My Stepsister is My Ex-Girlfriend - Volume 6 Chapter 4 Bahasa Indonesia

 

Bab 4

 

Saat waktu senggang di liburan musim panas.

Aku sedang melihat kembang api di pedesaan, sendirian di kuil yang sepi.

Dunia terus berputar tanpa masalah.

Meskipun aku tidak ada di sana, meskipun kau tidak ada di sini.

Seolah-olah—tahun lalu adalah kebohongan.

Aku menatap ponsel di tanganku.

Aku yakin gelombang radio akan dengan mudah menghubungkanku denganmu.

Mungkin mudah untuk melakukannya, sama seperti tahun lalu.

Tapi aku tidak bisa melakukannya.

Aku merasa kau sudah terlalu jauh untuk dijangkau sinyal.

—Aku berharap kau berbohong kepadaku.

Tahun lalu, waktuku bersamamu.

Aku tidak ingin tahu bahwa semuanya akan segera berakhir.

 

Yume Irido

 

Sekarang setiap kelas telah memutuskan kegiatan mereka, persiapan untuk festival budaya benar-benar dimulai.

Kelas mulai mengerjakan interior kafe Taisho-Romantic dan mempelajari menu, dan sementara itu, Mizuto dan aku berkeliling sebagai anggota komite.

Selain menjadi penghubung antara setiap kelas dan manajemen, tugas kami di festival budaya adalah menyiapkan undangan, poster untuk publikasi, dan tugas-tugas lain yang terkait dengan seluruh festival budaya, seperti hubungan dengan masyarakat setempat. Jadi, meskipun kami sendiri yang merencanakan acara itu, kami tidak dapat terlibat dalam persiapan di kelas.

"(…Apa kabar?)"

"Woah?"

Saat aku dalam diam bekerja menggunakan laptopku, sebuah suara dingin tiba-tiba berbicara di telingaku, dan aku menegak.

Setelah melihat reaksiku, orang yang berbisik itu—Wakil Ketua OSIS Suzuri Kurenai-senpai sekaligus ketua panitia festival budaya, terkekeh menggoda.

“Senpai…apa yang kau lakukan tiba-tiba…?”

"Maaf, aku hanya berusaha untuk tidak menjadi penghalang."

Itu bohong. Dia pasti hanya main-main.

Kurenai-senpai disebut siswa paling jenius dalam sejarah sekolah, dan bahkan siswa tahun ketiga menundukkan kepala mereka ke arahnya karena karismanya, tapi dia sebenarnya sangat ramah. Mungkin karena kami menonjol dalam presentasi kami, aku merasa dia sering berbicara denganku… Aku mungkin terlalu kegeeran, karena dia cukup ramah dengan semua orang.

Kurenai-senpai membungkuk dan mengintip ke layar laptopku saat aku masih bekerja..

“Jadi, bagaimana uji cobanya? Berjalan dengan baik?"

“Oh, ya… sejauh ini aku belum menemukan bug yang signifikan.”

Aku sedang menguji coba sistem pencegahan masalah yang kami usulkan saat presentasi.

Beberapa siswa dengan ciri khusus dibiarkan berkeliling sekolah, dan anggota komite akan menemukannya, memotret mereka, dan segera memasukkannya dalam database. Dan kemudian, berdasarkan database, mereka akan mencoba memprediksi perilaku siswa. Ini adalah permainan kejar-kejaran, tetapi ini adalah cara yang baik untuk melihat apakah program database benar-benar berfungsi, dan tanpa masalah.

Aku tidak terbiasa dengan komputer, tetapi aku dipilih untuk men-debug database karena kamilah yang menyarankan untuk melakukan uji coba database ini. Di meja terdekat, Mizuto dalam diam melakukan pekerjaan yang sama.

Kurenai-senpai melihat ke layar dan mengangguk dengan pasti,

“Ya, kelihatannya bagus. Yah, aku tidak khawatir tentang itu, karena Joe yang menyiapkan sistemnya. ”

“Jo…?”

“Itu bendahara kami. Dia tidak memiliki banyak hawa kehadiran, tapi dia sangat hebat. Dia pandai dalam bidang komputer.”

Kurenai-senpai melihat ke anak laki-laki dengan kacamata dan tatapan bodoh di ujung meja panjang di depan papan tulis, yang dalam diam mengetik di keyboard.

Ketika aku melihatnya, aku akhirnya ingat. Jouji Haba, Bendahara.

Jadi dia memanggilnya 'Joe' karena mereka selalu bersama. Apakah mereka dekat?

"Apa menurutmu kami ini dekat?"

“Eh?”

Dia membaca pikiranku!

