaran olahraga tadi. Karena itu, Fumino memutuskan untuk menjatuhkan tubuhnya ke meja, dan tidur siang sebentar. Biasanya, dia akan langsung tertidur saat melakukannya. Tapi sekarang—
Mugh…B-Benar…ketika aku menjatuhkan tubuh ke meja, inilah yang terjadi…
Fumino dengan menyakitkan diingatkan akan volume besar dadanya saat ini. Karena dia pernah mengalami ini sebelumnya, saat pelajaran sebelumnya saat dia mencondongkan tubuh ke depan, dia juga tidak bisa tidur saat itu. Sampai sekarang, Fumino masih tidak yakin apakah dia harus menyebut ini bayaran yang pantas atau tidak, dia tidak bisa tidur nyenyak di kelas lagi.
Mengingat kembali insiden-insiden itu, dia tertawa lembut dan pahit.
“Yah, mengeluh tidak akan mengubah apapun~”
Berbicara pada dirinya sendiri, Fumino menyiapkan semua yang dia butuhkan untuk pergi, karena rencananya sepulang sekolah adalah belajar di perpustakaan sekolah.
"Baiklah, aku akan berusaha sangat keras hari ini!"
Dia dengan cepat membuang semua pikiran negatif itu dari kepalanya, dan menginjakkan kaki menuju perpustakaan.
Ah, itu mengingatkanku…
Berjalan menyusuri lorong, pikirnya dalam hati.
Aku ingin tahu apakah ini juga salah satu kesulitan yang harus dihadapi orang berpayudara besar…
Hanya dengan berjalan menyusuri lorong ini, dia mengumpulkan banyak tatapan dari sekelilingnya. Ini juga terjadi saat dia sedang ganti baju untuk pelajaran olahraga, sebagian besar gadis memastikan dengan mata kepala mereka sendiri kalau payudaranya asli. Sejak saat itu, informasi itu menyebar seperti api, dan sebagian besar siswa tahu kalau dia tidak menggunakan bantalan.
Namun, itu tidak membuatnya senang. Terutama tatapan beberapa gadis mulai terasa menyengat. Orang itu sendiri mungkin tidak memiliki niat buruk memberikan tatapan itu, tapi hanya dengan melihat sekilas, Fumino merasakan tingkat kecemburuan yang kuat menghampirinya. Pada awalnya, situasi ini adalah sesuatu yang membuat Fumino senang.
Sampai kemarin, aku pasti sama persis seperti mereka, ya…
Gelombang perasaan rumit menghantam hati Fumino.
Aku mendapatkan ini secara tiba-tiba ...
Baginya, rasanya seperti dia adalah cheater. Tentu, itu tidak berarti dia tidak bekerja keras untuk mencapai 'pertumbuhan' yang lumayan dengan cara apa pun. Setiap hari, dia melakukan latihan fisik yang katanya dapat meningkatkan ukuran payudara, dia akan memijat mereka setiap kali dia mandi, atau dia akan makan banyak kacang kedelai yang mengandung isoflavon di dalamnya, yang mempengaruhi pertumbuhan dada, mirip dengan hormon kewanitaan. Setelah semua usaha itu, dia menilai kalau apa yang terjadi padanya adalah hadiah dari para dewa di atas. Tapi bagaimanapun juga, ini bukanlah keajaiban.
…Itu mengingatkanku…
Apakah pikirannya seharusnya bersyukur atau membuat alasan untuk (sebagian) gadis di dunia ini, dia dengan cepat beralih dari topik itu, dan ke hal lain.
Aku ingin tahu apa yang Nariyuki-kun pikirkan...tentang aku yang sekarang.
Sampai sekarang, mereka selalu berbeda kelas, artinya mereka tidak bertemu sepanjang hari. Reaksi seperti apa yang akan dia buat ketika mereka bertemu di perpustakaan…dia sangat menantikannya. Namun, dia merasa sedikit takut juga. Takut ini akan mengubah hubungan mereka saat ini.
