Bab 4
Saat waktu senggang di liburan musim panas.
Aku sedang melihat kembang api di pedesaan, sendirian di
kuil yang sepi.
Dunia terus berputar tanpa masalah.
Meskipun aku tidak ada di sana, meskipun kau tidak ada di
sini.
Seolah-olah—tahun lalu adalah kebohongan.
Aku menatap ponsel di tanganku.
Aku yakin gelombang radio akan dengan mudah menghubungkanku
denganmu.
Mungkin mudah untuk melakukannya, sama seperti tahun lalu.
Tapi aku tidak bisa melakukannya.
Aku merasa kau sudah terlalu jauh untuk dijangkau sinyal.
—Aku berharap kau berbohong kepadaku.
Tahun lalu, waktuku bersamamu.
Aku tidak ingin tahu bahwa semuanya akan segera berakhir.
◆Yume Irido◆
Sekarang setiap kelas telah memutuskan kegiatan mereka,
persiapan untuk festival budaya benar-benar dimulai.
Kelas mulai mengerjakan interior kafe Taisho-Romantic dan mempelajari
menu, dan sementara itu, Mizuto dan aku berkeliling sebagai anggota komite.
Selain menjadi penghubung antara setiap kelas dan manajemen,
tugas kami di festival budaya adalah menyiapkan undangan, poster untuk publikasi,
dan tugas-tugas lain yang terkait dengan seluruh festival budaya, seperti hubungan
dengan masyarakat setempat. Jadi, meskipun kami sendiri yang merencanakan
acara itu, kami tidak dapat terlibat dalam persiapan di kelas.
"(…Apa kabar?)"
"Woah?"
Saat aku dalam diam bekerja menggunakan laptopku, sebuah
suara dingin tiba-tiba berbicara di telingaku, dan aku menegak.
Setelah melihat reaksiku, orang yang berbisik itu—Wakil Ketua
OSIS Suzuri Kurenai-senpai sekaligus ketua panitia festival budaya, terkekeh
menggoda.
“Senpai…apa yang kau lakukan tiba-tiba…?”
"Maaf, aku hanya berusaha untuk tidak menjadi
penghalang."
Itu bohong. Dia pasti hanya main-main.
Kurenai-senpai disebut siswa paling jenius dalam sejarah
sekolah, dan bahkan siswa tahun ketiga menundukkan kepala mereka ke arahnya
karena karismanya, tapi dia sebenarnya sangat ramah. Mungkin karena kami
menonjol dalam presentasi kami, aku merasa dia sering berbicara denganku… Aku
mungkin terlalu kegeeran, karena dia cukup ramah dengan semua orang.
Kurenai-senpai membungkuk dan mengintip ke layar laptopku
saat aku masih bekerja..
“Jadi, bagaimana uji cobanya? Berjalan dengan
baik?"
“Oh, ya… sejauh ini aku belum menemukan bug yang
signifikan.”
Aku sedang menguji coba sistem pencegahan masalah yang kami
usulkan saat presentasi.
Beberapa siswa dengan ciri khusus dibiarkan berkeliling
sekolah, dan anggota komite akan menemukannya, memotret mereka, dan segera memasukkannya
dalam database. Dan kemudian, berdasarkan database, mereka akan mencoba
memprediksi perilaku siswa. Ini adalah permainan kejar-kejaran, tetapi ini
adalah cara yang baik untuk melihat apakah program database benar-benar
berfungsi, dan tanpa masalah.
Aku tidak terbiasa dengan komputer, tetapi aku dipilih untuk
men-debug database karena kamilah yang menyarankan untuk melakukan uji coba
database ini. Di meja terdekat, Mizuto dalam diam melakukan pekerjaan yang
sama.
Kurenai-senpai melihat ke layar dan mengangguk dengan pasti,
“Ya, kelihatannya bagus. Yah, aku tidak khawatir
tentang itu, karena Joe yang menyiapkan sistemnya. ”
“Jo…?”
“Itu bendahara kami. Dia tidak memiliki banyak hawa kehadiran,
tapi dia sangat hebat. Dia pandai dalam bidang komputer.”
Kurenai-senpai melihat ke anak laki-laki dengan kacamata dan
tatapan bodoh di ujung meja panjang di depan papan tulis, yang dalam diam mengetik
di keyboard.
Ketika aku melihatnya, aku akhirnya ingat. Jouji Haba,
Bendahara.
Jadi dia memanggilnya 'Joe' karena mereka selalu
bersama. Apakah mereka dekat?
"Apa menurutmu kami ini dekat?"
“Eh?”
Dia membaca pikiranku!
Kurenai-senpai tertawa lagi,
“Kamu menarik karena wajahmu menunjukkan apa yang kamu
pikirkan. Ngomong-ngomong, maaf untuk mengatakannya, kami belum menjadi
pria dan wanita. ”
[TL Note: belum menganggap satu sama lain sebagai bagian
dari lawan jenis, maksudnya belum ada ketertarikan romantis.]
“Kamu terlalu tajam, senpai—”
Hm?
Apakah dia mengatakan ... 'maaf untuk mengatakannya', dan
'belum'?
Eh? Dia bercanda, kan? Begitukah?
"Yah, siapa yang tahu?"
Kurenai-senpai memberikan lirikan licik, menutup satu mata,
"Baiklah, sampai jumpa." dan berkata sambil pergi ke anggota
lain.
Tidak… apa jawabannya? Apa kesimpulannya?
Mau tak mau aku menatap punggung senpai yang ramping dan
elegan berbanding terbalik dengan
kehadirannya. Mereka pasangan yang sangat tidak terduga jika memang benar
begitu, tapi aku merasa dia sedang menggodaku… entahlah!
Saat aku mulai frustrasi, "Hei." seseorang
memanggilku,
Aku berbalik dan sebelum aku menyadarinya, Mizuto sudah
berdiri di sampingku.
“A-apa?”
“Itu pada tab kedua. Bukankah ada lebih banyak
kesalahan ketik daripada biasanya?”
“Eh…? Hmm, kau benar… aku ceroboh.”
“UI-nya mungkin sulit dipahami bagi sebagian
orang. Mungkin kita harus membuatnya lebih sederhana.”