Kurenai-senpai tertawa lagi,

“Kamu menarik karena wajahmu menunjukkan apa yang kamu pikirkan. Ngomong-ngomong, maaf untuk mengatakannya, kami belum menjadi pria dan wanita. ”

[TL Note: belum menganggap satu sama lain sebagai bagian dari lawan jenis, maksudnya belum ada ketertarikan romantis.]

“Kamu terlalu tajam, senpai—”

Hm?

Apakah dia mengatakan ... 'maaf untuk mengatakannya', dan 'belum'?

Eh? Dia bercanda, kan? Begitukah?

"Yah, siapa yang tahu?"

Kurenai-senpai memberikan lirikan licik, menutup satu mata, "Baiklah, sampai jumpa." dan berkata sambil pergi ke anggota lain.

Tidak… apa jawabannya? Apa kesimpulannya?

Mau tak mau aku menatap punggung senpai yang ramping dan elegan  berbanding terbalik dengan kehadirannya. Mereka pasangan yang sangat tidak terduga jika memang benar begitu, tapi aku merasa dia sedang menggodaku… entahlah!

Saat aku mulai frustrasi, "Hei." seseorang memanggilku,

Aku berbalik dan sebelum aku menyadarinya, Mizuto sudah berdiri di sampingku.

“A-apa?”

“Itu pada tab kedua. Bukankah ada lebih banyak kesalahan ketik daripada biasanya?”

“Eh…? Hmm, kau benar… aku ceroboh.”

“UI-nya mungkin sulit dipahami bagi sebagian orang. Mungkin kita harus membuatnya lebih sederhana.”

“Ya, dimengerti. Aku akan mencatatnya dan melaporkan kembali. ”

Mizuto mengangguk dan kembali ke tempat duduknya.

…Meskipun kemampuannya luar biasa seperti biasanya, Mizuto tampaknya tidak tertarik untuk berinteraksi dengan anggota komite festival budaya lainnya saat ini. Dia hanya berbicara denganku, dan jika aku harus menebak, aku akan mengatakan bahwa Kurenai-senpai akan banyak berbicara dengannya.

Wajar jika Mizuto tidak cocok dengan orang-orang di sekitarnya… dia malu karena begitu banyak orang mengetahui kemampuannya selama presentasi.

 

Kogure Kawanami

 

“Ini, Kokkun. Ah ”

“Argh!”

Dengan suara manis, sepotong jeruk dimasukkan ke dalam mulutku, dan aku memakannya.

Akatsuki memegang sendok dan memiringkan kepalanya,

"Bagaimana?"

“Hmmmm… kurasa itu agak terlalu manis, ya?”

“Aku menyukai yang seperti itu!”

“Kau tidak bisa menilai ini berdasarkan seleramu saja!”

Kami mencicipi menu yang akan kami sajikan untuk kafe kami.

Makanan barat di era Taisho terdiri dari kari, kroket, dan irisan daging babi, tapi kali ini, kami dilarang menggunakan minyak atau api, jadi rencananya adalah membuat menu makanan ringan sederhana seperti fruit punch yang pada dasarnya terbuat dari buah-buahan kaleng yang dicampur dengan air soda, dan sandwich dengan isian ham, selada, dan telur orak-arik yang sudah disiapkan sebelumnya.

Aku melihat ke fruit punch yang dibuat Akatsuki,

“Bukankah semua ini aneh? Seperti, jika kita berbicara tentang kafe, bukankah kita harusnya menyajikan kopi atau teh sebagai menu utama kita?”

“Kurasa itu benar, Kine-san mulai bersemangat dengan mereka. Dia menggiling kacang di ruang ekonomi rumah sejak tadi.”

“Dari kacang…? Kukira itu yang diharapkan dari anggota klub upacara minum teh, tetapi apakah kopi dianggap sebagai teh? ”

Banyak orang yang sedang bersemangat di sekitar.

Aku melihat sekeliling kelas. Jika konsepnya adalah Taisho-Romantic, tidak baik dinding kelasnya dibiarkan begitu saja, jadi aku berpikir untuk memasang wallpaper bergaya kafe. Namun, ada banyak jenis, dan ada perdebatan yang terjadi antara kelompok serat kayu dan kelompok batu bata.

Melihat ke depan kelas, mereka mendiskusikan pengaturan tempat duduk di papan tulis. Menurut penelitian Irido-san, kafe pertama di era Taisho adalah salon tempat berkumpulnya orang-orang berbudaya. Kami masih mencoba untuk memutuskan apakah akan menata kios sedikit lebih seperti itu, atau membuatnya seperti kafe biasa.

Ini seperti bermain Minecraft di kelas, yang sebenarnya bukan hal yang buruk, tidak terlalu buruk. Nah bagiku, sama seperti cinta, lebih menyenangkan untuk menonton dari kejauhan daripada menjadi bagian darinya.

Sementara aku secara sah membolos dengan alasan mencoba prototipe fruit punch, "Ah!" Akatsuki berteriak,

"Higashira-san?"

