Mamahaha no Tsurego ga Motokano datta - Volume 1 Chapter 2 Bahasa Indonesia

 

Bab 2 - Mantan pacar di rumah (Ini rumahku. Itu normal bukan?)

 

+ PoV Yume Ayai +

 

Aku masih muda dan bodoh, jika aku memikirkannya kembali sekarang. Tetapi antara tahun kedua dan ketigaku di SMP, aku memiliki seseorang yang disebut pacar.

Dia memiliki wajah yang tak akan pernah menonjol, dia tak terlalu peduli dengan fashion, dia selalu membungkuk, dan membicarakan hal-hal yang membosankan. Dia sama sekali tidak menawan sebagai seorang pria; Pada dasarnya dia itu seorang bajingan, tapi dia agak pintar.

Tapi saat itu, aku masih SMP, masih berada di tengah-tengah masa mudaku, dan aku adalah seorang gadis yang tampak sangat polos. Aku merasakan *kebahagiaan yang luar biasa hanya karena seseorang memperlakukanku dengan baik, mengobrol denganku, dan menikmati kebersamaan denganku.

(TL Note: Bahasa Inggrisnya ‘Cloud Nine’)

Aku ceroboh. Aku benar-benar bodoh.

Aku dengan gelisah menulis surat cinta saat tengah malam, dan aku menyerahkannya secara tiba-tiba. Kapal takdirku pun mulai berlayar.

Akhir dari romansa SMP-ku hanya bisa digambarkan sebagai ‘malapetaka’.

Ini bukan manga shoujo yang dimaksudkan untuk menyenangkan anak-anak. Hanya butuh sedikit waktu sebelum kami bangun dan menyadari kenyataan. Dan setelah itu, kami pun putus seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Pria itu dan aku tidak bisa menghindari nasib yang seperti itu.

Orang tua kami kemudian menikah lagi, dan kami menjadi saudara tiri dan tinggal di bawah atap yang sama.

Mereka mengatakan kalau hidup tidak selalu berjalan mulus, tetapi bencana seperti itu bukanlah sesuatu yang umumnya terjadi. Itu pasti Dewa bajingan yang menjebak kami, itu pasti.

Jebakan yang dipasang oleh Dewa. Dengan kata lain, takdir.

Hari-hari di mana aku akrab dengan pria itu telah kubuang dari pikiranku ke tempat sampah, tapi aku harus mengakui bahwa pikiranku masih memiliki beberapa kenangan yang tak bisa dihapus, seperti lumut yang tak bisa dibersihkan di pemandian.

Aku pikir itu terjadi di antara tahun kedua dan ketiga kami pada saat liburan musim semi.

Aku diundang ke rumah pria itu.

Ayahku tidak ada di rumah sekarang.

Dan dengan begitu, dia langsung ke intinya dengan suara malu. Aku bodoh pada saat itu, dan hal yang pertama kupikirkan adalah.

Akhirnya telah tiba.

Kami sudah berkencan, kami sudah berciuman, jadi apa selanjutnya?...itulah yang dipikirkan setiap gadis SMP. Bukannya aku cabul. Serius.

Sepertinya ini sering dibicarakan di antara para gadis, yang kadang-kadang aku dengar. Lagipula, kami baru saja memulai pertempuran kami melawan menstruasi yang menakutkan. Disini ada jarak antara kami dan para bajingan yang hanya melongo melihat foto-foto di internet dan mengoceh.

Aku mempersiapkan diriku. Aku akhirnya akan mengalami apa yang ada di buku. Antisipasi dan kegelisahanku adalah dengan rasio 3:7. Itu adalah pertama kalinya aku memasuki kamar pacarku, rasanya seperti jika akan merantau ke ibukota.

Aku merantau ke ibu kota.

Itu adalah cara yang bodoh untuk mengungkapkan perasaanku ketika aku pergi ke tempat pacarku, dan juga menjelaskan tekad yang aku milikimalam sebelumnya, aku mencari di internet tentang ‘hal-hal yang perlu diketahui sebelum pengalaman pertama’, dan pada dasarnya mencari dimana-mana, tanpa meninggalkan satu pun batu terlewat. Bahkan aku berlatih cara membuat *suara.

[TL Note: Taulah suara apa yang Yume latih ( ͡° ͜ʖ ͡°)]

Aku memastikan aku benar-benar siap, masuk ke kamar pria itu, dan hal pertama yang harus kulakukan adalah mencari tempat yang nyaman. Ruangan itu berantakan, banyak buku yang berserakan, dan satu-satunya tempat untuk duduk adalah tempat tidur. Apakah di sana? Apakah aku harus duduk di sana? Pikiranku kacau, aku bingung, dan kemudian pria itu berkata.