Aku tidak berpikir kalau aku harus khawatir tentang itu dengan Nariyuki-kun meskipun ...
Kata-kata yang diucapkan laki-laki itu dulu tiba-tiba terlintas di kepalanya.
—Jika itu orang yang kau suka
—Sesuatu seperti itu tidak ada hubungannya
Semua laki-laki suka yang besar ‘kan? adalah kata-kata yang Fumino lemparkan padanya saat itu, tapi jawabannya membuatnya menurunkan pertahanannya. Itu adalah jawaban khasnya, yang selalu baik kepada orang lain. Mengesampingkan itu adalah perasaannya yang sebenarnya, atau hanya untuk menyenangkan Fumino.
Jika itu orang yang kau suka… ya.
Fumino mulai berpikir, saat wajah laki-laki itu muncul di dalam kepalanya.
Jika Nariyuki-kun menyukaiku, maka dia tidak akan terlalu peduli dengan perubahanku, ‘kan…?
Tiba-tiba, jantungnya berdetak kencang.
…Tunggu, apa yang kupikirkan?!
Saat tiba di depan perpustakaan, dia menegur dirinya sendiri. Untuk beberapa alasan, kegelisahan tertentu memenuhi dadanya.
“…Fuuu…Haaa..” Dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
B-bukannya aku gugup atau apa…Seharusnya tidak masalah bagiku apa yang Nariyuki-kun pikirkan…ya. Aku hanya mencoba lebih bersemangat untuk belajar nanti.
Tanpa ada orang di sekitarnya yang bisa mendengarnya, Fumino melontarkan alasan demi alasan di kepalanya. Setelah itu, dia membuka pintu ke perpustakaan, dan menuju ke area pertemuan kecil. Keberadaan Uruka dan Rizu sudah mulai memasuki pandangannya.
“Yaho, Fuminocchi~”
“Kau sedikit terlambat, Fumino.”
Keduanya memperhatikan Fumino mendekat, dan mengarahkan pandangan mereka padanya.
"Ya, aku hanya sedang memikirkan sesuatu." Memberikan tanggapan singkat, dia duduk, menghadap mereka.
“Memikirkan sesuatu? Apa terjadi sesuatu?"
"Apakah kau ingin membicarakannya?"
“Ahh…bukan apa-apa. Ini bukan masalah besar.”
Fumino berpikir untuk meminta nasihat 'Senpai' Rizu tentang bagaimana menghadapi semua kesulitan yang dia alami, tapi bahkan jika dia bertanya, Fumino ragu dia akan mendapatkan sesuatu dari itu, jadi dia hanya menggelengkan kepalanya. Pertama dan terpenting, dia tidak ingin menghalangi proses belajar mereka berdua.
“Ngomong-ngomong, dimana Nariyuki-kun?” Mengubah topik, Fumino melihat sekeliling.
Karena dia mengingat semua yang terjadi hari ini, dia agak terlambat datang, jadi dia yakin semua orang seharusnya sudah sampai lebih dulu, tapi Nariyuki tidak ada.
"Ah, dia bilang dia tidak bisa datang hari ini."
"Dia ada urusan penting, katanya."
“Ah, begitukah…” Fumino mengangguk.
Dia mendapati dirinya merasa lega, dan juga sedikit kecewa pada saat yang sama.
+×+×+×+
Belajar mereka berjalan seperti biasa, dan tak lama kemudian hari mulai gelap.
“Itu mengingatkanku, Fuminocchi.”
Saat mereka bertiga dalam perjalanan pulang, Uruka memanggil Fumino dengan nada seolah-olah dia baru saja mengingat sesuatu. Fumino berasumsi kalau itu tentang dadanya lagi.