"Hmm?"

Aku berbalik untuk melihat seorang wanita mengintip dari pintu masuk kelas.

Itu tidak lain adalah Isana Higashira. Dia menoleh dan sepertinya mencari seseorang. Yah, sudah jelas siapa yang dia cari.

Kami mendekati Higashira,

"Irido tidak ada di sini."

“B-Bagaimana kau tahu?”

“Itulah satu-satunya alasan mengapa kau datang ke kelas kami, Higashira-san.”

Higashira menegakkan punggungnya sedikit, dan melihat melalui bagian atas kepala Akatsuki ke dalam kelas.

“Di mana Mizuto-kun…jika ini terus berlanjut, aku yakin aku akan dihancurkan sampai mati oleh suasana festival budaya!”

“Apa yang membuatmu berpikir begitu? Bukankah seharusnya kau membantu persiapan kelasmu?”

"Ya. Bagaimana keadaan kelasmu?”

“Fufu…apa menurutmu mereka akan membiarkanku melakukan sesuatu?”

Singkatnya, dia tidak termasuk sebagai bagian dari kelasnya, dan datang untuk mencari Irido, mencari perhatian.

Aku tercengang,

“Irido ada di ruang komite festival budaya. Dia lebih sibuk dari kita. Jangan ganggu dia.”

“…Begitu…sayang sekali, aku seharusnya tidak merepotkannya…”

Bahu Higashira merosot, dan dia jelas kecewa. Yah, itu salahnya sendiri karena tidak bisa berteman di kelas. Festival budaya adalah kesempatan bagus untuk lebih dekat dengan teman sekelasnya, jadi dia tidak boleh kabur.

“Oh ya, Higashira-san, apa kau mau fruit punch? Aku membuat sampel untuk kafe. ”

“Eh? Apakah boleh…?"

"Tentu, tentu! Lagipula aku tidak butuh pendapatnya.”

"Kurasa begitu."

"Kenapa kau merasa seperti hanya ketika denganku?"

Saat Akatsuki hendak mengajak Higashira ke dalam kelas,

“… Hm? Isana?”

“Oh, Mizuto-kun!”

Mizuto Irido muncul di sisi lain koridor, dan Higashira berbalik seperti anjing yang menemukan pemiliknya.

Higashira berlari ke Irido dengan tergesa-gesa,

“Bukankah kau seharusnya di ruang komite festival budaya?”

“Aku sudah selesai untuk hari ini. Akan memeriksa kelas dan kemudian datang menjemputmu. ”

"Oh. Kebetulan sekali. Aku baru saja mulai merasa tidak pantas berada di dalam kelas, dan itu semakin tak tertahankan!”

"Salahku. Aku terlambat menjemputmu.”

Aku bisa melihatnya mengibaskan ekornya. Dia benar-benar menyukainya, ya? Sepertinya, sejak insiden pengakuan di kelas, dia tidak peduli bagaimana orang lain memandangnya.

Aku mengangkat tanganku dengan ringan ke arah Irido,

“Hei, di mana Irido-san?”

"Siapa tahu? Sepertinya dia masih memiliki beberapa pekerjaan yang harus dilakukan. ”

Dia terdengar tidak tertarik. "Hmm?" Aku berpikir.

Sementara itu, Irido meletakkan tangannya di bahu Higashira,

“Kalau tidak ada pekerjaan, ayo pulang bersama. Perpustakaan akan ditutup, jadi ayo pergi ke tempatku.”

"Kedengarannya bagus! Aku akan pergi mengambil barang-barangku!”

“Aku akan ikut denganmu.”

Dia berbalik dengan Higashira, dan kemudian, seolah ingat sesuatu, berbalik ke arah kami.

“Sampai jumpa, Kawanami, Minami-san.”

“Ah, kerja... bagus.”

“Kerja bagus, Irido-kun.”

Irido mengangguk dan menghilang ke lorong yang bising bersama Higashira.

Setelah melihatnya pergi, aku melakukan kontak mata dengan Akatsuki tanpa berpikir.

"Bagaimanapun…"

"Ya…"

Rencananya adalah memperpendek jarak antara mereka dengan melibatkan mereka di komite festival budaya.

Tapi kenapa?

Mengapa rasanya jarak di antara mereka malah bertambah?

 

Isana Higashira

 

Segera setelah aku memasuki kamar Mizuto-kun, pomf. Aku meletakkan pantatku di tempat tidur dan melepas kaus kakiku.

Mizuto-kun tidak terpengaruh oleh kelakuanku yang seenaknya. Dia menggantung tas dan blazer dan melonggarkan dasinya.

“Fuuu… sekarang bebannya terlepas dari pundakku.”

"Anggota komite festival budaya, apakah kau begitu sibuk?"