Jangan khawatir, duduklah.

Jadi aku duduk di tempat tidurnya, tetapi apa yang terjadi selanjutnya benar-benar mengejutkan. Secara alami pria itu duduk di sebelahku.

Aku berpikir. Ehhhh....!? D-dia lebih agresif daripada yang kukira....! Meskipun dia biasanya pria yang pendiam! Serius, rasanya aku ingin ditabrak truk dan pergilah ke isekai sana!

Itulah yang aku pikirkan dari pemahamanku, tetapi sayangnya, aku terjebak di bumi, dan mulai mengobrol dengan pria itu.

Aku tidak ingat apa yang kami bicarakan. Pikiranku benar-benar disibukkan dengan hal-hal seperti, kapan dia akan menyerangku, apakah kami akan memulai dengan ciuman lebih dulu, apakah pakaian dalam yang kupakai sekarang tidak masalah?

Setiap kali pria itu membuat gerakan, bahuku bergetar; setiap kali jari kelingkingnya berkedut, aku mengeluarkan suara aneh. Saat-saat seperti itu yang dialami gadis naif yang malang itu berlangsung 10 menit, 20 menit, 30 menit. Dan kemudian sejak saat itu, satu jam berlalu, dua jam berlalu, tiga jam berlalu...

Hah? Kita belum selesai bicara? Aku mulai berpikir begitu, dan akhirnya, pria itu berkata,

Yah, ini sudah saatnya. Aku rasa...

Akhirnya.

Akhirnya telah tiba.

Tolong lakukan pelan-pelan, tolong jangan takut, dan tolong pastikan semuanya berjalan dengan baik...!

Kau harus pulang ke rumah. Aku akan mengantarmu pulang.

.............................................

Eh?

E-erm...

Jika kau pulang terlambat, keluargamu akan khawatir.

Jadi, aku diantar pulang ke apartemenku.

Tunggu, serigala pengawal!? Hanya itu saja!?

Aku memikirkan sesuatu seperti itu sampai kami hampir tiba di rumah, tetapi memikirkan itu, ibuku ada di rumah. Jelas lebih tepat melakukan hal-hal seperti itu di rumahnya tidak peduli bagaimana aku melihatnya.

Dia hanya melambai padaku seperti biasa sebelum aku masuk, dan hanya berkata dengan normal,

Aku menikmati hari ini. Itu saja, sampai jumpa.

Aku hanya melihatnya pergi, saat masih melamun, dan kemudian aku sadar. Pria itu tidak mengundangku ke rumahnya untuk melakukan hal-hal seperti itu. Dia hanya ingin berbicara denganku di kamarnya.

Aku adalah satu-satunya yang ingin menaiki tangga kedewasaan!

Huh? Yume, mukamu benar-benar memerah, kau tau? Apa kau kedinginan~?

Aku masuk ke rumah, dan ibu mengkhawatirkanku.

Aku tidak bisa memberikan jawaban yang tepat, dan hanya berbaring di tempat tidurku, benar-benar hancur karena rasa malu yang aku rasakan.

Sekitar setahun kemudian, pria itu dan aku tidak pernah berhasil mengambil langah selanjutnya sampai kami putus.

+×+×+×+

“Ayah dan Yuni-san bilang mereka akan pulang terlambat hari ini.”

“...Hmm, lalu?”

Aku baru saja selesai membereskan barang-barangku ke kamarku, dan sekarang sedang membaca novel detektif dengan elegan, ketika adik tiriku mengatakan itu. Ya, adik, tidak peduli apa kata orang lain.

“Lalu? Yah....”

“Hmm?....”

Adik tiriku, Mizuto Irido, sepertinya dia baru saja menelan pil pahit.... Ahh, kurasa bahkan percakapan formal denganku menyakitkan untukmu? Hmph.

“apa yang kita masak untuk makan malam?”

“Jangan membuatnya terdengar seperti aku yang harus bertanggung jawab untuk ini. Aku bukan ibumu.”

“Itu benar. Aku mendiskusikan ini denganmu karena kau akan makan di meja yang sama denganku. Ah sial, aku tidak bisa terus seperti ini.”

...Kau membuatnya terdengar seperti akulah yang bodoh. Aku sudah tumbuh, kau tahu? Dibandingkan saat pertama kali kita bertemu.

Adik tiriku ini kurus seperti taoge yang tumbuh di tempat teduh. Dia tidak pernah memiliki mata yang tampak baik, mereka menjadi lebih menyeramkan saat dia dengan cemas mengetukkan jari kakinya ke lantai.

