Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai - Volume 6 Chapter 4 Bahasa Indonesia


 Bab 4 – Aku Memiliki Masalah untuk Diselesaikan dengan Adik Temanku!


 Angin musim gugur menyapu secara terbuka di sepanjang atap SMA Kouzai.  Angin sejuk itu menyambut akhir musim panas.  Itu membawa suara bersemangat dari para siswa yang masih di sekolah dan melakukan persiapan festival, dan sorakan dari anggota klub olahraga yang melakukan latihan seperti biasa, seolah-olah mereka tidak tahu sama sekali tentang acara yang akan datang.

 Aku berdiri di tengah atap dengan tangan terlipat, melotot ke pintu.

 Tentu saja, aku sedang menunggu Iroha muncul.

 Sudah lama sejak aku mengirim pesan LIME padanya.  Notifikasi sudah dibaca muncul tapi dia tidak membalas, jadi aku mengiriminya pesan baru setiap menit.  Memeriksa riwayat obrolan kami, aku mencatat kalau pesanku yang berikutnya akan jadi yang kelima puluh sembilan.

 Aku tahu kalau apa yang kulakukan itu menyeramkan dan sama dengan penguntit-yandere-gila tingkat tinggi (dan ... terkirim), tapi ini penting — baik untuk tujuanku sendiri maupun untuk kehidupan Iroha.  Aku tidak bisa hanya duduk dan melihatnya melalui itu.  Aku tidak peduli apakah aku membuatnya kesal.  Aku akan terus melakukannya sampai aku melihatnya berjalan melewati pintu itu.

 Ponselku berdering.  Hanya butuh bebeqrapa detik bagiku untuk mengetuk layar dan membuka LIME.

 Iroha: Maaf karena lama membalas!  Aku sedang melakukan de-canaryfying!

 Jawabannya tidak masuk akal.  Aku bisa merasakan otakku gatal saat mengekstrak arti dari kata "de-canaryfying."

 Iroha kemudian mengirim pesan yang mengatakan dia sedang dalam perjalanan, jadi pesan keenam puluhku kepadanya adalah "Oke."

 Seperti yang dijanjikan, dia muncul di atap beberapa saat kemudian, kehabisan napas.

 "Maaf membuatmu menunggu!"

 “Kau akhirnya di sini.  Apakah kau sudah selesai melakukan de-canaryfying?”

 "Ya!  Aku menyingkirkannya bersama dengan banyak keringat saat berlari ke sini! ”

 Itu tidak terlihat seperti sedang bercanda.  Aku melihat dia kehabisan napas, poninya sedikit berkeringat, dan blus sekolahnya juga jadi sedikit tembus pandang.  Aku bertanya-tanya bagaimana pandangan teman-teman sekelasnya yang dia bantu mempersiapkan festival ketika dia tiba-tiba memberi tahu mereka kalau dia akan pergi dan berlari keluar kelas.

 “Kau sudah tahu, ya, Senpai?”

 “Tahu apa?”

 “Kalau hari ini aku memanggil roh Canary-san dan bertingkah seperti dia.”

 "Oh itu.  Ya, aku melihatmu begitu hari ini.”

 "Hah.  Maka kau sudah tahu apa yang coba kulakukan, ‘kan? ”

 "Kurang lebih."

 "Serius?  Kau terlalu tajam, Senpai.”  Iroha tersenyum padaku sedikit canggung saat dia mengatur kembali napasnya.

 Aku bisa melihat kenapa dia merasa canggung tentang hal itu.  Iroha tidak memberitahuku secara langsung kenapa dia memerankan gadis-gadis lain.  Kesimpulanku adalah sesuatu yang kubuat dengan mendengarkan apa yang dikatakan Mashiro dan Sasara.  Tapi reaksi Iroha barusan membuatku berpikir mungkin jawabanku tidak terlalu jauh dari sasaran, jadi sudah waktunya untuk mengakuinya.

 "Aku bukan produsermu tanpa alasan."

 "Benar.  Itu Impianpai-ku!”

 Impian pai?

 Oh.  Impian dan senpai.  Apakah aku tadi berpikiran kotor karena salah dengar sebentar saat itu?

 “Kau sedang bersiap untuk kompetisi.  Tentang itu, ‘kan?”

 Bahu Iroha berkedut.  “Kurasa, ya.”