“Ya, dimengerti. Aku akan mencatatnya dan melaporkan
kembali. ”
Mizuto mengangguk dan kembali ke tempat duduknya.
…Meskipun kemampuannya luar biasa seperti biasanya, Mizuto
tampaknya tidak tertarik untuk berinteraksi dengan anggota komite festival
budaya lainnya saat ini. Dia hanya berbicara denganku, dan jika aku harus
menebak, aku akan mengatakan bahwa Kurenai-senpai akan banyak berbicara
dengannya.
Wajar jika Mizuto tidak cocok dengan orang-orang di
sekitarnya… dia malu karena begitu banyak orang mengetahui kemampuannya selama
presentasi.
◆Kogure Kawanami
“Ini, Kokkun. Ah ”
“Argh!”
Dengan suara manis, sepotong jeruk dimasukkan ke dalam
mulutku, dan aku memakannya.
Akatsuki memegang sendok dan memiringkan kepalanya,
"Bagaimana?"
“Hmmmm… kurasa itu agak terlalu manis, ya?”
“Aku menyukai yang seperti itu!”
“Kau tidak bisa menilai ini berdasarkan seleramu saja!”
Kami mencicipi menu yang akan kami sajikan untuk kafe kami.
Makanan barat di era Taisho terdiri dari kari, kroket, dan
irisan daging babi, tapi kali ini, kami dilarang menggunakan minyak atau api,
jadi rencananya adalah membuat menu makanan ringan sederhana seperti fruit
punch yang pada dasarnya terbuat dari buah-buahan kaleng yang dicampur dengan
air soda, dan sandwich dengan isian ham, selada, dan telur orak-arik yang sudah
disiapkan sebelumnya.
Aku melihat ke fruit punch yang dibuat Akatsuki,
“Bukankah semua ini aneh? Seperti, jika kita berbicara
tentang kafe, bukankah kita harusnya menyajikan kopi atau teh sebagai menu
utama kita?”
“Kurasa itu benar, Kine-san mulai bersemangat dengan
mereka. Dia menggiling kacang di ruang ekonomi rumah sejak tadi.”
“Dari kacang…? Kukira itu yang diharapkan dari anggota
klub upacara minum teh, tetapi apakah kopi dianggap sebagai teh? ”
Banyak orang yang sedang bersemangat di sekitar.
Aku melihat sekeliling kelas. Jika konsepnya adalah
Taisho-Romantic, tidak baik dinding kelasnya dibiarkan begitu saja, jadi aku
berpikir untuk memasang wallpaper bergaya kafe. Namun, ada banyak jenis,
dan ada perdebatan yang terjadi antara kelompok serat kayu dan kelompok batu
bata.
Melihat ke depan kelas, mereka mendiskusikan pengaturan
tempat duduk di papan tulis. Menurut penelitian Irido-san, kafe pertama di
era Taisho adalah salon tempat berkumpulnya orang-orang berbudaya. Kami
masih mencoba untuk memutuskan apakah akan menata kios sedikit lebih seperti
itu, atau membuatnya seperti kafe biasa.
Ini seperti bermain Minecraft di kelas, yang sebenarnya
bukan hal yang buruk, tidak terlalu buruk. Nah bagiku, sama seperti cinta,
lebih menyenangkan untuk menonton dari kejauhan daripada menjadi bagian
darinya.
Sementara aku secara sah membolos dengan alasan mencoba
prototipe fruit punch, "Ah!" Akatsuki berteriak,
"Higashira-san?"
"Hmm?"
Aku berbalik untuk melihat seorang wanita mengintip dari
pintu masuk kelas.
Itu tidak lain adalah Isana Higashira. Dia menoleh dan
sepertinya mencari seseorang. Yah, sudah jelas siapa yang dia cari.
Kami mendekati Higashira,
"Irido tidak ada di sini."
“B-Bagaimana kau tahu?”
“Itulah satu-satunya alasan mengapa kau datang ke kelas
kami, Higashira-san.”
Higashira menegakkan punggungnya sedikit, dan melihat melalui
bagian atas kepala Akatsuki ke dalam kelas.
“Di mana Mizuto-kun…jika ini terus berlanjut, aku yakin aku
akan dihancurkan sampai mati oleh suasana festival budaya!”
“Apa yang membuatmu berpikir begitu? Bukankah
seharusnya kau membantu persiapan kelasmu?”
"Ya. Bagaimana keadaan kelasmu?”
“Fufu…apa menurutmu mereka akan membiarkanku melakukan
sesuatu?”
Singkatnya, dia tidak termasuk sebagai bagian dari kelasnya,
dan datang untuk mencari Irido, mencari perhatian.
Aku tercengang,
“Irido ada di ruang komite festival budaya. Dia lebih
sibuk dari kita. Jangan ganggu dia.”
“…Begitu…sayang sekali, aku seharusnya tidak merepotkannya…”
Bahu Higashira merosot, dan dia jelas kecewa. Yah, itu
salahnya sendiri karena tidak bisa berteman di kelas. Festival budaya adalah
kesempatan bagus untuk lebih dekat dengan teman sekelasnya, jadi dia tidak
boleh kabur.
“Oh ya, Higashira-san, apa kau mau fruit punch? Aku
membuat sampel untuk kafe. ”
“Eh? Apakah boleh…?"
"Tentu, tentu! Lagipula aku tidak butuh
pendapatnya.”
"Kurasa begitu."
"Kenapa kau merasa seperti hanya ketika denganku?"
Saat Akatsuki hendak mengajak Higashira ke dalam kelas,
“… Hm? Isana?”
“Oh, Mizuto-kun!”
Mizuto Irido muncul di sisi lain koridor, dan Higashira
berbalik seperti anjing yang menemukan pemiliknya.
Higashira berlari ke Irido dengan tergesa-gesa,
“Bukankah kau seharusnya di ruang komite festival budaya?”
“Aku sudah selesai untuk hari ini. Akan memeriksa kelas
dan kemudian datang menjemputmu. ”
"Oh. Kebetulan sekali. Aku baru saja mulai
merasa tidak pantas berada di dalam kelas, dan itu semakin tak tertahankan!”
"Salahku. Aku terlambat menjemputmu.”
Aku bisa melihatnya mengibaskan ekornya. Dia
benar-benar menyukainya, ya? Sepertinya, sejak insiden pengakuan di kelas,
dia tidak peduli bagaimana orang lain memandangnya.