Rambutnya benar-benar berantakan, dan dia tampak seperti tak peduli dengan pakaiannya. Faktanya, wajah pria ini sama generiknya dengan ilustrasi. Tingkat kasih sayangku padanya sudah sampai pada angka negatif, dan dia sangat menjengkelkan, tapi rasanya, jika dia benar-benar mencoba, dia bisa terlihat lebih baik, dan mengetahui itu tidak menghasilkan apapun selain meningkatkan kekesalanku padanya.

“Aku akan menyiapkan makan malam sendiri kalau begitu. Aku yang memutuskan menunya, apa tidak masalah?”

“Menyiapkan....apa kau bisa memasak?”

“Pffft.” Mizuto tertawa kecil, dan dia menatapku seperti aku ini bodoh. Pria ini tau aku tidak bisa memasak. Dia pernah makan bento yang aku buat yang pada dasarnya adalah limbah industri, “Yap, ini sangat enak” dan membuat kebohongan yang begitu berani.

“Yah, sekarang kita adalah keluarga. Aku bisa memasak beberapa untukmu. Bersyukurah kau bisa makan masakanku seperti babi.”

Suatu hari nanti, aku akan membantai orang ini.

Aku mencoba tersenyum sebanyak yang aku bisa, sambil menyembunyikan niat membunuh ini di dalam diriku.

“Tidak, Mizuto-kun, aku akan menyesal jika menyerahkan semuanya padamu. Aku juga akan membantu.”

“Tidak perlu. Akan sangat merepotkan jika tanganmu jadi itu dipenuhi dengan plester.”

“Aku hanya tidak suka menerima hasil kerjamu dengan sepenuh hati, dasar pria berdarah dingin.”

“Aku tidak ingin mendengarmu mengatakan itu, dasar gadis berdarah dingin.”

Mizuto tampak kesal, sebelum tiba-tiba menghela nafas. Apakah dia berpikir kalau desahannya itu akan menunjukkan bahwa dia mengkhawatirkanku? Jika begitu, cepatlah mati saja.

“Ayo pergi.”

“...Pergi?”

Kemana? Aku memiringkan kepalaku.

“Kita perlu membeli bahan untuk makan malam. Kau pikir makanan akan muncul dari langit?”

Apa-apaan situasi ini? Kenapa aku pergi ke supermarket dengan mantan pacarku yang baru saja putus denganku sebulan yang lalu? Bukankah ini seperti pengantin baru? Atau pasangan yang tinggal bersama?

“Emm....ohh, ini murah.”

Dan ketika aku berpikir begitu, mantan pacarku mulai memasukkan satu demi satu barang belanjaan ke dalam keranjang belanja.

Apakah pria ini tidak tau situasi yang kami berdua hadapi saat ini? Seberapa tidak pekanya diaatau dia tidak menganggapku sebagai wanita? ...tidak, yah, aku bukan wanita baginya, dan dia bukan pria. Aku kakak perempuan, dan dia adik laki-laki... Tunggu, bukankah ini pengulangan dari apa yang terjadi saat itu? Aku satu-satunya yang membiarkan pikiranku menjadi liar, aku satu-satunya yang tidak senang dengan ini. Aku harus tetap tenang.

“...Rasanya kau mengambil bahan-bahan secara acak.  Apa kau sudah memikirkan apa yang ingin kau masak?”

“Hm? Belum.”

“Ehh...kau belum memikirkannya? Bahan ini akan digunakan untuk makan malam, kan?”

“Biar kujelaskan, kita harus membeli bahan-bahan yang lebih murah dulu sebelum memikirkan apa yang bisa kita masak. Jika kita sudah merencanakan apa yang akan dimasak, itu berarti kita harus membeli barang-barang mahal juga, kan?”

“...Begitu.”

Aku mengerti. Jadi itu sedikit skill kehidupan, hah....dia sebenarnya memiliki parameter yang disebut skill kehidupan. Ada apa dengan pria ini? Kenapa dia begitu mahir dalam hal yang tidak berguna ini?

“Skenario terburuknya, jika kita tidak tau cara memasak bahan-bahan ini, masukkan kedalam panci, tambahkan bubuk kari dan kau bisa membuat kari. Pahami perbedaan antara ‘memasak’ dan ‘membuat makanan’, adik perempuanku.”

“Siapa yang adik perempuanmu? Aku bilang kalau aku ini kakak perempuan, kan?”

“Ya Ya.”

Semakin aku mendengarkannya, semakin aku merasa sedih karena memberinya bento buruk yang aku buat. Arrrghhhhh...

“Yah, itu imut membuat makanan yang buruk sesekali, tetapi tidak untuk setiap hari.”

Suara ceroboh Mizuto membuat tubuh dan pikiranku membeku....I-imut?

Orang ini baru saja mengoceh lagitidak, tapi barusan, rasanya dia baru saja mengatakannya tanpa berpikir. Kemungkinan dia benar-benar mengatakan apa yang sebenarnya dia pikirkan.