"Itu bukan pekerjaan yang berat, tetapi Wakil Ketua terlibat ... dia sangat merepotkan."

“Eh? Wakil Ketua? OSIS?”

"Ya. Aku yakin dia bukan orang jahat, tapi aku tidak tahan dengannya.”

Tidak biasa bagi Mizuto-kun untuk mengatakan sesuatu seperti itu. Biasanya, dia tidak akan memperhatikan orang lain selain Yume-san.

“Itu pasti berat. Aku bisa hidup sekarang karena aku tidak punya pekerjaan yang harus dilakukan. ”

“Jangan sombong. Kau memiliki terlalu sedikit pekerjaan yang harus dilakukan, kau mungkin stres. ”

“Itu benar…Aku merasa bersalah karena semua orang bekerja keras….”

“Akan canggung bagimu untuk mengenakan T-shirt kelas ketika kau belum melakukan apa-apa.”

“Wooohhh!? Jadi ada hal seperti itu!? Ada budaya kaos kelas~~~~! Kupikir kita tidak akan mendapatkan itu karena kita berada di sekolah persiapan~~~!”

“Kita berada di sekolah persiapan, tetapi ini masihlah SMA. Untung kita tidak perlu membayar karena itu dari anggaran kelas. ”

“Sepertinya kau juga tidak akan menyukai kaos kelas, Mizuto-kun?”

“Tentu saja tidak. Itu pada dasarnya adalah tekanan teman sebaya.”

"Aku mengerti! Aku bahkan tidak menganggap bahwa aku termasuk bagian dari kelas!”

“Aku tidak terlalu peduli bahkan jika kaos itu membuat kami tampak seperti kami berteman atau semacamnya…”

Haa , Mizuto-kun menghela nafas pelan. Hmmm…aku bisa melihat dia sangat lelah, ya.

“Mizuto-kun, Mizuto-kun, karena kau lelah, haruskah aku berbagi energiku denganmu?”

"Hah? Bagaimana?"

“Ke sini.”

Aku memanggil Mizuto-kun ke sisi tempat tidur dan memintanya untuk duduk dengan punggung menghadap ke arahku.

Aku meletakkan tanganku di bahu Mizuto-kun dan menekan jari-jariku.

“Momi-momi~”

“…Kupikir kau akan melakukan ‘sesuatu’. Hanya pijatan?”

"Bagaimana rasanya?"

“Hm… yah…”

"Apakah tidak mengganggumu kalau payudaraku mungkin mengenai bagian belakang kepalamu?"

“Kau baru mengatakannya? Sudah terlambat untuk itu sekarang.”

“Hah. Kurasa kau bosan dengan payudaraku.”

"Kau benar dalam arti bahwa aku bosan dengan lelucon yang berlebihan ini."

Menyedihkan. Kau seorang juga pria, kan? Tidakkah kau ingin menyentuh mereka setidaknya sekali? Ketika aku menembaknya, dia mengatakan bahwa dia tidak menolakku karena aku tidak menarik.

Aku dengan ringan mengusap bahu Mizuto-kun, dan bertanya padanya apa yang menurutku topik yang cocok.

“Mizuto-kun, kudengar kau mengadakan kafe cosplay di festival budaya.”

Aku mendengar dari Minami-san, bahwa presentasi Mizuto-kun berhasil.

Mizuto-kun mengendurkan posturnya,

“Bukan aku yang mengadakannya. Kelasku yang akan mengadakannya. ”

“Aku melihat fotomu~! Itu terlihat sangat bagus untukmu, sarjana. ”

“Semua itu hanya membuatku lelah. …”

Dia terdengar sangat lelah. Aku lihat dia benar-benar tidak menginginkan perhatian.

"Itu bagus. Sepertinya itu adalah presentasi yang menarik. Acara kelas kami membosankan dan kami sangat tidak termotivasi.”

"Itu kau sepertinya yang paling tidak termotivasi."

“Yah, itu benar. Jika itu adalah cosplay yang imut dan menggemaskan, aku juga akan tertarik~…”

"Kau? Cosplay? Di depan orang lain? Mungkin kau harus memahami apa yang bisa dan tidak bisa kau lakukan.”

“Kurasa sangat mustahil bagiku untuk ber-cosplay di depan umum, apalagi jika aku harus melayani pelanggan…hm.”

Aku harus memikirkannya, tentang apa yang bisa dan tidak bisa aku lakukan.

“…Mizuto-kun.”

Aku mencondongkan tubuh ke depan sedikit dan melihat ke wajah Mizuto-kun dari atas.

"Hmm?" Mizuto-kun mendongak dan melakukan kontak mata denganku dari dekat.

“Bolehkah aku mencobanya di sini, cosplay?”

"Di Sini? ... seperti, apa? Kami tidak memiliki kostum di sini.”