Aku mengangkat tanganku dengan ringan ke arah Irido,
“Hei, di mana Irido-san?”
"Siapa tahu? Sepertinya dia masih memiliki
beberapa pekerjaan yang harus dilakukan. ”
Dia terdengar tidak tertarik. "Hmm?" Aku berpikir.
Sementara itu, Irido meletakkan tangannya di bahu Higashira,
“Kalau tidak ada pekerjaan, ayo pulang
bersama. Perpustakaan akan ditutup, jadi ayo pergi ke tempatku.”
"Kedengarannya bagus! Aku akan pergi mengambil
barang-barangku!”
“Aku akan ikut denganmu.”
Dia berbalik dengan Higashira, dan kemudian, seolah ingat
sesuatu, berbalik ke arah kami.
“Sampai jumpa, Kawanami, Minami-san.”
“Ah, kerja... bagus.”
“Kerja bagus, Irido-kun.”
Irido mengangguk dan menghilang ke lorong yang bising
bersama Higashira.
Setelah melihatnya pergi, aku melakukan kontak mata dengan
Akatsuki tanpa berpikir.
"Bagaimanapun…"
"Ya…"
Rencananya adalah memperpendek jarak antara mereka dengan
melibatkan mereka di komite festival budaya.
Tapi kenapa?
Mengapa rasanya jarak di antara mereka malah bertambah?
◆Isana Higashira◆
Segera setelah aku memasuki kamar Mizuto-kun, pomf. Aku
meletakkan pantatku di tempat tidur dan melepas kaus kakiku.
Mizuto-kun tidak terpengaruh oleh kelakuanku yang seenaknya. Dia
menggantung tas dan blazer dan melonggarkan dasinya.
“Fuuu… sekarang bebannya terlepas dari pundakku.”
"Anggota komite festival budaya, apakah kau begitu
sibuk?"
"Itu bukan pekerjaan yang berat, tetapi Wakil Ketua
terlibat ... dia sangat merepotkan."
“Eh? Wakil Ketua? OSIS?”
"Ya. Aku yakin dia bukan orang jahat, tapi aku
tidak tahan dengannya.”
Tidak biasa bagi Mizuto-kun untuk mengatakan sesuatu seperti
itu. Biasanya, dia tidak akan memperhatikan orang lain selain Yume-san.
“Itu pasti berat. Aku bisa hidup sekarang karena aku
tidak punya pekerjaan yang harus dilakukan. ”
“Jangan sombong. Kau memiliki terlalu sedikit pekerjaan
yang harus dilakukan, kau mungkin stres. ”
“Itu benar…Aku merasa bersalah karena semua orang bekerja
keras….”
“Akan canggung bagimu untuk mengenakan T-shirt kelas ketika
kau belum melakukan apa-apa.”
“Wooohhh!? Jadi ada hal seperti itu!? Ada budaya
kaos kelas~~~~! Kupikir kita tidak akan mendapatkan itu karena kita berada
di sekolah persiapan~~~!”
“Kita berada di sekolah persiapan, tetapi ini masihlah SMA. Untung
kita tidak perlu membayar karena itu dari anggaran kelas. ”
“Sepertinya kau juga tidak akan menyukai kaos kelas,
Mizuto-kun?”
“Tentu saja tidak. Itu pada dasarnya adalah tekanan
teman sebaya.”
"Aku mengerti! Aku bahkan tidak menganggap bahwa aku
termasuk bagian dari kelas!”
“Aku tidak terlalu peduli bahkan jika kaos itu membuat kami
tampak seperti kami berteman atau semacamnya…”
Haa , Mizuto-kun menghela nafas pelan. Hmmm…aku
bisa melihat dia sangat lelah, ya.
“Mizuto-kun, Mizuto-kun, karena kau lelah, haruskah aku
berbagi energiku denganmu?”
"Hah? Bagaimana?"
“Ke sini.”
Aku memanggil Mizuto-kun ke sisi tempat tidur dan memintanya
untuk duduk dengan punggung menghadap ke arahku.
Aku meletakkan tanganku di bahu Mizuto-kun dan menekan
jari-jariku.
“Momi-momi~”
“…Kupikir kau akan melakukan ‘sesuatu’. Hanya pijatan?”
"Bagaimana rasanya?"
“Hm… yah…”
"Apakah tidak mengganggumu kalau payudaraku mungkin
mengenai bagian belakang kepalamu?"
“Kau baru mengatakannya? Sudah terlambat untuk itu
sekarang.”
“Hah. Kurasa kau bosan dengan payudaraku.”
"Kau benar dalam arti bahwa aku bosan dengan lelucon
yang berlebihan ini."
Menyedihkan. Kau seorang juga pria, kan? Tidakkah kau
ingin menyentuh mereka setidaknya sekali? Ketika aku menembaknya, dia
mengatakan bahwa dia tidak menolakku karena aku tidak menarik.
Aku dengan ringan mengusap bahu Mizuto-kun, dan bertanya
padanya apa yang menurutku topik yang cocok.
“Mizuto-kun, kudengar kau mengadakan kafe cosplay di
festival budaya.”
Aku mendengar dari Minami-san, bahwa presentasi Mizuto-kun berhasil.
Mizuto-kun mengendurkan posturnya,
“Bukan aku yang mengadakannya. Kelasku yang akan mengadakannya.
”
“Aku melihat fotomu~! Itu terlihat sangat bagus
untukmu, sarjana. ”
“Semua itu hanya membuatku lelah. …”
Dia terdengar sangat lelah. Aku lihat dia benar-benar
tidak menginginkan perhatian.
"Itu bagus. Sepertinya itu adalah presentasi yang
menarik. Acara kelas kami membosankan dan kami sangat tidak termotivasi.”
"Itu kau sepertinya yang paling tidak
termotivasi."
“Yah, itu benar. Jika itu adalah cosplay yang imut dan
menggemaskan, aku juga akan tertarik~…”
"Kau? Cosplay? Di depan orang
lain? Mungkin kau harus memahami apa yang bisa dan tidak bisa kau
lakukan.”
“Kurasa sangat mustahil bagiku untuk ber-cosplay di depan
umum, apalagi jika aku harus melayani pelanggan…hm.”