“...Apa? Aku tinggal loh.”

Aku ditinggalkan berdiri sendiri di tengah jalan. Aku bergegas mengejar Mizuto, menggelengkan kepalaku saat aku mencoba menyingkarkan pikiran itu.

Serius, ini akan berakhir menjadi deja vu. Aku adalah satu-satunya yang memikirkan hal-hal aneh, dan dia bersikap begitu santai tentang hal itu. Benar-benar tidak adil.

...Aku akan membuatmu menyadarinya. Aku akan memastikan bahwa wajah menjijikanmu itu akan menjadi merah.

Dan kemudian, aku akan memastikan pria ini memanggilku ‘Onee-chan’!

Kami berdiri berdampingan di dapur dengan enggan, kami selesai membuat kari, dan selesai membuat makan malam. Untungnya, tidak ada kecelakaan yang terjadi saat kami memasak, kecuali ketika Mizuto melihatku memegang pisau dan bilang “Hei tunggu sebentar. Kau membuatku takut! Jarimu harusnya begini!” dan menyentuh tanganku secara tidak sengaja. Karena orang tua kami tidak ada, kami tidak perlu bertingkah seperti saudara yang akrab. Itu lebih mudah bagiku.

“Air panasnya sudah siap. Sekarang siapa duluan?”

“Aku mandi duluan.”

“Sudah kuduga kau akan mengatakan itu.”

“Aku tidak mau mandi dengan sisa air mandimu.”

“Jadi kau tidak masalah jika aku mandi dengan sisa air mandimu?”

“...Aku akan mandi setelahmu saja!”

Aku tidak terlalu memperhatikan karena ibu dan ayah tiriku yang baru, tetapi aku telah mandi dengan air mandi yang sama dengan pria ini setiap hari.

Dan kemudian...dan kemudian, rasanya...itu....!

...Tenanglah. Oh Dewa. Mari kita tenangkan pikiranku saat Mizuto sedang mandi. Dan rencanakan serangan balik nanti.

“Aku selesai.”

Aku mencoba untuk tenang saat merencanakan permainan misteri pembunuhan di kamar yang terkunci (yang pada dasarnya aku pikirkan. Aku berasumsi bahwa Mizuto terbunuh di dalam ruangan, dan memikirkan segala macam trik untuk memungkinkannya). Belum sampai 10 menit, Mizuto kembali dengan rambut yang basah kuyup.

“Uu...”

“Hm?”

...Yah, siapapun yang rambutnya basah akan terlihat lebih keren. Pada dasarnya, itu adalah pemandangan yang umum. Tidak ada yang istimewa sama sekali tentang itu. Tidak ada sama sekali.

“...Bukankah kau terlalu cepat? Apakah kau membasuh tubuhmu dengan benar? Kau mungkin masih kotor.”

“Jangan memutuskan sebelum aku menjawab. Aku sudah mandi. Aku cepat karena kupikir itu membuang-buang waktu.”

Selalu terburu-buru...itulah yang aku benci darimu. Kau selalu begitu saat berpacaran denganku. Tapi apapun itu, waktunya telah tiba.

Aku menghapus pikiran tentang mayat Mizuto di ruang terkunci, dan berdiri.

“Aku akan mandi....Aku akan membunuhmu kalau kau mengintip.”

“Jika aku melihatmu mandi, aku akan mati tanpa kau membunuhku. Mataku akan membusuk.”

...Katakan itu selagi kau bisa.

Aku terus menatap pintu saat aku menelanjangi diriku dan memasuki kamar mandi.

Aku tak terlalu memperhatikan karena ibu dan ayah tiriku, tapi jika aku memikirkan tentang ini...Aku dirumah pria ini, dan telanjang...Jika pria itu tiba-tiba menerobos masuk ke kamar mandi, tidak ada yang bisa menyelamatkanku...

“....”

Kalau dipikir-pikir, tidak mungkin manusia tauge itu akan melakukan sesuatu seperti itu. Jika itu benar-benar terjadi, aku akan memastikan untuk menggigitnya di berbagai tempat.

Aku dengan hati-hati membasuh tubuhku, berendam, dan meninggalkan kamar mandi. Aku mengenakan handuk mandi kering diatas tubuh telanjangku, dan menggunakan pengering rambutku.

...saatnya dimulai.

Aku mengencangkan simpul di handuk mandiku.

Aku tidak membawa pakaianku ke ruang ganti.

Ini giliranku untuk melempar dadu, karena aku memutuskan untuk menghancurkan wajah pria penyendiri itu dengan punggung menempel ke dinding.