“Aku lupa soal ini tadi pagi karena aku sangat bingung, tapi kau memakai bra, ‘kan? Bagaimana caramu mendapatkan bra itu? Aku tidak ingat ada toko pakaian dalam yang baru dibuka di jalan-jalan yang menuju ke sekolah?”
“Ah, sebenarnya. Kebetulan aku punya satu di rumah.”
“Eh…? K-Kau kebetulan punya...? Kenapa kau punya yang ukurannya segitu…Ah, oh! Um... begitu ya! Haha!" Uruka memasang ekspresi bingung, tapi dengan cepat tertawa terbahak-bahak, seolah-olah menutupi sesuatu.
“Bukankah itu sangat buruk?” tanya Rizu dari seberang.
“Eh, apa?” Tidak mengerti apa yang dia maksud, Fumino memiringkan kepalanya dengan bingung.
“Saat ini, kau hanya punya satu bra yang pas, ‘kan?”
"………Ah."
Namun, kata-katanya berikut akhirnya membuat Fumino menyadari masalah mendasar itu. Sebaliknya, kenapa dia tidak memikirkan tentang itu? Yah, untuk membuatnya lebih sederhana, dia terlalu sibuk menikmati kehidupan orang-orang yang memiliki dada yang diberkahi. Yang membawa kegembiraan dan juga masalah, itulah yang memenuhi kepalanya sepanjang waktu.
Satu-satunya ukuran yang pas untuknya adalah objek pemujaannya, yang dia kenakan saat itu juga. Dalam skenario terburuk, dia bisa memakai itu untuk besok, tapi itu tidak bagus.
“S-Sekarang setelah kau mengatakannya…Kurasa aku akan mengambil jalan memutar ke toko pakaian dalam dalam perjalanan pulang,” Fumino menghela nafas lega, hampir tidak menghindari situasi berbahaya itu.
“Jika begitu, ada toko yang ingin kurekomendasikan padamu. Aku pergi ke sana sebelumnya bersama Rizurin.”
“Ahh, toko itu. Aku juga merekomendasikan toko itu. Dengan ukuranmu yang sekarang, aku menyimpulkan kalau kau tidak akan memiliki banyak pilihan di toko biasa. Di toko itu, ada banyak yang desainnya imut juga.”
Uruka menyatukan tangannya saat dia berbicara, sementara Rizu dengan tenang memberikan persetujuannya.
"Benarkah? Terima kasih, itu sangat membantu.”
Rupanya, memilih toko yang tepat untuk membeli bra itu perlu. Sekali lagi, Fumino belajar sesuatu yang baru sebagai gadis yang diberkahi.
“Tokonya ada di dalam mal, dari sini…”
… Hm?
Saat Fumino mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Uruka, dia mendapat firasat buruk. Lagi pula, dia memiliki pengalaman tertentu dengan toko pakaian dalam di sana, dan itu jelas bukan pengalaman yang bagus.
“Um… Apa nama tokonya, Rizurin?”
Lalu…
“Luxure Jerry, ‘kan?”
Dengan itu, firasat buruk Fumino dipastikan benar.
+×+×+×+
Nariyuki mengenakan kostum boneka saat dia bekerja di sana, dia tahu kalau Fumino berukuran 'A', datar. Itu adalah insiden menyakitkan dan sulit untuk dipercaya yang terjadi di toko pakaian dalam ini– Luxure Jerry. Dan tetap saja, dia cukup sial mengunjungi toko ini lagi.
Nah, Nariyuki bilang dia hanya bekerja sementara di sini…
Karena itu, kemungkinan bertemu lagi dengannya di sini sangat rendah.
Dan juga, aku sekarang tidak punya alasan untuk malu lagi!
Karena itu, dia berjalan ke toko dengan dada terangkat tinggi.
A……
Rak di mana dia biasanya akan berhenti sepenuhnya dia abaikan.
B…C……D……..E…
Dia melewati bagian yang biasanya dia pandang dengan kekaguman seolah itu wajar baginya untuk melakukannya.
