Epilog – Lamaran saja tidak cukup
Irido Mizuto - Di luar rumah
"Kalau begitu, kami berangkat~"
“Hati-hati di jalan. Mizuto-kun juga hati-hati di jalan."
Yume dan aku keluar dari pintu depan menuju dunia tengah malam bersama.
Meskipun salju tidak turun, napas yang kuhembuskan menjadi asap putih. Dengan tanganku di saku mantelku, aku melihat ke langit berbintang.
“… Fufu~”
Aku maju selangkah, dan Yume berjalan di sampingku dengan langkah kaki yang riang.
"Orang tua kita, tidak menyadarinya."
Setelah itu, dia menatap wajahku dengan wajah seperti seorang bocah yang berhasil membuat lelucon.
Aku memelintir bibirku dengan sinis,
"Itu akan menjadi masalah besar jika mereka menyadarinya."
“Aku terkejut. Kau bisa melakukan petualangan (mengambil resiko) seperti itu. ”
"Setiap orang punya waktu ketika mereka mengagumi pahlawan."
"Kau yakin? Seperti berenang di waduk atau semacamnya.”
"Aku bukan pahlawan, idiot."
Kami terkikik saat kami berjalan di bawah langit yang dingin.
Berjalan sedikit lebih jauh dan kami sampai di jalan yang lebih lebar, disambut oleh kerumunan pejalan kaki yang tidak cocok untuk tengah malam. Tapi sampai saat itu, dunia masih milik Yume dan aku untuk sementara waktu.
"Tidak apa-apa menyembunyikannya sebentar, ‘kan?"
“Um. Sampai sekarang, kau tidak perlu takut, tapi … ”
"Tapi?"
"Merahasiakannya sepertinya akan sedikit menyenangkan."
Melihat Yume mengayunkan bahunya yang kecil, aku menghela nafas kecil.
“Kau jadi lebih berani. Apakah itu pengaruh dari ketua OSIS itu?”
"Bagaimana mungkin. Ketua juga pengecut.”
"Orang itu?"
"Mengejutkan, ‘kan?"
"Sulit dipercaya…"
Aneh bagiku sekarang untuk mengatakannya, tapi aku tidak begitu mengerti perempuan.
“Yah, bagaimanapun juga... untuk sementara, kita masih keluarga.”
"Benarkah?"
Yume memiringkan kepalanya sedikit dan kemudian dengan ringan melompat selangkah di depanku, lalu mengintip wajahku dari depan.
"Bahkan di luar rumah ... kita masih keluarga?"
Tidak ada satu orang pun di sekitar.
Hanya bayanganku dan Yume yang terkulai di bawah lampu jalan Tahun Baru.
Tidak ada orang yang mengira kami hanya keluarga di dunia ini.
“...Seperti yang diharapkan dari gadis berotak merah muda ya.”
"Jadi?"
Aku memeluk pinggang Yume di atas mantel tebalku.
Yume mengangkat dagunya sedikit dan kemudian menutup matanya seolah menyerah.
Ini pertama kalinya, tapi sangat nostalgia.
Kami telah melakukan ini berkali-kali di masa lalu.
Dan mulai sekarang juga, akan ada sering seperti ini.
Aku dengan lembut menempel bibirku di bibir Yume.
Seolah bernostalgia dengan perasaan lembut itu, setelah bibir kami berpisah dengan lembut, kami saling menatap mata sambil menjaga jarak di mana napas putih kami menyatu.
“Aku senang sudah meningkat. Dibandingkan saat SMP.”
Aku menjawab Yume.
“Menurutmu siapa yang melatihmu? Gadis canggung.”
"Siapa itu? Aku lupa.”
"Haruskah aku membuatmu mengingatnya?"
"Bisakah kau mengingatkanku sekali?"
Aku membiarkan bibir kami bersentuhan lagi.
Kali ini lebih dalam dari sebelumnya, sambil memeluk tubuh Yume lebih erat.
Jika kau tidak ingat, ulangi saja.
Tidak peduli berapa kali, dalam jangka waktu yang lama.
Jumlah waktu itu mungkin akan menentukan ikatan kami.
Bukan keluarga, bukan kekasih, bukan suami istri.
Aku butuh kata-kata. Tapi itu tidak cukup
Satu kata untuk menunjukkan kesiapan kami masih belum cukup.
—Lamaran saja tidak cukup.
Waktu akan menunjukkannya.
Hidup kita adalah jawabannya.
“—Kita merahasiakannya dari orang tua kita, bagaimana dengan yang lain?”