Aku harus memikirkannya, tentang apa yang bisa dan tidak
bisa aku lakukan.
“…Mizuto-kun.”
Aku mencondongkan tubuh ke depan sedikit dan melihat ke
wajah Mizuto-kun dari atas.
"Hmm?" Mizuto-kun mendongak dan melakukan
kontak mata denganku dari dekat.
“Bolehkah aku mencobanya di sini, cosplay?”
"Di Sini? ... seperti, apa? Kami tidak
memiliki kostum di sini.”
"Tidak, tidak, aku bisa meminjam apa yang ada di lemari
sebentar."
"Hah? Di lemari?? Aku tidak akan
membiarkanmu, dasar cabul.”
“Aku tidak akan menyentuh sesuatu yang aneh! Aku hanya
perlu meminjam ini! Ini!"
Kataku, dan menunjuk kemeja yang Mizuto-kun kenakan.
Mizuto-kun terlihat semakin skeptis.
"Ini? …Yah, tentu saja, ada cadangan di lemari,
tapi…”
“Oke, aku akan berganti baju… jangan lihat aku, oke? Kau
sebaiknya tidak melihat. ”
"Maaf karena bersikap gentleman, tapi aku
benar-benar tidak mau melihat."
Mizuto-kun berbicara dengan tercengang saat dia berdiri,
mengeluarkan buku yang sedang dia baca dari tasnya, kembali ke samping tempat
tidur dan membukanya. Aku benar-benar sedikit kesal dengan sikapnya yang
tidak tertarik. Kau anak SMA! Mengapa kau tidak tidak tertarik
melihat seorang JK sedang yang berganti pakaian!
[TL Note: JK, cewek SMA.]
Aku melepas dasiku dan mulai membuka kancing kemejaku.
…Ah, woah, j-jantungku berdebar secara tak terduga…Kurasa
melepas pakaianku di sebelah laki-laki…saat liburan musim panas, aku ceroboh
karena masih mengantuk hingga hampir memperlihatkan payudaraku, dan sekarang
aku memperlihatkan braku di titik buta Mizuto-kun…agak cabul…fufu…
[TL Note: Saat kunjungan Mizuto ke rumah Isana, kalo gak
salah.]
Aku menarik lenganku dari lengan baju dan melemparkan kemeja
itu ke samping…ah, di tempat tidur Mizuto-kun! Seorang gadis sedang
melepas bajunya! ecchi! Ini benar-benar ecchi.
Jika aku bisa, aku akan meletakkan bra di sana juga, tapi aku
tidak akan… ini sangat dekat, sangat dekat. Aku bisa melakukannya jika
Mizuto-kun keluar kamar. Mizuto-kun hampir melihat payudaraku yang
terbuka.
Sekarang, roknya. Aku meletakkan jariku di ritsleting
yang tersembunyi di dalam lipatannya…
Pada saat itu, kilatan kejeniusan menghantamku.
[TL Note: maksud dapat ide.]
Aku melirik ke arah Mizuto-kun, yang benar-benar
membolak-balik halaman bukunya, tidak memperhatikanku. Dia sebenarnya
tidak membaca sama sekali, dan malah mendengarkanku. Kami tidak sedang dalam
suatu hubungan, tapi aku pikir aku harus memuaskan harga diri seorang wanitaku
sesekali.
Itu sebabnya aku…
Slip, aku agak menonjolkan pinggangku dan meletakkan
ritsleting di dekat telinga Mizuto-kun…
Siiii…
“… Oh. Kenapa kau meletakkannya begitu dekat? ”
"Hah? …Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan~…”
"……Baiklah."
Aku berhasil menarik perhatiannya, tetapi sepertinya terlalu
terlihat kalau aku sengaja.
Aku melepas rokku, dan aku benar-benar hanya tinggal
mengenakan pakaian dalamku. Woaahh….Aku merasa sedikit tergoda untuk melakukan
pose erotis di belakang Mizuto-kun, tapi pengendalian diriku nyaris tidak
berhasil. Jika aku akan melakukannya, aku lebih suka melakukannya dengan
desain pakaian dalam yang lebih erotis.
Aku meletakkan tanganku di lengan baju Mizuto-kun yang aku ambil.
… Seperti yang kuduga, lengan bajunya agak terlalu
lebar. Ehehe…ini agak besar♪… Ah, seharusnya aku mengatakan
hal seperti itu dengan keras.
“Ehehe… ini agak besar♪…”
“…………”
Dia mengabaikanku!
Tidak apa-apa bagimu untuk menjadi asin sepanjang waktu,
Mizuto-kun, tapi kau bisa bersikap manis padaku sesekali, tahu?
[TL Note: asin = acuh tak acuh.]
Aku mengencangkan kancingnya, tetapi aku terhenti saat
sampai di bagian dada. Seberapa jauh aku harus menggodanya…? Kancing
pertama (paling atas) tidak mungkin, tapi aku seharusnya tidak menunjukkan
braku semudah itu. Hmmm, sulit untuk membayangkannya tanpa melihat cermin.
Aku merogoh tasku di samping tempat tidur untuk menggunakan
ponselku sebagai cermin tangan. Tepat di sebelah tempat Mizuto-kun duduk—
"Hah? Oy!”
Tiba-tiba, Mizuto-kun mengeluarkan suara tidak sabar dan
menatapku.
Ya, dia menatapku.
Hah?
… Apa aku baru saja memasuki bidang pandang Mizuto-kun?
Aku membeku dengan tanganku meraih tasku dan menatap dadaku.
Aku baru akan menggunakan kamera di ponselku untuk memeriksa
apakah pakaian dalamku hampir terlihat ... ketika aku melihat bagian bra merah
muda sederhana melalui kancing ketiga yang terbuka.
“Auuu!”
Aku buru-buru mencengkeram kemeja itu.
…Dan ketika aku melakukan itu, kali ini bagian bawahku terlihat.
“Nyaa!”
Aku menutup pahaku erat-erat untuk menutupi celana dalamku.
S-Sungguh menakjubkan...ada apa dengan daya tahan seperti
kertas dari perlengkapan ini? Aku hanya bisa melakukan ini di depan
seseorang yang ingin aku sentuh!