"Tidak, tidak, aku bisa meminjam apa yang ada di lemari sebentar."

"Hah? Di lemari?? Aku tidak akan membiarkanmu, dasar cabul.”

“Aku tidak akan menyentuh sesuatu yang aneh! Aku hanya perlu meminjam ini! Ini!"

Kataku, dan menunjuk kemeja yang Mizuto-kun kenakan.

Mizuto-kun terlihat semakin skeptis.

"Ini? …Yah, tentu saja, ada cadangan di lemari, tapi…”

“Oke, aku akan berganti baju… jangan lihat aku, oke? Kau sebaiknya tidak melihat. ”

"Maaf karena bersikap gentleman, tapi aku benar-benar tidak mau melihat."

Mizuto-kun berbicara dengan tercengang saat dia berdiri, mengeluarkan buku yang sedang dia baca dari tasnya, kembali ke samping tempat tidur dan membukanya. Aku benar-benar sedikit kesal dengan sikapnya yang tidak tertarik. Kau anak SMA! Mengapa kau tidak tidak tertarik melihat seorang JK sedang yang berganti pakaian!

[TL Note: JK, cewek SMA.]

Aku melepas dasiku dan mulai membuka kancing kemejaku.

…Ah, woah, j-jantungku berdebar secara tak terduga…Kurasa melepas pakaianku di sebelah laki-laki…saat liburan musim panas, aku ceroboh karena masih mengantuk hingga hampir memperlihatkan payudaraku, dan sekarang aku memperlihatkan braku di titik buta Mizuto-kun…agak cabul…fufu…

[TL Note: Saat kunjungan Mizuto ke rumah Isana, kalo gak salah.]

Aku menarik lenganku dari lengan baju dan melemparkan kemeja itu ke samping…ah, di tempat tidur Mizuto-kun! Seorang gadis sedang melepas bajunya! ecchi! Ini benar-benar ecchi.

Jika aku bisa, aku akan meletakkan bra di sana juga, tapi aku tidak akan… ini sangat dekat, sangat dekat. Aku bisa melakukannya jika Mizuto-kun keluar kamar. Mizuto-kun hampir melihat payudaraku yang terbuka.

Sekarang, roknya. Aku meletakkan jariku di ritsleting yang tersembunyi di dalam lipatannya…

Pada saat itu, kilatan kejeniusan menghantamku.

[TL Note: maksud dapat ide.]

Aku melirik ke arah Mizuto-kun, yang benar-benar membolak-balik halaman bukunya, tidak memperhatikanku. Dia sebenarnya tidak membaca sama sekali, dan malah mendengarkanku. Kami tidak sedang dalam suatu hubungan, tapi aku pikir aku harus memuaskan harga diri seorang wanitaku sesekali.

Itu sebabnya aku…

Slip, aku agak menonjolkan pinggangku dan meletakkan ritsleting di dekat telinga Mizuto-kun…

Siiii

“… Oh. Kenapa kau meletakkannya begitu dekat? ”

"Hah? …Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan~…”

"……Baiklah."

Aku berhasil menarik perhatiannya, tetapi sepertinya terlalu terlihat kalau aku sengaja.

Aku melepas rokku, dan aku benar-benar hanya tinggal mengenakan pakaian dalamku. Woaahh….Aku merasa sedikit tergoda untuk melakukan pose erotis di belakang Mizuto-kun, tapi pengendalian diriku nyaris tidak berhasil. Jika aku akan melakukannya, aku lebih suka melakukannya dengan desain pakaian dalam yang lebih erotis.

Aku meletakkan tanganku di lengan baju Mizuto-kun yang aku ambil.

… Seperti yang kuduga, lengan bajunya agak terlalu lebar. Ehehe…ini agak besar… Ah, seharusnya aku mengatakan hal seperti itu dengan keras.

“Ehehe… ini agak besar…”

“…………”

Dia mengabaikanku!

Tidak apa-apa bagimu untuk menjadi asin sepanjang waktu, Mizuto-kun, tapi kau bisa bersikap manis padaku sesekali, tahu?

[TL Note: asin = acuh tak acuh.]

Aku mengencangkan kancingnya, tetapi aku terhenti saat sampai di bagian dada. Seberapa jauh aku harus menggodanya…? Kancing pertama (paling atas) tidak mungkin, tapi aku seharusnya tidak menunjukkan braku semudah itu. Hmmm, sulit untuk membayangkannya tanpa melihat cermin.

Aku merogoh tasku di samping tempat tidur untuk menggunakan ponselku sebagai cermin tangan. Tepat di sebelah tempat Mizuto-kun duduk—

"Hah? Oy!”

Tiba-tiba, Mizuto-kun mengeluarkan suara tidak sabar dan menatapku.

Ya, dia menatapku.

Hah?

… Apa aku baru saja memasuki bidang pandang Mizuto-kun?