Iya. Aku bisa melakukannya tanpa membawa baju ganti. Aku akan muncul di hadapan pria itu sambil mengenakan handuk mandi!

Cermin memantulkan tubuhku, yang telah tumbuh jauh lebih feminim dibandingkan saat aku akrab dengan pria itu. Dadaku telah berubah total selama setahun terakhirsemakin tumbuh hingga ibuku dan teman-teman sekelasku menjadi iri.

Masih ada uap yang keluar dari payudaraku, dan aku keluar dari kamar mandi. Aku seharusnya tidak mengatakan ini, tapi itu adalah pemandangan yang memikat...A-apakah aku harus menunjukkan ini pada pria itu?

Aku sedikit gugup, berpikir bahwa aku setidaknya harus memakai pakaian dalamku. Tapi jika aku tidak melangkah sejauh ini, ini tidak akan efektif pada orang bodoh itu.

“Baiklah.”

Aku mengambil keputusan, dan meninggalkan ruang ganti.

Kaki telanjangku membuat suara di sepanjang lantai, dan aku kembali ke ruang tamu.

“A-aku selesai.”

“Nnuorrggh“

Saat dia melihatku, Mizuto menyemburkan teh yang dia minum, dan mulai batuk-batuk. Itu reaksi yang jauh lebih bagus daripada yang kuharapkan!

Aku memalingkan wajahku, menyembunyikan ekspresi legaku.

“Kau bo...a-apa yang kau lakukan?”

“Ini rumahku. Bukannya ini normal?”

Aku mencoba menjawab dengaan tenang, dan duduk di depan Mizuto, yang sedang duduk di sofa berbentuk L.

Mizuto memalingkan wajahnya kesamping, tapi beberapa kali,  dia melirikku.

“Tidak, tapi...yah, aku ada di sini....”

“Kita ini saudara, kan?...apa kau

Aku tersenyum, melihat wajah Mizuto yang resah.

Mizuto-kun, apakah kau anak nakal yang melihat saudara tirimu dengan mata cabul?”

“Grrr...”

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!

Dia memerah!! Dia memerah!! Dia memerah!!

Mizuto berusaha untuk berpaling dariku, tapi dia pasti melihat; Aku bisa merasakan tatapannya. Dia melirik dada dan paha yang tidak bisa ditutupi oleh handuk mandi.

Hu hu, apakah itu menggoda untukmu? Jadi bagaimana, aku tau kau masih kecil! Ahh, sayang sekali. Kau berpacaran dengan seorang wanita yang masih dalam bentuk tubuh anak-anaknya, jad kau tidak bisa menangani wanita dewasa sepertiku! Siapa yang memiliki tubuh anak-anak sekarang?

Dan sekarang, biarkan aku menyilangkan kakiku.

“....!”

Ahh, dia melihat. Dia pasti melihatku. Ini sangat mudah.



Pria ini biasanya berusaha terlihat keren,tapi sekarang, dia benar-benar kehilangan ketenangannya seperti ini....fufufu! Aku sangat menikmati ini.

Aku meraih remote TV, dan mencoba memamerkan dadaku.

““~~~~~~~!!!!!!!”

Ahh, dia melihatku, dia melihatku, dia melihatku, dia pasti, pasti melihatku.

Aku terus mencoba mempertahankan wajah tanpa ekspresiku. Aku merasa aku telah membalaskan dendam hari ini, dan juga setahun yang lalu. Pria ini tidak pernah memperhatikanku saat itu, dan sekarang dia sangat terpikat olehku.

Apakah ini yang mereka sebut kebanggaan seorang wanita? Aku merasakan sesuatu dalam hatiku yang terpenuhi...beginilah seharusnya.

Ini, yah...aku sedikit malu.

Dia jauh lebih sering melirikku daripada yang kuharapkan...dan aku merasa kalau handuk mandiku miring, jika aku tidak berhati-hati dengan kakiku, aku mungkin secara tak sengaja menunjukkan kepadanya sesuatu yang tak seharusnya tidak dilihat.

...Atau lebih tepatnya, apa yang aku lakukan?

Tidak perlu ragu tentang ini. Bukankah apa yang kulakukan ini sangatlah erotis....?

Apa aku tidak punya hak untuk mengeluh jika pria ini menyerangku?

“.....”

Tiba-tiba, aku menjadi gugup. Aku ingin menarik handuk mandi untuk menutupi dadaku sedikit lagi, tapi pertahanan di bawahku akan runtuh. Satu gerakan dapat menyebabkan hasil yang tak dapat diubah, dan aku tidak dapat bergerak sama sekali.

...A-aku terlalu terbawa suasana...Kenapa aku selalu seperti ini setiap kali aku terbawa suasana...

“......Haaa....”

Mizuto menghela nafas panjang.