…F
Bahkan di sudut yang seharusnya hanya didatangi ‘para dewa', kakinya tidak berhenti.
G!
Baris yang Fumino tuju bahkan di luar jangkauan para dewa. Dan ‘objek pemujaan' yang dia pakai sekarang termasuk dalam kisaran ukuran ini.
Tapi, aku harus mengukur ukuranku sekali lagi hanya untuk memastikan…
Pertama dan terpenting, ‘objek pemujaan' adalah sesuatu yang dia beli karena kekaguman. Saat ini, tidak akan aneh jika ukurannya sedikit di luar perkiraannya.
"Permisi ~ bisakah seseorang mengukurku?"
Karena dia tidak dapat menemukan karyawan di sekitarnya, dia memanggil dengan keras. Pada saat yang sama, seorang karyawan datang dari belakang toko.
—Dan tiba-tiba, Yuiga Nariyuki yang liar muncul!
... Yah, tidak.
"Ya. Aku akan mengukur ukuran Anda segera. ”
Karyawan wanita biasa itu menunjukkan wajahnya, dengan senyum kerja.
Ya masuk akal kalau hal seperti itu tidak akan terjadi lagi.
Fumino merasakan ketegangan keluar dari tubuhnya, saat dia menunjukkan senyum masam. Setelah membungkuk sebentar, karyawan itu melanjutkan pekerjaannya dengan gerakan yang cepat dan gesit, menempelkan pita pengukur di berbagai bagian dada Fumino, seperti bagian atas, dan bagian bawah. Setelah beberapa detik berlalu, hasilnya adalah—
Yeah, G cup sempurna!
Fumino membuat pose kemenangan di dalam dadanya.
"Terima kasih banyak," Fumino tersenyum pada karyawan itu seolah mengatakan ‘Ukuranku memang selalu segini, tahu?'.
Nah, saatnya untuk mencoba beberapa!
Mengambil beberapa bra dari berbagai macam bra di depannya, Fumino berjalan ke ruang ganti sambil bersenandung pada dirinya sendiri. Melepas pakaiannya, dia melepaskan ‘objek pemujaan', diikuti dengan mencoba salah satu bra yang dia bawa. Volume besar dadanya, dan bra berwarna cerah sangat cocok.
Ya, ya, rasanya luar biasa.
Melihat sosoknya di cermin, Fumino mengangguk beberapa kali.
Tapi… mungkin agak terlalu mencolok?
Dia memiringkan kepalanya saat dia berpikir sendiri.
Yah, tidak perlu terburu-buru, jadi sebaiknya aku mencoba beberapa bra lain~
Untuk Fumino, ini adalah pertama kalinya dia merasa bersemangat belanja di toko pakaian dalam. Pilihannya sejauh ini sangat terbatas, dan yang dia lakukan hanyalah membeli yang dia suka lalu segera pergi lagi. Kali ini, dia merasa sangat puas melihat sosoknya di cermin.
Setelah memutuskan untuk membeli bra itu, Fumino dengan cepat pergi untuk mengambil 'objek pemujaan' lagi.
“… Ups.”
Namun, tangannya terpeleset, dan saat bra itu menari-nari di udara, bra itu terbang ke luar ruang ganti.
"Permisi? Braku lepas, jadi bisakah Anda mengambilkannya untukku?” Fumino memanggil karyawan yang tadi.
Tak lama kemudian, dia mendengar seseorang bergerak di luar tirai.
"Terima kasih banyak." Dia mengumpulkan senyum ramah, dan membuka tirai.
Dengan melakukan itu, dia melihat orang yang mengambil 'objek pemujaan'. Namun, tangan yang mendorong bra ke arahnya bukan milik manusia, melainkan tangan kostum boneka.
“……”
Fumino, dengan senyumnya yang membeku, perlahan mengarahkan pandangannya ke atas.