 Reaksi adik perempuan temanku memberi tahuku kalau aku benar.  Mulutnya menggeliat seperti ulat, tanda yang jelas kalau dia merasa canggung.

 Itu adalah rasa bersalah.  Rasa bersalah karena berani membuang segalanya untuk menggantikannya dengan persona baru.

 “Itulah kenapa kau bertingkah seperti Mashiro dan Sumire-sensei.  Dengan menjadi mereka, kau akan benar-benar dapat memahami inti dari keberadaan mereka.”

 "Ya..."

 "Kau bilang kau akan ikut kontes Ratu Nevermore, ‘kan?"

 “Kau juga tahu tentang itu?”  Iroha tertawa, gugup.  “Kupikir aku terlalu dalam masuk ke karakter Canary-san.  Semua orang memberi tahuku kalau aku harus ikut, dan aku begitu saja melompat ke sana. ”

 “Kau tidak ikut sebagai dirimu sendiri — gadis menjengkelkan saat di dekatku — ‘kan?”

 "Hah?  Tentu saja tidak;  itu gila.  Aku ikut menggunakan kepribadian siswi teladanku. ”

 “Ingat bagaimana kita menciptakan Kokuryuuin Kugetsu bersama?  kita bekerja berdampingan untuk menghasilkan hal terimut yang kita bisa untuk para penggemar Koyagi, dan kita menemukannya.”

 “Hm?  Apa hubungannya hal itu dengan ini?”

 "Semuanya.  Sisi menjengkelkan yang kita campurkan ke dalam kepribadiannyalah yang meningkatkan daya tariknya ke tingkat berikutnya.  Pada dasarnya, apa yang kukatakan adalah, kau tahu, yah.  Kau cukup menarik apa adanya, dengan seluruh... kepribadianmu yang menjengkelkan..."

 Ugh.  Aku mulai berbicara seperti seorang eksekutif perusahaan yang mencoba menutupi kebenaran yang tidak menguntungkan.

 Kau tidak harus mengatakannya;  Aku tahu betapa menyedihkannya aku, tapi aku tidak punya pilihan.  Apakah kau tahu betapa bodoh dan memalukannya untuk memberi tahu seseorang kalau mereka imut di depan wajahnya?  Cobalah—aku yakin kau tidak bisa melakukannya.

 Tunggu, dengan siapa aku bicara?

 “Maksudku, kau tidak perlu merasa harus meniru orang lain.  Kau harus mengikuti kontes Ratu Nevermore sebagai dirimu sendiri, dengan sisi menjengkelkanmu yang meningkat jadi sebelas.  Dengan begitu, kau akan dapat menemukan teman yang menerimamu apa adanya—”

 “O-Oh.  Aku tahu itu, Senpai.”

 "Hah?"

 Untuk sesaat, dia menatapku seperti kucing yang bulunya berdiri.  Ekspresi ramah di wajahnya yang tadi tidak terlihat, dan sebaliknya dia memelototiku dengan kewaspadaan yang hampir seperti kucing.

 “Tidak mungkin aku melakukan itu.  Aku tidak akan pernah jadi menjengkelkan pada orang lain selain kau, Senpai!”

 "Kenapa itu jadi masalah besar bagimu?"  Aku tidak percaya.

 “Kau bilang kau bukan produserku tanpa alasan, tapi kau sama sekali tidak mengerti aku!  Kau tidak mengerti sehelai rambut pun di kepalaku.  Kau adalah pengarah terbodoh dan terbebal yang pernah ada!”

 "Apa?!"

 Penghinaannya ada pada tingkat bocah SD, tapi anehnya, itu benar-benar menyakitkan.  Seolah dia mengatur jarum detik jam internalku jadi beberapa jam di belakang jam dunia nyata.  Seperti perbedaan antara Jepang dan Rio de Janeiro.

 Tunggu, apa maksudmu mereka terpisah dua belas jam hingga tidak ada bedanya?  Terserahlah, aku mencoba membuat perumpamaan yang bagus di sini.  Kau bisa membayangkannya, ‘kan?

 “Aku tidak akan pernah menunjukkan kepada siapa pun di sekolah sisi menjengkelkanku, karena aku tidak butuh teman yang menerimaku apa adanya!”