Dia tiba-tiba berdiri, dan berjalan ke arahku.

Eh, eh, eh? A-apakah dia, sungguh...?

Mizuto mendekatiku saat aku membatu, aku masih memegangi handuk mandiku. Dia melepas kemeja di tubuhnya.

Jantungku mulai berdebar. Ehh, beneran nih? Tidak, tunggu, a-aku tidak berencana sejauh itu!

Tanpa sadar aku menutup mataku, dan kemudian,

Aku merasakan kain menutupi bahuku.

...Huh?

“Kau mungkin mencoba menggodaku atau semacamnya...apa kau tidak berpikir kalau kau akan menyesalinya, bodoh?”

Aku membuka mataku dengan ketakutan...dan melihat kemeja yang baru saja di dilepas Mizuto di pundakku.

Mizuto sendiri menatapku dengan tatapan tercengang.

“Kau biasanya sangat dewasa, tapi terkadang kau terbawa suasana melakukan sesuatu yang sangat diluat karaktermu. Dasar...lebih baik ubah kebiasaanmu itu. Aku tidak akan bisa terus membereskan kekacauan yang kau buat.”

Nada suaranya kaku. Dan kata-katanya terdengar sangat merendahkanku. Tapi kemudian, kata-kata itu sama seperti saat SMP, ketika dia menyelamatkanku berkali-kali.

Aku membelai kemeja di dadaku yang masih memiliki kehangatannya. Kata-katanya, kehangatannya... membuatku mengingat apa yang terjadi setahun yang lalu.

“...Setahun yang lalu.”

“Nn?”

“Ketika aku datang ke rumah ini...kenapa kau tidak melakukan apapun?”

Perubahan mendadak dalam hubungan kami terjadi segera setelah hari itusaat kami memasuki tahun ketiga SMP.

Aku pernah berpikir bahwa aku mungkin telah melakukan sesuatu yang aneh hari itu, yang menghancurkan kesannya tentang diriku.

Akan tetapi, itu kesalahpahamanku. Alasan perubahan sikapnya adalah sesuatu yang lain

“Kenapa kau menyebutkan itu sekarang!?”

Eh!? Mizuto menunjukkan ekspresi tak terduga.

“Ha! Tertawalah sesukamu!”

Dia langsung ke intinya.

“Tertawakanlah orang tidak berguna yang menyiapkan segalanya, mengundang pacarnya kerumahnya, dan ragu-ragu pada saat itu dan tidak dapat melakukan apa-apa.”

Butuh waktu sekitar lima detik

Pikiranku berhenti.

———EHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH?”

Dan begitu otakku mulai berpikir lagi, aku berdiri dan berteriak.

“Me-menyiapkan!? Ragu-ragu!? A-apa...apa maksudmu!? A-aku menyiapkan diriku hari itu, tapi tidak ada yang terjadi. Kupikir hanya aku orang yang menginginkannya!?”

“Hah! Ti-tidak. Aku melihatmu begitu tegang dan waspada, jadi aku berpikir dua kali....”

“Itu! Karena! Aku! Sangat! Gugup!!!????”

“HHHHHHHHAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!?”

Mizuto juga berteriak dengan mata terbula lebar.

“Kau bercanda, kan!? Apa kau juga berencana melakukannya hari itu!?”

“Ya, aku ingin melakukannya! Aku ingin membuat hari itu menjadi kenangan dalam hidupku! Itu benar!!”

“K-kau serius...? lalu penyesalan yang kumiliki tentang hari itu karena aku merusaknya adalah...”

“Aku menyesal!! Kembalikan semua kekhawatiranku karena berpikir aku tidak memiliki pesona!”

“Kau pikir aku peduli!? Itu salahmu karena kau sangat gugup hari itu!”

“Itu pasti salahmu! Dasar pecundang!”

“Apa!?”

“Apa!?”

Apa yang terjadi kemudian adalah saling serang tak berujung dengan penghinaan yang tak dapat dituliskan dengan kata-kata.

Kami mulai saling mencaci, dan kemudian menggunakan kekerasan fisik saat kami mendekat ke sofa.

Setelah menggunakan semua penghinaan yang kami miliki, kami terengah-engah, bahu kami terengah-engah saat kami saling melotot.

“...Haaa...haa....”

“Haaaaa...nnn...haaa....”

Kami terengah-engah satu sama lain, dengan Mizuto menyudutkanku di sofa.

Aku benar-benar...tidak bisa menerima ini.

Kami terlihat akrab karena kami sama-sama menyukai buku, tapi kami sebenarnya tidak bisa akrab, dan hal kecil itu berakhir sebagai kesalahpahaman besar, dan entah bagaimana kami berakhir sebagai saudara.