“……”
Dan kemudian, tatapan mereka bertemu. Itu adalah wajah yang pernah dia lihat sebelumnya, di suatu tempat… dan 'suatu tempat' itu mengacu pada toko yang dia kunjungi sekarang. Itu adalah karakter maskot mal ini, 'Wankoro Hanako'.
“………”
Tentu saja, wajah itu saja tidak cukup untuk menimbulkan kejutan sebanyak ini pada Fumino, dan maskot itu sendiri tidak bisa disalahkan. Ya, dia bisa saja berpikir 'Karyawan ini pasti kerepotan', menerima bra, dan mengakhiri seluruh situasi ini. Ya…jika maskot itu tidak berusaha sekuat tenaga untuk dengan panik memalingkan kepalanya, seperti yang dilakukan seorang laki-laki dulu.
“………”
Wussss .
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Fumino menyambar bra itu, dan menutup gordennya.
“………”
Mengenakan 'objek pemujaan' lagi, dia kemudian mengenakan kemejanya dan sisa seragamnya.
“…………”
Wusssss.
Dia membuka tirai, hanya untuk disambut oleh Wanko Hanako, masih dalam posisi yang sama seperti sebelumnya. Hampir seolah-olah telah mempersiapkan diri untuk hukuman ilahi yang akan datang.
“……”
Masih benar-benar diam, Fumino meletakkan satu tangannya di bagian kepala kostum. Dia mengambil napas dalam-dalam, dan dengan cepat menariknya untuk melihat wajah orang di dalamnya.
“H-Halo…Furuhashi-san…” Yuiga Nariyuki menyapanya dengan senyum paksa.
“………” Fumino hanya tersenyum padanya dalam diam.
Itu senyum yang cukup indah. Bahkan dia sendiri tidak yakin bagaimana dia bisa mempertahankan senyum itu dalam situasi seperti itu. Mungkin itu sebagai cara untuk melarikan diri dari kenyataan di depannya.
“………”
“………”
Keheningan canggung seperti itu terjadi selama beberapa detik, sebelum—
“Hyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?!”
Bersamaan dengan jeritan nyaring itu, wajahnya terbakar semerah tomat.
+×+×+×+
"Aku sangat menyesal…"
“Yah, itu kecelakaan… dan akulah yang membuka tirainya begitu saja… Karena itu, tolong angkat kepalamu, oke…?”
Saat Nariyuki bersujud di depan Fumino, dia masih tersipu merah, namun juga memberi isyarat padanya untuk bangun. Meskipun dia akan marah jika tindakannya memiliki motif tersembunyi, dia tahu kalau dia bukan tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu. Dia malu, tapi tidak benar-benar marah.
Menurutnya, dia tidak pernah berencana untuk membuka tirai itu sejak awal, yang berarti Fumino juga salah dalam kejadian ini, karena tiba-tiba membuka tirai itu.
Catatan, seperti sebelumnya, dia sedang membantu menggantikan pekerjaan ibunya. Karena jam kerjanya sudah berakhir sekarang, dia melepaskan kostum bonekanya.
“Um…Yah…Aku benar-benar tidak melihat apa-apa! Aku memalingkan wajahku! Dan aku menutup mataku!” Setelah mengangkat kepalanya, Nariyuki dengan putus asa mencoba membela dirinya.
“Benarkah~?”
“Y-Ya…” Ditatap dengan tatapan curiga, Nariyuki mengalihkan pandangannya.
“………” Fumino diam-diam mengeluarkan aura menekan.
“………”
Lebih menekan.
“…………”
Lebih menekan lagi.
“………”
"A-aku memang melihat sedikit ..."
Setelah situasi ini berlanjut selama beberapa detik, Nariyuki menyerah karena tekanan itu, dan mengaku.
“A-Aku pasti akan menebusnya! Benar! Biarkan aku mentraktirmu es! Lima scoop es!” Dan dia bahkan mencoba bujukan yang sama seperti sebelumnya.