 “Kenapa kau sangat menentangnya?  Tidak ada yang akan membencimu karenanya.  Dan jika orang dapat menerimamu sebagai dirimu sendiri, bukankah itu akan membuat hidupmu jadi jauh lebih mudah?”

 “Mereka tidak akan menerimaku!  Masalahnya adalah kau tidak menyadari betapa baiknya kau!  Kau satu-satunya yang akan memaafkanku tidak peduli apa yang kulakukan, dan aku ingin tetap begitu! ”

 Awalnya, kami berbicara tentang hal yang sama, tapi di suatu tempat di sepanjang jalan percakapan kami terbagi jadi dua arah, masing-masing mengarah ke tebing terjal yang kami lempari emosi kami, memungkinkan mereka meluncur cepat ke arah yang berbeda.

 “Aku membuat versi diriku yang disukai semua orang.  Aku tidak perlu jadi diriku sendiri di sekolah untuk itu—jika tidak begitu, aku tidak akan jadi siswi paling populer di tahunku.”

 “Bisakah kau menunjukkan kepadaku data yang membuktikan kalau kau adalah yang paling populer?  Bagaimana kau bisa mengatakan itu?  Atau apakah itu sesuatu yang kau putuskan sendiri?  Atau hanya perasaanmu?”

 "Aku tidak...punya data, tapi..."

 “Jika itu semua subjektif, maka kau dapat mengatakan apa pun yang kau inginkan, ‘kan?  Mungkin kau populer ketika kau bertingkah seperti siswi teladan.  Tapi terkadang apa yang kau pikirkan dan apa yang dikatakan angka-angka dapat melukiskan gambaran yang sangat berbeda.”

 Karya yang banyak dibicarakan di sosial media mungkin tidak laku.  Selebriti yang banyak dikritik di internet mungkin memiliki lebih banyak penggemar yang diam.  Kau tidak akan pernah bisa mengandalkan mereka yang bertindak berdasarkan perasaan umum, karena ada kasus-kasus ketika kenyataan pahit dari angka-angka itu membuat mereka tidak lebih dari suara minoritas.  Sayangnya bagi kami, kami belum memiliki angka untuk menyelesaikan perdebatan ini—jadi hanya ada satu hal yang harus dilakukan.

 "Ayo bersaing untuk jadi Ratu Nevermore."

 Deklarasi perang.

 "Apa?"

 "Kau ikut sebagai karakter yang bersikeras kau perankan, bukan sebagai dirimu sendiri, dan kemudian aku akan mengalahkanmu."

 “Kau ingin ikut kontes Ratu Nevermore?  Tunggu, aku tidak mengerti ini.  Tunggu.  Maksudmu kau akan jadi seorang gadis atau apa?  Ahahaha!  Bagus, Sen—”

 Aku menatap matanya dan membuka mulutku tepat sebelum dia selesai menertawakan gagasan itu.  "Benar sekali."

 “Tunggu, benarkah?!”  Terkejut oleh kekuatan tekadku, mata Iroha melebar, dan dia menatapku kosong.

 "Benar.  Aku akan menunjukkan kepadamu kalau tidak mungkin Kohinata Iroha tanpa ciri khasnya yang menjengkelkan bisa mengalahkanku.  Benar sekali..."

 Setiap gamer tahu apa yang harus dilakukan ketika lawan mereka tersentak seperti ini.  Ambil kesempatan untuk menyerang.  Serang, serang, serang.  Aku melangkah ke Iroha yang membeku dan menatap matanya sebelum memberikan serangan terakhir yang menentukan.

 "Aku akan jadi seorang gadis untuk menunjukkan kepada semua orang betapa imutnya kau saat kau menjengkelkan!"

 "Pembicaraan ini tidak masuk akal lagi!"

 Apakah dia mengatakan dia masih tidak mengerti?  Motifku sederhana, logis, dan jujur.

 Iroha tidak percaya pada pesona yang ada di dalam sifatnya yang menjengkelkan.  Dia meyakinkan dirinya sendiri kalau tidak ada yang akan menerima sisi menjengkelkannya.  Jadi dia sekarang mencoba untuk mengambil topeng baru seperti itu adalah beberapa karakteristik seksual sekunder, menyembunyikan dirinya yang sebenarnya lebih dalam dan menarik diri dari prinsip pengarahnya.