Aku membeku dengan tanganku meraih tasku dan menatap dadaku.

Aku baru akan menggunakan kamera di ponselku untuk memeriksa apakah pakaian dalamku hampir terlihat ... ketika aku melihat bagian bra merah muda sederhana melalui kancing ketiga yang terbuka.

“Auuu!”

Aku buru-buru mencengkeram kemeja itu.

…Dan ketika aku melakukan itu, kali ini bagian bawahku terlihat.

“Nyaa!”

Aku menutup pahaku erat-erat untuk menutupi celana dalamku.

S-Sungguh menakjubkan...ada apa dengan daya tahan seperti kertas dari perlengkapan ini? Aku hanya bisa melakukan ini di depan seseorang yang ingin aku sentuh!

[TL Note: bagian awal kayaknya menggunakan bahasa game untuk menggambarkan pakaian yg mudah sekali terbuka.]

"Kau sangat berisik ... bukankah kau yang memilih untuk memakai itu?"

“T-tapi… celana dalamku tidak terlalu manis hari ini…”

"Aku akan lebih bermasalah jika kau mengenakan sesuatu yang terlalu imut."

Aku mencoba menggodamu!

Memang benar aku ditolak, dan aku mendukungmu dan Yume-san, tapi aku ingin sebanyak mungkin kesempatan untuk menggodamu, Mizuto-kun!

Aku mengencangkan satu kancing lagi, menemukan postur yang aman, dan bertanya lagi pada Mizuto-kun.

"Kau suka?"

Aku sedikit mengangkat tanganku yang terulur dari lengan baju, dan aku ingin menarik perhatiannya.

Sekarang setelah aku membuat pose, aku mencoba melonggarkan pahaku.

Mizuto-kun menatapku seperti dia sedang menonton program berita setelah dia bangun,

"Yah, kau imut."

“Ooh!? Aku mendapat pujian!”

“Menurutku kau manis. Aku hanya tidak ingin mengatakannya karena kau akan terbawa suasana.”

Mizuto-kun berkata begitu, dan mengalihkan perhatiannya kembali ke buku.

…Hah? Tindakannya sepertinya tidak cocok dengan kata-katanya.

Aku mendekati Mizuto-kun dengan posisi merangkak,

“Erm… tunggu, apakah ini 'imut', mungkinkah, 'imut' seperti kucing dan anjing?”

"Ya, begitu."

“Bukan itu yang aku inginkan! Aku tidak ingin kau menganggapku seperti itu… Aku ingin kau menjadi sagne!”

“Kau tidak keberatan jika aku begitu?”

Mizuto-kun berbalik dan menatap mataku.

Jiiii ...dia bahkan tidak bergerak sedetik pun. Matanya hanya menatap tajam ke mataku..

“Tidak…ah, erm…A-aku tidak siap untuk itu…”

Ketika aku berbalik dan mundur, "hmph." Mizuto-kun mencibir, menganggapku idiot.

"Kau tidak berguna."

Hah? … Tidak berguna?

“Itu hal paling keterlaluan yang pernah kudengar! Aku tidak ingin dikatai begitu oleh seseorang yang menolak pengakuan orang untuk alasan yang tidak bisa dimengerti dan terus mengabaikan hidangan utama!”

“Jangan menyebutnya tidak bisa dimengerti. Tapi kau benar.”

Argghh! Kalau terus begini, hubungannya dengan Yume-san tidak akan pernah berkembang!

 

Yume Irido

 

Persiapan untuk festival budaya berjalan dengan lancar.

Saat acara yang sebenarnya mendekat, suasana sekolah menjadi semakin tidak normal. Sepertinya tempat di mana kami belajar dengan serius menjadi semakin berwarna dan bersemangat, dan itu menambah warna dalam perasaanku.

Pada hari ini, kami harus membuat gapura di pintu masuk, tugas terbesar komite festival budaya dalam arti tertentu. Kami memindahkan meja-meja dari ruang pertemuan yang biasanya merupakan ruang kerja kami, dan menyusun kotak-kotak kardus di lantai untuk dicat.

Saat kami duduk di lantai, pinggangku mulai terasa sakit. Aku meregangkan punggungku dan memutuskan pergi ke kamar kecil untuk istirahat.

Aku memberi tahu beberapa gadis dari kelas lain yang aku kenal di komite festival budaya, dan meninggalkan ruang pertemuan.

Gedung sekolah sangat sibuk hingga aku tidak percaya sekarang sedang jam pulang sekolah. Ada papan-papan tanda untuk acara yang digantung di lorong, dan banyak suara bergema dari bebrapa ruang kelas. Beberapa kelas entah bagaimana malah melakukan karaoke. Suasananya terasa aneh.

Aku melihat ke bawah melalui jendela pada orang-orang yang berlatih tarian mereka di halaman, dan pergi ke toilet perempuan di dekatnya. Di sana,

“Yah.”