[TL Note: bagian awal kayaknya menggunakan bahasa game untuk
menggambarkan pakaian yg mudah sekali terbuka.]
"Kau sangat berisik ... bukankah kau yang memilih untuk
memakai itu?"
“T-tapi… celana dalamku tidak terlalu manis hari ini…”
"Aku akan lebih bermasalah jika kau mengenakan sesuatu
yang terlalu imut."
Aku mencoba menggodamu!
Memang benar aku ditolak, dan aku mendukungmu dan Yume-san,
tapi aku ingin sebanyak mungkin kesempatan untuk menggodamu, Mizuto-kun!
Aku mengencangkan satu kancing lagi, menemukan postur yang
aman, dan bertanya lagi pada Mizuto-kun.
"Kau suka?"
Aku sedikit mengangkat tanganku yang terulur dari lengan
baju, dan aku ingin menarik perhatiannya.
Sekarang setelah aku membuat pose, aku mencoba melonggarkan
pahaku.
Mizuto-kun menatapku seperti dia sedang menonton program
berita setelah dia bangun,
"Yah, kau imut."
“Ooh!? Aku mendapat pujian!”
“Menurutku kau manis. Aku hanya tidak ingin
mengatakannya karena kau akan terbawa suasana.”
Mizuto-kun berkata begitu, dan mengalihkan perhatiannya
kembali ke buku.
…Hah? Tindakannya sepertinya tidak cocok dengan
kata-katanya.
Aku mendekati Mizuto-kun dengan posisi merangkak,
“Erm… tunggu, apakah ini 'imut', mungkinkah, 'imut' seperti
kucing dan anjing?”
"Ya, begitu."
“Bukan itu yang aku inginkan! Aku tidak ingin kau menganggapku
seperti itu… Aku ingin kau menjadi sagne!”
“Kau tidak keberatan jika aku begitu?”
Mizuto-kun berbalik dan menatap mataku.
Jiiii ...dia bahkan tidak bergerak sedetik
pun. Matanya hanya menatap tajam ke mataku..
“Tidak…ah, erm…A-aku tidak siap untuk itu…”
Ketika aku berbalik dan mundur,
"hmph." Mizuto-kun mencibir, menganggapku idiot.
"Kau tidak berguna."
Hah? … Tidak berguna?
“Itu hal paling keterlaluan yang pernah kudengar! Aku
tidak ingin dikatai begitu oleh seseorang yang menolak pengakuan orang untuk
alasan yang tidak bisa dimengerti dan terus mengabaikan hidangan utama!”
“Jangan menyebutnya tidak bisa dimengerti. Tapi kau benar.”
Argghh! Kalau terus begini, hubungannya dengan Yume-san
tidak akan pernah berkembang!
◆Yume Irido◆
Persiapan untuk festival budaya berjalan dengan lancar.
Saat acara yang sebenarnya mendekat, suasana sekolah menjadi
semakin tidak normal. Sepertinya tempat di mana kami belajar dengan serius
menjadi semakin berwarna dan bersemangat, dan itu menambah warna dalam
perasaanku.
Pada hari ini, kami harus membuat gapura di pintu masuk,
tugas terbesar komite festival budaya dalam arti tertentu. Kami memindahkan
meja-meja dari ruang pertemuan yang biasanya merupakan ruang kerja kami, dan menyusun
kotak-kotak kardus di lantai untuk dicat.
Saat kami duduk di lantai, pinggangku mulai terasa
sakit. Aku meregangkan punggungku dan memutuskan pergi ke kamar kecil untuk
istirahat.
Aku memberi tahu beberapa gadis dari kelas lain yang aku
kenal di komite festival budaya, dan meninggalkan ruang pertemuan.
Gedung sekolah sangat sibuk hingga aku tidak percaya sekarang
sedang jam pulang sekolah. Ada papan-papan tanda untuk acara yang
digantung di lorong, dan banyak suara bergema dari bebrapa ruang
kelas. Beberapa kelas entah bagaimana malah melakukan
karaoke. Suasananya terasa aneh.
Aku melihat ke bawah melalui jendela pada orang-orang yang
berlatih tarian mereka di halaman, dan pergi ke toilet perempuan di
dekatnya. Di sana,
“Yah.”
“Ah… kerja bagus, senpai.”
Suzuki Kurenai-senpai berada depan wastafel.
Ada kantong kosmetik yang diletakkan di sana, dan kabel cetokan
rambut terhubung ke stopkontak di dinding. Mungkin dia sedang berdandan.
Kurenai-senpai memiliki aura yang agak tidak duniawi, tapi
kurasa dia sebenarnya gadis yang normal...Aku dikejutkan oleh sesuatu yang
begitu jelas, dan pergi ke bilik untuk melakukan urusanku.
Ketika aku kembali ke wastafel, aku menemukan bahwa senpai
masih di sana. Dia terlihat seperti bukan tipe orang yang akan
menghabiskan banyak waktu untuk berdandan, tapi…Aku mencuci tanganku di wastafel
di sampingnya, sedikit bertanya-tanya. Ketika aku melihat ke cermin, aku
melihat bahwa rambutku sedikit longgar setelah bekerja, dan melepas karet
gelang untuk mengikatnya kembali.
"Apakah kamu ingin menggunakan ini?"
Senpai tiba-tiba menyodorkan sisir ke arahku.
Aku sedikit terkejut, tetapi aku dengan cepat mendapatkan
kembali ketenanganku,
"Terima kasih banyak."
Aku mengambil sisir.
Saat aku mulai menyisir rambutku sendiri, senpai tiba-tiba
berbicara.
“Sepertinya kamu bisa berteman di komite.”
“Ah, ya…aku sebenarnya orang yang pemalu, tapi berkat semua
orang aku bisa berbicara dengan bebas.”
“Senang mendengarnya… semoga yang lain bisa lebih cocok
juga.”
"Yang lain…."
Aku bilang.
“…Maksudmu Mizuto?”
"Ya ya. Eh... Kakak laki-lakimu?”
“Adikku.”
[TL Note: kalau berdasarkan waktu kelahiran faktanya Mizuto
itu adik Yume, cuma beda 34 menit.]