“Ahaha, tidak apa-apa. Seperti yang kukatakan, kita berdua sama-sama salah. ” Fumino hanya terkikik sambil melambaikan tangannya padanya.
Pada waktu yang sama.
"Hah…?"
Untuk beberapa alasan, dia merasa kepalanya sedikit goyah.
"Daripada itu ..." Dia mulai gelisah tanpa alasan. "Bagaimana itu menurutmu?"
Mulutnya mulai bergerak sendiri, dan sebelum dia menyadarinya, dia sudah mengucapkan kata-kata itu.
“A-Apa maksudmu?!”
“Dadaku…Aku bertanya-tanya apa pendapatmu, setelah melihatnya…” Seolah-olah dia adalah orang yang berbeda.
Apa yang kutanyakan?!
Meskipun dia sangat panik di dalam, itu tidak terlihat di luar sedikit pun, dan dia tidak menemukan kesempatan untuk menarik kembali kata-katanya.
“Yah…mereka terlihat…sangat besar…”
Wajah Nariyuki memerah, saat dia memberikan jawaban jujur.
"…Itu saja?" Tapi, Fumino tidak puas. "Apakah kau ... mulai melihatku secara berbeda, atau apa?"
Apakah dia harus benar-benar menanyakan itu? Fumino tidak terlalu yakin. Pada saat yang sama, Nariyuki.
"Hah? Kenapa aku harus mulai melihatmu secara berbeda?” Nariyuki memiringkan kepalanya, tidak mengerti sama sekali apa yang Fumino maksud.
“Maksudku…dadaku tidak sebesar ini sebelumnya…”
“Bahkan jika milikmu .. tidak berubah ….”
Kemungkinan besar, dia akan mengatakan 'kecil' tadi, tapi nyaris tidak berhasil menelan kata-kata itu.
"Kau adalah kau, 'kan?" Nariyuki menyatakan itu, tidak ada sedikit pun keraguan dalam kata-katanya.
"Aku adalah aku ... ya ..."
Kata-katanya segera sampai ke dadanya.
Kurasa aku hanya terlalu memikirkan tentang itu.
Dia akhirnya mengerti kecemasan yang dia rasakan, ketika dia menuju ke perpustakaan. Saat dadanya semakin besar, cara orang memandangnya berubah, dan dia merasakannya secara langsung, yang membuatnya gugup dan tidak yakin apakah orang-orang yang dekat dengannya akan melakukan hal yang sama, meskipun itu tanpa disadari. Untungnya, dia tahu kalau Rizu dan Uruka masih memperlakukannya sama seperti biasanya…tapi tidak begitu dengan Nariyuki.
“Ya, itu masuk akal! Bagaimanapun, aku adalah aku! ”
Sekarang setelah kekhawatirannya hilang, dia bisa menunjukkan senyum dari lubuk hatinya.
“Haha, tetap saja, mereka benar-benar tumbuh. Kalau terus begini, mereka mungkin akan membengkak sampai meledak, ‘kan?”
Pada saat yang sama, Nariyuki memberikan komentar sambil menunjuk ke dada Fumino.
“Um…Nariyuki-kun…itu pelecehan seksual…” Fumino menganggap kata-katanya sebagai lelucon, dan tersenyum masam.
“10…detik…sampai…ledakan…”
Namun, bukannya meminta maaf dengan canggung seperti biasanya, Entah kenapa, Nariyuki mulai menghitung.
“9…8…”
Itu hampir terdengar seperti robot, saat dia terus menghitung.
“N-Nariyuki-kun…? Kau bertingkah agak aneh…? …Tunggu, huh?”
Dia merasakan rasa tidak nyaman tertentu yang berasal dari dadanya, dan menurunkan pandangannya.
“Waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa?!” Dia tidak bisa menahan jeritannya.