“Uuu....”

Entah kenapa, aku ingin menangis. Kenapa ini tidak bisa berjalan seperti yang kuinginkan? Jika aku tidak begitu gugup di hari itu, mungkin sekarang

“...Menangis saat berdebat itu dilarang.”

“Diamlah...! aku tau itu...!”

Aku mengusap air mataku dengan lenganku.

Aku yang lemah setahun yang lalu, yang sudah mengandalkan pria ini sudah tidak ada lagi.

Itu menjadi alasan mengapa perasaan ini berakhir seperti ini, tetapi aku tidak merasa menyesal dengan pertumbuhanku sendiri.

Jadi ini bukan salahku, ini semua salah pria ini! Semuanya!

“...Hei, Ayai.”

Mendengar itu, hatiku tersentak.

Ayai. Itu adalah nama dari keluarga lamaku, dan juga nama yang dia gunakan untuk memanggilku.

Aku saling menggosokkan kedua pahaku dengan gelisah. Kemeja yang dia pakaikan padaku sudah lama hilang saat kami berdebat. Aku terbungkus handuk, hampir telanjang. Bahan handuknya berantakan, dan bisa lebih berantakan lagi dalam waktu dekat.

Aku tetap di sofa dengan Irido-kun di atasku, tangannya yang pucat meraihku. Jari-jarinya agak lembut dan tipis untuk ukuran seorang pria, dan dia menyapukan poniku melewati dahiku.

Itu adalah langkah pertama...sebelum kami melakukan sesuatu.

Dia akan selalu menyingkirkan poniku sebelum dia melakukan itu, sehingga dia bisa melihatku dengan jelas, ketika aku kurang percaya diri, sangat pemalu, dan poniku cukup panjang untuk menutupi wajahku.

Irido-kun menatapku mataku secara langsung. Aku merasa seolah segala sesuatu dan apapun, dari dada ke perutku, telanjang di depannya, dan aku menutupi wajahku dengan tangan kananku.

Tanganku dengan lembut digenggam oleh Irido-kun, dan dengan lembut disingkirkan.

Matanya dengan jelas mengatakan bahwa dia tidak berniat melepaskanku. Yang bisa kulakukan hanyalah menolak dengan lemah menggunakan mulutkubibirku.

“Ti-tidak...aturannya...”

Ini benar-benar di luar batas. Saudara tiri seharusnya tidak boleh melakukan hal seperti itu...Tapi kata-kataku terdengar sangat lemah...

Aku tahu ini tidak akan menghentikannya...Aku tahu itu dari pengalamanku. Suara lembut Irido-kun menggema di dadaku.

“...Hari ini aku kalah.”

Mata kami bertemu.

Wajahnya memerah karena dia telah menggunakan semua kekuatannya selama pertengkaran kami. Tidak, bukan karena itu.

Aku merasa kesadaranku tersedot ke mata Irido-kun. Aku punya perasaan, aku merasakan sesuatu tentang dia. Kehangatannya, nafasnya, dan detak jantungnya.

Dan sebelum aku menyadarinya, aku telah menutup mataku. Aku merasakan nafas tenang yang lembut mencapai bibirku.



...Ah. sudah lama sejak terakhir kali kami berciuman.

“Kami pulang~!”

Saat kami mendengar suara-suara dari pintu masuk, kami tersentak.

“Mizuto~! Yume-chan~!? Apa kalian di ruang tamu~!?”

i-ibu...!? Mereka pulang!?

“Ahh...! Sudah waktunya!?”

Mizuto buru-buru membuat jarak dariku, dan memeriksa waktu.

Wow...! Sudah sangat larut saat kami menyadarinya. Berapa banyak waktu yang kami habiskan untuk bertengkar...

“Hei! Pakai bajumu, cepat! Situasi ini memburuk!”

Aku hampir telanjang, pakaian Mizuto berantakan, dan kami bersama di sofa. Kami perlu mempertahankan perilaku antar saudara yang baik sebelum ibu dan ayah tiriku datang, tapi ada batasan untuk itu. Akan sangat buruk jika mereka berpikir kami berhubungan baik satu sama lain!

“T-tapi, pakaianku...”

“Ah benar, kau berjalan kemari tanpa mengenakan pakaianmu...sial! Bersembunyilah di suatu tempat! Em emyah, di sini!”

“Wah!?”

Mizuto mendorongku ke lantai, dan melepaskan bantal sofa. Sepertinya itu dimaksudkan untuk menyimpan barang.

“Masuklah! Cepat!”

“T-tunggu! Aku bisa melakukan ini tanpa perlu kau dorong...! Ow!? Kau baru saja menendangku! Kau baru saja menendangku, kan?

“Jangan bicara, masuklah!?”