Sementara aku tidak jijik seperti sebelumnya, tapi aku tidak
ingin menjadi adik perempuannya lagi ... aku tidak bisa memanggilnya
'onii-chan' atau sesuatu seperti itu lagi ...! aku tidak bisa! Karena
hatiku!
“Aku sudah mencoba banyak berbicara dengannya, berteman
dengannya, tetapi aku merasa sangat sulit untuk melakukannya.”
“Eh…? E-erm, berteman…?”
Aku berhenti menyisir, dan Kurenai-senpai tertawa kecil,
“Sebagai ketua OSIS selanjutnya, tentu saja. Seorang
siswa luar biasa sekaliber dia sangat sulit dijumpai. ”
[TL Note: Sudah kuduga Mizuto bakal dapat undangan masuk
OSIS.]
"B-begitukah?"
I-itu mengejutkanku...Kupikir dia mencoba membuatku
bereaksi!
“Aku merasa dia sedang membangun tembok di sekelilingnya,
atau menunjukkan bahwa dia tidak tertarik pada orang lain…yah, aku bisa
merasakan perasaan seperti itu…”
“Eh?”
“Komunikasi dengan orang-orang di sekitarmu akan membuat pekerjaanmu
lebih mudah. Yume-chan, kuharap kamu akan membuatnya lebih terlibat dalam sirkel.”
Dengan itu, senpai mengulurkan tangannya ke arahku. Aku
baru saja selesai menyisir rambutku.
“Rambutmu sangat indah. Aku iri padamu."
Senpai mengambil sisir dariku dan meninggalkan toilet wanita
dengan kantong kosmetiknya.
Aku menatap punggungnya, dan mengingat apa yang dia katakan.
Dia tidak tertarik pada orang lain —yah, Mizuto tentu
saja memiliki aura seperti itu. Kurasa aku bisa berempati dengan
Kurenai-senpai karena mencoba berbicara dengan kouhai yang tidak dikenal
sepertiku.
…Sekali lagi aku dipaksa untuk berpikir. Senpai itu
sangat cerdik.
Libatkan Mizuto ke dalam sirkel, ya….
Aku yakin pria itu akan kesal, tapi melihat bagaimana dia selalu
bergaul dengan Higashira-san, bukan berarti dia sangat benci bersosialisasi.
Selain itu—aku ingat.
Aku ingat dia, sendirian di kuil yang sepi itu, menatap
langit malam.
Apakah itu kesepian? Kesendirian? Sepertinya ada
sesuatu yang entah kenapa terukir di jiwanya, tapi bukan itu yang dia inginkan.
Jika itu masalahnya—jika, melalui festival budaya ini, dia
bisa dibebaskan dari itu sedikit saja, kurasa itu hal yang bagus.
"…Baik."
Ini pasti juga tugasku sebagai kakak perempuan. Ya
ampun, aku harus menjaganya dengan banyak cara.
+×+×+×+
“Yume-chan, apa kamu bebas?”
Saat aku selesai mewarnai gapura, seorang senpai
memanggilku.
Itu adalah Yasuda-senpai. Dia adalah seorang gadis
tinggi dari tahun kedua, sifatnya cerah dan hidup, mengingatkanku pada
Akatsuki-san. Dia orang yang sangat bijaksana, dan ramah padaku bahkan
sebagai senpai. Kebetulan, dia adalah tipe orang yang memanggil
teman-temannya dengan nama depan mereka 10 menit setelah dia berteman dengan
seseorang.
“Ya, aku bebas… ada yang bisa aku bantu…?”
“Aku akan memasang poster di papan buletin, bisakah kamu
membantuku? Kaki dan lututku agak sakit.”
"Hmmm. Tidak masalah—"
Saat aku menertawakan suara seperti nenek-nenek
Yasuda-senpai yang disengaja, aku menyadarinya.
Ini adalah kesempatanku.
Ketika aku berbalik, aku melihat bahwa Mizuto baru saja selesai
mewarnai dan menuju ke jendela tempat dia meninggalkan tasnya. Woah! Dia
akan pulang!
“Uh… baiklah senpai, apakah kamu membutuhkan seorang pria
untuk membantu?”
"Ya, tapi para priaku sedang keluar ..."
Aku bergegas ke Mizuto dan menepuk bahunya dengan ringan.
"…Apa?"
Dia berbalik menatapku dengan cemberut. Aku tidak akan
terintimidasi oleh itu pada saat ini sekalipun.
"Kau sudah selesai?"
"Aku sudah selesai, aku baru mau pergi."
“Aku butuh bantuanmu dengan sesuatu. Kau bisa tinggal
sedikit lebih lama, kan? ”
Mizuto melihat arlojinya dan berpura-pura memeriksa jam,
tapi aku tahu itu hanya pose. Dia tidak memiliki sesuatu yang khusus untuk
dilakukan; dia hanya ingin pulang lebih awal.
Ketika Mizuto melihat bahwa aku tidak menunjukkan
tanda-tanda mundur, dia dengan cepat menyerah.
"… Baiklah. Lagipula aku menyelesaikan pekerjaanku
lebih awal dari yang diharapkan. ”
"Terima kasih. Kemari."
Aku meraih siku Mizuto, dan kembali ke Yasuda-senpai.
“Kita mendapatkan pria kita. Maaf dia kurus.”
“Oh, jadi kamu adalah si adik laki-laki yang sering
kudengar. Senang bertemu denganmu, aku Yasuda!”
Tersenyum, Yasuda-senpai mengulurkan tangannya.
Aku berpikir sendiri, ini buruk. Tidak
mungkin pertapa ini akan berjabat tangan dengan senpai yang belum pernah dia
temui sebelumnya. Aku harus siap untuk menangani ini—
“Aku Irido dari kelas 1-7. Senang bertemu denganmu,
Yasuda-senpai.”
Aku diam-diam terkejut melihat pemandangan yang tak terduga.
Dia tidak tersenyum seperti Yasuda-senpai, tapi dia menyebut
namanya dengan cukup lembut, dan bahkan memanggil namanya dan berjabat tangan—Apakah
ini benar Mizuto!
Ini adalah pria yang mengabaikan orang lain bahkan
kerabatnya, Madoka-san sambil terlihat asin…
Hal yang tak terduga berlanjut.
Yasuda-senpai, yang berjabat tangan dengannya, tiba-tiba
mendekatkan wajahnya ke wajah Mizuto.