"Yang lain?"
“Akatsuki-san, atau Kawanami-kun misalnya... Mereka yang mendukung kita.”
“Berbicara dengan Kawanami terlihat merepotkan… Jika kau memberi tahu Minami-san, dia otomatis akan tahu.”
“...Bagaimana dengan Higashira-san? Apa aku yang harus bilang?"
"Tidak…"
Aku melepas sarung tanganku dan mengeluarkan ponselku dari saku.
Yang kubuka adalah chat pribadi dengan Isana.
"Mulai sekarang aku akan mengatakan ... aku akan menunjukkan keberanianku."
Aku tidak berpikir itu memiliki banyak arti, bahkan ketika aku memikirkan kata-katanya.
Kemudian aku mengetikan kata-kata sederhana ke dalam smartphone-ku.
“Selamat Tahun Baru”
Higashira Isana – Karya
“Juga, aku akhirnya pacaran dengan Yume”
Di awal tahun baru, melihat pesan yang kuterima, hatiku terguncang.
"…Ahhhhhhh"
Aku mengeluarkan suara kosong yang tidak berarti saat aku ambruk ke tempat tidur.
Rasanya seperti pikiranku telah membeku.
Sekarang aku hanya ingin melihat langit-langit. Aku menemukan diriku seperti itu.
Ini ... benar-benar mengejutkan.
Aku—betapa terkejutnya aku.
“…………………”
Itu mengejutkan. Aku benar-benar terkejut.
Dan lebih dari itu, aku kecewa.
Sepertinya aku masih berpikir bahwa aku masih memiliki kesempatan dengan Mizuto-kun.
Setelah mengatakan itu untuk mendukung Yume-san! Perempuan itu menakutkan, 'kan? Meski menunjukkan kelembutan, aku masih menunggu kesempatan untuk menerkam!
...Kalau dipikir-pikir, rasanya seperti Yume-san melakukan hal yang sama sepertiku di masa lalu. Bagaimanapun, perempuan adalah makhluk hidup yang menakutkan.
“…………………”
Tidak tidak tidak tidak.
Ini tidak seperti aku berpikir akan mungkin untuk pacaran dengannya.
Ini, ya, seperti idol yang kusuka punya pacar...
Ini seperti...aku berpikir 'semoga bahagia' di hatiku, tapi apa yang menusuk menusuk dadaku ini...?
Aku tidak bisa menjelaskan perasaan aneh dan rumit yang berputar-putar di dadaku ini.
Satu-satunya hal yang jelas bagiku adalah keyakinan bahwa ada sesuatu yang hilang dalam setiap kata.
Dan sebelum aku menyadarinya.
Aku sudah sampai di meja.
Mencengkeram pena, memulai aplikasi Ilustrator, secara tidak sadar seperti saat mematikan jam alarm.
Itu hanya kanvas kosong, tapi... anehnya, gambar itu muncul di depan mataku.
Kemudian aku melukiskannya dengan pena.
Jiwaku berkata aku harus melakukannya.
Irido Mizuto - Lebih meyakinkan daripada kata-kata
Pada hari berikutnya.
Sebuah ilustrasi asing diunggah ke akun Twitter Isana, yang seharusnya kukelola.
Mungkin selama sisa hidupku, aku akan mengingat saat aku melihat ilustrasi itu.
Hal pertama yang menarik perhatianku adalah langit biru yang mengingatkan pada musim panas. Jejak awan seolah membelahnya.
Gadis berseragam sailor sedang duduk di tanggul dan menatap jejak awan itu.
Sambil mengayunkan kakinya setelah melepas sepatunya. Senyum terukir di mulutnya―tapi dia mencengkeram syal merahnya dengan erat.
Postingan tersebut memiliki caption terlampir.
Hanya satu kalimat yang menceritakan keseluruhan cerita.
"Semoga bahagia.”
"… Iya."
Melihat layar smartphone, aku hanya bisa menjawab seperti itu pada akhirnya.
Aku tidak salah.
Dia juga tidak salah.
Meskipun dia dan aku tidak menjadi kekasih.
Tapi pasti—akan bisa menjadi sesuatu yang bisa mengubah dunia.
Itu adalah ilustrasi pertama Isana yang mencapai rekor jumlah retweet di atas 4 digit.
Terima kasih.
Dan berhati-hatilah.
Hari-hari baru baru saja dimulai.
Translator: Janaka
Makasi udah nge TL in, kelass min!
ReplyDelete