Mizuto mendorongku ke celah sofa sebelum menutup penutupnya. Pandanganku sangat gelap.

Hm? Kau sendirian, Mizuto!?”

“Kupikir aku mendengar suara Yume...”

“Selamat datang, ayah, Yuni-san. Yume-san pergi tidur duluan

Saat aku mendengarkan percakapan dengan Mizuto yang mencoba mengelabuhi mereka, aku mengingat apa yang baru saja terjadi.

Jika...ibu dan ayah tiriku tidak pulang. Apa...yang harus aku lakukan...?”

“...Uuuuuuu...”

Ini aneh. Ini benar-benar aneh!!

Kami putus. Kami saling membenci. Dia sekarang hanya saudara tiri yang menyebalkan, apa pun yang dia lakukan. Dia bukan pacarku! Tapi, tapi...!

Aku menahan jantungku yang berdebar kencang. Kenapa hal-hal ini tidak pernah berjalan seperti yang direncanakan?

Kami berhasil membuang perasaan itu untuk selamanya. Kami seharusnya senang dengan itu.

Tapi kami menjadi saudara, dan aku menggodanya.

Dan sekarang aku tahu bahwa kami berdua merasakan hal yang sama!

“......Ohhhh Dewa.......!!!”

Aku benci ini!!!

+×+×+×+

Keesokan harinya, aku menggunakan hakku sebagai pemenang.

“Kau bilang kau kalah kemarin, kan, Mizuto-kun?”

“...Yah, aku bilang begitu. Tapi dipaksa olehmu untuk mengatakan itu

“Ngomong-ngomong, adik kecil, ini perintah Onee-chanmu. Keluar dari kamar.”

Aku menyuruh Mizuto keluar dari kamarnya dam mulai mencari.

Mizuto kemarin mengatakan kalau saat dia mengundangku lebih dari setahun yang lalu, dia sudah menyiapkan berbagai hal...jika begitu, benda itu pasti masih ada di sini. Aku tidak keberatan jika aku tidak dapat menemukannya, tapi aku harus menghancurkannya jika masih ada.

Aku benar-benar siap untuk mencari di mana pun dari bawah tempat tidur hingga rak buku, tapi aku sedikit kecewa menemukan targetku di laci yang pertama kali aku periksa... pria itu tidak menyembunyikan hal-hal seperti itu di tempat-tempat yang aneh.

Aku mengambil target dan meninggalkan kamar Mizuto.

Dia menungguku di koridor, menatapku seperti ikan mati yang membusuk.

“Apa kau liat-liat?”

“Dimana ‘Onee-chan’-nya?”

“...Nee-san.”

“Sesuatu yang tidak perlu untuk saudara tiri.”

Kataku sambil membawa kotak selusin di belakang punggungku, dan berpura-pura bodoh...selusin, tak terduga itu banyak. Eh, erm...kebetulan dia membeli 12 ya? Tidak ada aturan yang mengatakan bahwa kami harus menggunakan semuanya, kan? Kurasa.

Aku dengan hati-hati memastikan mata Mizuto tidak akan melihat benda itu, melewatinya, dan menuju tangga ke lantai pertama.

“Oy, nee-san.”

Suara kasar di belakangku tiba-tiba menyela, dan aku berbalik.

“Ada apa, adik kecilku Mizuto-kun?”

“Saudara tiri itu

Saat dia mengatakan itu, Mizuto melihat ke samping, aku mencoba untuk mengabaikannya.

“Tidak, tidak ada.”

Aku mendengus saat menuruni tangga. Aku berjalan menuju kantong sampah di koridor, menjatuhkan kotak kecil itu, dan mengikatnya dengan kuat.

Aku hanya perlu membuangnya pada hari pengumpulan sampah. Setelah itu, tidak peduli bagaimana, mana mungkin kami bisa melakukan sesuatu yang tidak pantas sebagai saudara tiri.

Aku menghela nafas lega...dan melihat ke atas tangga.

Aku tahu kata-kataku tidak mungkin sampai padanya, tapi aku menjawab.

“...Aku tahu.”

Tapi tidak ada gunanya menyebutkan hal-hal sepele seperti itu. Benarkan? Tidak ada gunanya mengingatnya, atau mengetahuinya...apalagi, menyebutkannya sama sekali, itu sebabnya dia tidak menyebutkannya. Itu sebabnya aku tidak menyebutkannya.

Hal-hal sepela yang tak bergunaSaudara tiri itu bisa menikah.

 

Translator: Yuuzu

Editor: Janaka

 

1 Comments

  1. Kukira bakal lanjut ke vol 7, volume 1 dulu ternyata
    Semangat min

    ReplyDelete
Previous Post Next Post


Support Us