Ah, invasi wilayah udara!
Jarak pribadi Mizuto memiliki radius sekitar 1,5
meter. Tidak mungkin dia, yang terlihat sedikit tidak nyaman bahkan
ketika mengantre di kasir supermarket, tidak keberatan dengan pendekatan santai
seperti itu!
“Aku pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tetapi kamu
benar-benar memiliki wajah yang imut ketika aku lihat dari dekat. Aku
yakin kamu populer, kan~.”
Woargh!? Itu bukan cara yang baik untuk menggodanya,
senpai! Mizuto sangat membenci itu!
Kupikir itu akan menjadi ide yang baik untuk memulai dengan
seseorang yang tidak akan berkecil hati dengan ketidakpedulian Mizuto, tapi aku
tidak mengharapkan dia untuk menutup jarak begitu cepat. Ini mungkin
memiliki efek sebaliknya. Mizuto mungkin menjadi lebih keras kepala—
"Itu tidak benar."
Mizuto berkata dengan lembut, dan menunjukkan senyum tipis
di wajahnya.
Dia menunjukkan senyum tipis.
… Dia menunjukkan senyum tipis?
“Aku tidak terlalu banyak bicara, jadi aku hampir tidak
punya teman. Bagiku, pacar adalah mimpi saja (Yume).”
“Eh~? Tapi aku pernah mendengar desas-desus tentangmu, kamu
tahu. Kamu selalu bersamanya, dan kamu sangat dekat.”
“Itu hanya apa yang orang katakan. Dia salah satu dari
sedikit temanku. Kakak perempuanku di sana bisa memberitahumu.”
[TL Note: Woy siapa yang mencuci otak Mizuto. Mizuto nyebut
Yume kakak perempuan.]
Mereka sedang mengobrol.
Mizuto itu sedang mengobrol dengan ramah.
Sangat mengejutkanku sampai Yasuda-senpai berkata, “Gadis
yang digosipkan itu bukan pacarnya, Yume-chan?” Ketika Yasuda-senpai
berkata demikian, “Yah, mungkin…” hanya itu jawaban yang bisa kukatakan.
Itu mengejutkanku.
Mungkin lebih mudah bagi Mizuto untuk berbicara dengan
seseorang yang akan berbicara dengannya secara tiba-tiba dan dengan
paksa. Kalau dipikir-pikir, Higashira-san juga sangat agresif dengan
Mizuto…juga, aku sangat agresif berbicara dengannya saat pertama kali bertemu
dengannya…
Karena aku salah mengira Madoka-san sebagai cinta
pertamanya, aku tidak bisa mempercayai analisisku sama sekali, tapi aku bisa
mengatakan bahwa dia memiliki kesan pertama yang baik pada
Yasuda-senpai. Senpai adalah pembuat mood komite festival budaya, jadi
jika dia menyukainya, itu adalah jaminan dia tidak akan pernah sendirian.
Aku meninggalkan ruang pertemuan dengan setumpuk poster,
merasa sedikit kecewa dengan betapa mudahnya itu berhasil. Kami akan
memasang poster-poster ini di papan mading di seluruh sekolah.
Sementara itu, Yasuda-senpai terus berbicara dengan Mizuto.
“Irido-kun, nilaimu bagus, kan? Bagaimana kamu
belajar?”
“Aku belajar dengan SKS. Aku biasanya hanya mencatat.”
[TL Note: SKS = Sistem Kebut Semalam.]
“Peringkat kedua di tahun sekolahmu dengan SKS~? Otakmu
sangat berbeda.”
Pada awalnya, mereka berbicara tentang hal-hal yang sepele
menggunakan informasi umum apa pun yang dia miliki, tetapi secara bertahap,
mereka mulai masuk ke hal-hal yang lebih pribadi.
“Hei, hei, kamu tidak memiliki hubungan darah dengan
Yume-chan, kan? Apa yang kamu pikirkan tentang dia pada awalnya? Kamu
akan menjadi keluarga dengan gadis imut seperti itu!?”
"Aku terkejut. Itu sangat tiba-tiba. Setelah
itu, kami berdua terlalu sibuk membiasakan diri dengan kehidupan baru kami,
jadi kami tidak melakukan sesuatu yang mesum.”
“Benarkah~? Yah, kurasa itu begitu untukmu.”
Dia lebih baik dalam obrolan ringan daripada aku.
Aku sudah terbiasa sekarang, tetapi pada awalnya, aku
kesulitan menjawab setiap kali seseorang bertanya kepadaku tentang hubungan satu
atap kami. Dia mampu menjawab tanpa ragu-ragu sama sekali.
Bukannya dia tidak bisa berkomunikasi. Dia hanya tidak
mau.
Ketika kami berpacaran, keterampilan komunikasinya yang
tinggi membantuku berkali-kali. Kalau dipikir-pikir, mungkin tidak terlalu
mengejutkan bahwa dia bisa melakukan percakapan ramah dengan senpai di
pertemuan pertama mereka.
Faktanya, dia berbicara dengan baik ketika dia bertemu ibu untuk
pertama kalinya ...
Karena dia memiliki kemampuan, akan mudah baginya jika dia
memiliki kesempatan. Jika itu masalahnya, aku seharusnya memberinya
kesempatan lebih awal.
…Hmm? Tapi bukankah Kurenai-senpai bilang itu 'sangat
sulit'...?
“Sedikit lagi ke kanan~”
"Di sini?"
"Ya, ya. Oke!"
Sementara aku memiringkan kepalaku dalam menanggapi perasaan
aneh yang menjadi duri di sudut kepalaku, orang yang memasang poster itu
melanjutkan tanpa masalah.
Setelah dua poster dipasang, Yasuda-senpai diam-diam memanggilku.
“(Yume-chan, Yume-chan)”
"(Ya?)"
“(Kupikir si adik laki-laki-kun akan sulit bergaul karena
dia selalu pergi begitu cepat, tapi sepertinya dia pria yang baik? Aku tidak
tahu itu. Kenapa dia selalu pergi begitu cepat?)”