“Ah… kerja bagus, senpai.”

Suzuki Kurenai-senpai berada depan wastafel.

Ada kantong kosmetik yang diletakkan di sana, dan kabel cetokan rambut terhubung ke stopkontak di dinding. Mungkin dia sedang berdandan.

Kurenai-senpai memiliki aura yang agak tidak duniawi, tapi kurasa dia sebenarnya gadis yang normal...Aku dikejutkan oleh sesuatu yang begitu jelas, dan pergi ke bilik untuk melakukan urusanku.

Ketika aku kembali ke wastafel, aku menemukan bahwa senpai masih di sana. Dia terlihat seperti bukan tipe orang yang akan menghabiskan banyak waktu untuk berdandan, tapi…Aku mencuci tanganku di wastafel di sampingnya, sedikit bertanya-tanya. Ketika aku melihat ke cermin, aku melihat bahwa rambutku sedikit longgar setelah bekerja, dan melepas karet gelang untuk mengikatnya kembali.

"Apakah kamu ingin menggunakan ini?"

Senpai tiba-tiba menyodorkan sisir ke arahku.

Aku sedikit terkejut, tetapi aku dengan cepat mendapatkan kembali ketenanganku,

"Terima kasih banyak."

Aku mengambil sisir.

Saat aku mulai menyisir rambutku sendiri, senpai tiba-tiba berbicara.

“Sepertinya kamu bisa berteman di komite.”

“Ah, ya…aku sebenarnya orang yang pemalu, tapi berkat semua orang aku bisa berbicara dengan bebas.”

“Senang mendengarnya… semoga yang lain bisa lebih cocok juga.”

"Yang lain…."

Aku bilang.

“…Maksudmu Mizuto?”

"Ya ya. Eh... Kakak laki-lakimu?”

“Adikku.”

[TL Note: kalau berdasarkan waktu kelahiran faktanya Mizuto itu adik Yume, cuma beda 34 menit.]

Sementara aku tidak jijik seperti sebelumnya, tapi aku tidak ingin menjadi adik perempuannya lagi ... aku tidak bisa memanggilnya 'onii-chan' atau sesuatu seperti itu lagi ...! aku tidak bisa! Karena hatiku!

“Aku sudah mencoba banyak berbicara dengannya, berteman dengannya, tetapi aku merasa sangat sulit untuk melakukannya.”

“Eh…? E-erm, berteman…?”

Aku berhenti menyisir, dan Kurenai-senpai tertawa kecil,

“Sebagai ketua OSIS selanjutnya, tentu saja. Seorang siswa luar biasa sekaliber dia sangat sulit dijumpai. ”

[TL Note: Sudah kuduga Mizuto bakal dapat undangan masuk OSIS.]

"B-begitukah?"

I-itu mengejutkanku...Kupikir dia mencoba membuatku bereaksi!

“Aku merasa dia sedang membangun tembok di sekelilingnya, atau menunjukkan bahwa dia tidak tertarik pada orang lain…yah, aku bisa merasakan perasaan seperti itu…”

“Eh?”

“Komunikasi dengan orang-orang di sekitarmu akan membuat pekerjaanmu lebih mudah. Yume-chan, kuharap kamu akan membuatnya lebih terlibat dalam sirkel.”

Dengan itu, senpai mengulurkan tangannya ke arahku. Aku baru saja selesai menyisir rambutku.

“Rambutmu sangat indah. Aku iri padamu."

Senpai mengambil sisir dariku dan meninggalkan toilet wanita dengan kantong kosmetiknya.

Aku menatap punggungnya, dan mengingat apa yang dia katakan.

Dia tidak tertarik pada orang lain —yah, Mizuto tentu saja memiliki aura seperti itu. Kurasa aku bisa berempati dengan Kurenai-senpai karena mencoba berbicara dengan kouhai yang tidak dikenal sepertiku.

…Sekali lagi aku dipaksa untuk berpikir. Senpai itu sangat cerdik.

Libatkan Mizuto ke dalam sirkel, ya….

Aku yakin pria itu akan kesal, tapi melihat bagaimana dia selalu bergaul dengan Higashira-san, bukan berarti dia sangat benci bersosialisasi.

Selain itu—aku ingat.

Aku ingat dia, sendirian di kuil yang sepi itu, menatap langit malam.

Apakah itu kesepian? Kesendirian? Sepertinya ada sesuatu yang entah kenapa terukir di jiwanya, tapi bukan itu yang dia inginkan.

Jika itu masalahnya—jika, melalui festival budaya ini, dia bisa dibebaskan dari itu sedikit saja, kurasa itu hal yang bagus.

"…Baik."

Ini pasti juga tugasku sebagai kakak perempuan. Ya ampun, aku harus menjaganya dengan banyak cara.