 Untuk menghancurkan karakter yang dia kumpulkan dengan tergesa-gesa, aku harus berpakaian seperti seorang gadis dan memukulinya dengan jujur sampai dia tidak sadarkan diri, memberikan bukti tak terbantahkan yang merupakan hasil dari kontes Ratu Nevermore.

 Iroha cemberut dan memelototiku.  "Kau benar-benar menginginkan dunia di mana aku bisa sangat menjengkelkan pada semua orang hingga kau mau berganti jenis kelamin?"

 "Ya."

 “Dan kau benar-benar berpikir kau akan lolos dengan sesuatu yang begitu bodoh?  Kau berjanji untuk memberikan semua yang kau miliki untuk mengelola Aliansi.  Kau berjanji untuk membantuku jadi aktris pengisi suara sepenuhnya.  Aku tidak melihat apa hubungannya ini dengan semua itu.”1

 "Semuanya."

 Iroha benar kalau janji yang kami buat adalah untuk bekerja menuju kesuksesan Aliansi dan menyelamatkan anggotanya.  Aku juga berjanji untuk memperkenalkan Iroha ke dunia hiburan yang penuh warna dan membantunya keluar dan melebarkan sayapnya sebagai aktris terbaik yang dia bisa.  Aku bisa melihat kenapa dia berpikir kalau memberinya lebih banyak ruang untuk jadi dirinya sendiri dengan menemukan orang untuk menerimanya bukanlah bagian dari itu—tapi dia salah.

 Misiku bukan hanya untuk menemukan pekerjaan untuk setiap anggota Aliansi di Honeyplace Works.  Itu untuk membimbing mereka menuju kehidupan paling bahagia yang bisa mereka jalani;  untuk membuat kebahagiaan itu jadi kenyataan bagi mereka.  Saat ini, bukan itu tempat Iroha akan berakhir setelah Mashiro, Ozu, dan aku semua lulus.  Aku tidak bisa membiarkan masa depan di mana Iroha bosan di sekolah dan harus terus bersembunyi di balik topeng siswi teladannya seperti yang selalu dia lakukan di rumah, tidak pernah bisa jadi dirinya sendiri.

 "Sebagai pengarahmu, ini adalah opsi paling efisien yang tersedia bagiku."

 "Baiklah.  Aku tidak berpikir kita akan bergerak maju dengan berdebat lagi tentang ini. ”

 Iroha mungkin setuju denganku di permukaan, tapi dia masih tidak menerima keputusanku.  Itulah yang kumengerti dari tanggapannya.  Dia mungkin memiliki keyakinannya sendiri kalau dia tidak mau mundur.

 "Aku tidak tahu kenapa kau begitu terobsesi dengan idemu ini, Senpai, tapi aku tahu persis apa yang harus kulakukan."  Suaranya diperkuat oleh tekad, Iroha menusukkan jarinya ke bawah hidungku.  “Aku tidak akan membiarkan ini berjalan seperti yang kau inginkan.  Aku sudah selesai jadi menjengkelkan.  Aku akan jadi diriku yang baru!”

 Dan dengan itu, dia berbalik.  Tepat sebelum kembali melalui pintu yang menuju ke dalam, dia berbalik dan menjulurkan lidahnya ke arahku dengan lebih megah daripada bocah SD mana pun.  Kemudian, dia menghilang melewati pintu, membantingnya di belakangnya.

 Itu tidak masalah.  Aku tahu ada risiko Iroha mungkin membenciku untuk sementara waktu karena menghentikannya melakukan apa yang dia inginkan.  Aku hanya perlu terus maju, berpegang teguh pada keyakinanku kalau jalan yang kulalui adalah jalan yang benar.

 Aku berhenti.

 Dan kemudian aku diliputi kecemasan tiba-tiba, mungkin saja Iroha mengunci pintu dari dalam ...

+×+×+×+

"Apakah dia mengunci pintu itu?"

 "Tidak.  Tapi tidak disangka dia bisa benar-benar marah dan mengurungku di atap sendirian... Bukankah itu menakutkan?”

 “Beruntung dia belum begitu yandere sekarang.”

 “Apa maksudmu, 'belum'?!  Haruskah aku khawatir ...?”


Translator: Janaka

Post a Comment

Previous Post Next Post


Support Us