Dadanya terus membengkak, melewati batas bahaya. Pakaiannya hampir robek karena tidak bisa menahan payudaranya yang terus membesar.
“A-Apa ini?! Apa yang sedang terjadi?!"
“4…3…2…1…”
Saat Fumino panik, tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri, hitungan mundur Nariyuki terus berlanjut.
"—Nol."
Dan kemudian, ketika hitungannya mencapai nol.
Boooooooom!
Sebuah ledakan keras terdengar, dan dada Fumino meledak.
+×+×+×+
“Kenapa mereka meledak?!”
Bersama dengan jeritannya sendiri, dia terbangun dari tidurnya.
“…Tunggu, huh…?”
Saat dia memeriksa sekelilingnya, itu adalah kamarnya yang sangat dia kenal.
“………Eh?” Tidak dapat memahami situasinya, suara bingung keluar dari mulutnya. “Jangan bilang… mimpi? Dan jika begitu… yang tadi…? Ah, bagaimana …!”
Dia panik untuk sesaat, tapi rasa tidak enak itu masih ada.
"Ahh ... terima kasih Dewa."
Memastikan itu, dia menghela nafas lega. Namun.
Gedebuk.
Saat dia mengangkat bagian atas tubuhnya, dia merasakan beban di dadanya menghilang.
“…Eh?”
Ia mengalihkan pandangannya ke sumber suara itu. Di sebelahnya ada sebuah buku yang tampak berat.
“…Eh?”
Dia meletakkan tangannya di dadanya. Volume yang diberkahi itu hilang.
“…………Eh?” Dengan hati-hati, dia menatap dirinya sendiri.
Hilang.
Tidak.
Datar.
Rata.
A.
Itu adalah perasaan yang sama yang dia rasakan selama 18 tahun terakhir.
“Ja…Ja…Jangan…”
Dia harus menerima kenyataan itu dengan paksa, tapi itu tidak berarti itu sepele.
“Jangan bilang padaku kalau 'Itu hanya mimpi' dan itu sudah berakhir!!!”
Setelah berteriak-teriak marah, dia menatap tanggal pada jam di dekatnya, dan itu tepat sehari setelah dia ketiduran ketika dia ingin membaca buku itu. Hari itu, di mana dia memiliki payudara besar, tidak pernah terjadi.
“Itu terlalu kejam, Dewa! Jangan mengejekku! Akan lebih baik jika aku tidak melihat mimpi itu sejak awal! ” Dia melemparkan semua kemarahannya ke langit-langit.
Kegembiraan, dan beban, kenangan itu ada di sana, tapi itu bukan kenyataan.
“……………… Haaaa.” Dia hanya bisa menghela nafas panjang. “Aku adalah aku, ya…” Kata-kata itu keluar dari bibirnya.
Meskipun kata-kata itu dia dengar dalam mimpi, itu terdengar persis seperti Nariyuki sendiri yang mengatakannya.
"Ya itu benar."
Meskipun itu adalah senyum masam, dia mencoba yang terbaik untuk memaksa senyum itu keluar.
“Tidak masalah seberapa besar payudaraku! Aku adalah aku, dan itu yang terpenting!”
Menghibur dirinya sendiri, dia merasa sedikit lebih baik daripada sebelumnya. Tapi—
“…………… Satu-satunya kesempatanku untuk memasuki masa percepatan pertumbuhan besar-besaran masih ada, ‘kan?”
Dia tiba-tiba memiliki keinginan untuk mengukur dadanya secepatnya.
“Sekarang adalah waktuku untuk mekar!”
Tapi, tidak peduli berapa kali dia melakukannya, ukurannya tidak berubah.
➖➖➖➖
[1] Obyek pemujaan, biasanya ada di rumah-rumah orang Jepang.
[2] Nihilismus Eropa pada abad ke-19.
➖➖➖➖
Translator: Janaka