“(Alasan dia pergi secepat ini mungkin karena…pacarnya itu
sangat pemalu dan sepertinya tidak cocok dengan kelasnya saat kita dalam mode
festival budaya. …)”
“(Maksudmu dia tinggal bersamanya sehingga dia tidak
kesepian? Wow! Itu sangat manis! Sekarang aku memiliki kesan yang lebih baik
tentang dia!)”
… Aku bilang teman perempuan, bukan pacar.
[TL Note: di sini sebenarnya Yume bilang girl friend dalam
arti teman perempuan, bukan girlfriend (pacar). Tapi senpai nangkepnya
girlfriend (pacar).]
Uuu… ya, semua orang akan berasumsi begitu…
“(Kalau begitu kita harus bergegas dan segera membebaskannya
dari pekerjaan ini! Ayo selesaikan ini secepatnya!)”
"(Ya…)"
Mizuto sedang melihat layar ponselnya sementara aku diliputi
perasaan tidak berdaya.
+×+×+×+
"Kerja bagus! Sampai jumpa besok!"
Setelah memasang poster, aku membereskan barang-barangku di
ruang pertemuan dan mengucapkan selamat tinggal kepada Yasuda-senpai dan
anggota komite festival budaya lainnya.
Aku mengintip wajah Mizuto saat anggota komite festival
budaya berpencar satu per satu.
“Kerja bagus, kau bisa berbicara dengan Yasuda-senpai dengan
cukup baik, bukan? Aku tadi bertanya-tanya kapan kau akan mengatakan
sesuatu yang kasar. ”
Mizuto melirik wajahku,
“Itu jauh lebih mudah, karena tidak seperti beberapa orang, aku
tidak perlu menyebutkan apa yang aku suka atau tidak suka.”
“…Apakah kau yakin hanya aku yang membicarakan hal seperti
itu denganmu?”
“Kawanami juga.”
Oh, begitu... entah kenapa, aku agak berharap kalau hanya
aku.
“Aku berharap aku bisa merekam momen saat kau mengobrol
ringan. Higashira-san akan tertawa jika aku menunjukkannya padanya.”
“Jangan. Dia akan mengolok-olok momen itu selama sisa
hidupku, atau dia akan terus mengejekku tentang hal itu. Bagaimanapun juga,
itu menyebalkan. ”
“Tidak semenyebalkan kau.”
“Sepertinya kau tidak tahu. Kau tidak tahu apa yang
terjadi ketika seorang tanpa keterampilan sosial kehilangan ketenangannya.”
Ah, ya, ya. Kau sedang membicarakan tentangku, juga.
Aku kesulitan menahan senyum. Dia mengatakan bahwa itu
bukan hanya aku ... tetapi percakapan ini tidak akan terjadi jika kami tidak
putus dulu. Aku merasa nyaman dengan fakta itu sekarang.
“Aku tahu aku seharusnya merekamnya. Kau tidak lebih
baik dari Higashira-san ketika kau membungkuk dan menunjukkan pusarmu—”
"Maaf. Aku butuh satu menit.”
Mizuto melambaikan ponselnya padaku.
Sepertinya dia memiliki sesuatu yang mendesak untuk
dilakukan, dan aku tidak bisa memikirkan siapa pun yang akan menelpon Mizuto—
"Higashira-san?"
"Ya. Aku sedikit lebih lama dari yang aku katakan,
aku akan—”
Saat dia mengatakan itu, Mizuto mengetuk teleponnya dan
menempelkannya ke telinganya.
Aku tidak bisa melihat wajahnya yang dari samping karena
tertutup tangannya.
Tentu saja, aku tidak bisa melanjutkan komentar sampinganku
sebelumnya.
Jika dia lebih lama ... yah, dia tidak punya
pilihan. Itu prioritasnya.
Setelah beberapa saat, Mizuto membuka mulutnya, sepertinya
Higashira-san telah terhubung dengannya.
“Halo, halo …”
Aku diam-diam melihat Mizuto berbicara dengan Higashira-san.
Itu hanya sekitar sepuluh detik.
"Oh. Ya, aku akan segera ke sana.”
Mizuto menarik telepon dari telinganya dan menutup telepon.
Kemudian dia berbalik
"Sampai jumpa lagi. Aku akan mengambil jalan
memutar sedikit dan kemudian pulang.”
“Oh… tentu. Jangan terlambat. Hari semakin gelap. …”
"Ya. Aku tahu."
Mizuto berkata singkat, dan berjalan dengan langkah yang
cepat. Dia mungkin pergi ke perpustakaan. Itu tidak ada hubungannya
dengan festival budaya, jadi akan lebih mudah bagi Higashira-san untuk
menghabiskan waktu di sana.
Jika aku pulang duluan dan menunggu, aku seharusnya bisa
segera bertemu Mizuto lagi.
Jika ada sesuatu yang belum kami bicarakan, kami bisa
membicarakannya nanti.
Seharusnya begitu, tapi—
"Hai!"
Aku memanggilnya.
Mizuto berhenti dan melihat ke arahku.
"Ada apa?"
“Eh… erm….”
Kenapa aku menghentikannya?
Aku bahkan tidak tahu mengapa, dan aku mencari sesuatu untuk
dikatakan,
“T-shirt kelas kita seharusnya sampai besok. …!”
Matahari terbenam bersinar ke samping, mewarnai wajah Mizuto
setengah merah dan menutupi separuh lainnya dengan bayangan hitam.
"Aku mengerti. Aku menantikannya."
Begitu dia menjawab seperti itu, Mizuto pergi.
Untuk beberapa saat, aku melihat ke bawah tangga tempat
Mizuto menghilang.
Aku terus menatapnya untuk beberapa saat.
Hubungan kami buruk, seperti perang dingin. Kami
bertukar duri, seperti kami saling menghancurkan—begitulah kami selalu
memperlakukan satu sama lain.
Di situlah kami berada.
Begitulah bagaimana aku menyukainya saat ini.
Namun—aku bertanya-tanya mengapa.
Itu sama seperti biasanya.
Aku mungkin lebih suka hal-hal tetap seperti ini.
Tapi—kenapa aku merasakan seperti ada dinding antara aku dan
Mizuto saat ini?
Translator: Janaka
Dahlah 😑
ReplyDeleteKgk ada perkembangan sama sekali sumpah
ReplyDeleteUdah Ditungguin malah disuruh nunggu lagi
Delete