 +×+×+×+

“Yume-chan, apa kamu bebas?”

Saat aku selesai mewarnai gapura, seorang senpai memanggilku.

Itu adalah Yasuda-senpai. Dia adalah seorang gadis tinggi dari tahun kedua, sifatnya cerah dan hidup, mengingatkanku pada Akatsuki-san. Dia orang yang sangat bijaksana, dan ramah padaku bahkan sebagai senpai. Kebetulan, dia adalah tipe orang yang memanggil teman-temannya dengan nama depan mereka 10 menit setelah dia berteman dengan seseorang.

“Ya, aku bebas… ada yang bisa aku bantu…?”

“Aku akan memasang poster di papan buletin, bisakah kamu membantuku? Kaki dan lututku agak sakit.”

"Hmmm. Tidak masalah—"

Saat aku menertawakan suara seperti nenek-nenek Yasuda-senpai yang disengaja, aku menyadarinya.

Ini adalah kesempatanku.

Ketika aku berbalik, aku melihat bahwa Mizuto baru saja selesai mewarnai dan menuju ke jendela tempat dia meninggalkan tasnya. Woah! Dia akan pulang!

“Uh… baiklah senpai, apakah kamu membutuhkan seorang pria untuk membantu?”

"Ya, tapi para priaku sedang keluar ..."

Aku bergegas ke Mizuto dan menepuk bahunya dengan ringan.

"…Apa?"

Dia berbalik menatapku dengan cemberut. Aku tidak akan terintimidasi oleh itu pada saat ini sekalipun.

"Kau sudah selesai?"

"Aku sudah selesai, aku baru mau pergi."

“Aku butuh bantuanmu dengan sesuatu. Kau bisa tinggal sedikit lebih lama, kan? ”

Mizuto melihat arlojinya dan berpura-pura memeriksa jam, tapi aku tahu itu hanya pose. Dia tidak memiliki sesuatu yang khusus untuk dilakukan; dia hanya ingin pulang lebih awal.

Ketika Mizuto melihat bahwa aku tidak menunjukkan tanda-tanda mundur, dia dengan cepat menyerah.

"… Baiklah. Lagipula aku menyelesaikan pekerjaanku lebih awal dari yang diharapkan. ”

"Terima kasih. Kemari."

Aku meraih siku Mizuto, dan kembali ke Yasuda-senpai.

“Kita mendapatkan pria kita. Maaf dia kurus.”

“Oh, jadi kamu adalah si adik laki-laki yang sering kudengar. Senang bertemu denganmu, aku Yasuda!”

Tersenyum, Yasuda-senpai mengulurkan tangannya.

Aku berpikir sendiri, ini buruk. Tidak mungkin pertapa ini akan berjabat tangan dengan senpai yang belum pernah dia temui sebelumnya. Aku harus siap untuk menangani ini—

“Aku Irido dari kelas 1-7. Senang bertemu denganmu, Yasuda-senpai.”

Aku diam-diam terkejut melihat pemandangan yang tak terduga.

Dia tidak tersenyum seperti Yasuda-senpai, tapi dia menyebut namanya dengan cukup lembut, dan bahkan memanggil namanya dan berjabat tangan—Apakah ini benar Mizuto!

Ini adalah pria yang mengabaikan orang lain bahkan kerabatnya, Madoka-san sambil terlihat asin…

Hal yang tak terduga berlanjut.

Yasuda-senpai, yang berjabat tangan dengannya, tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Mizuto.

Ah, invasi wilayah udara!

Jarak pribadi Mizuto memiliki radius sekitar 1,5 meter. Tidak mungkin dia, yang terlihat sedikit tidak nyaman bahkan ketika mengantre di kasir supermarket, tidak keberatan dengan pendekatan santai seperti itu!

“Aku pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tetapi kamu benar-benar memiliki wajah yang imut ketika aku lihat dari dekat. Aku yakin kamu populer, kan~.”

Woargh!? Itu bukan cara yang baik untuk menggodanya, senpai! Mizuto sangat membenci itu!

Kupikir itu akan menjadi ide yang baik untuk memulai dengan seseorang yang tidak akan berkecil hati dengan ketidakpedulian Mizuto, tapi aku tidak mengharapkan dia untuk menutup jarak begitu cepat. Ini mungkin memiliki efek sebaliknya. Mizuto mungkin menjadi lebih keras kepala—

"Itu tidak benar."

Mizuto berkata dengan lembut, dan menunjukkan senyum tipis di wajahnya.

Dia menunjukkan senyum tipis.

… Dia menunjukkan senyum tipis?

“Aku tidak terlalu banyak bicara, jadi aku hampir tidak punya teman. Bagiku, pacar adalah mimpi saja (Yume).”

“Eh~? Tapi aku pernah mendengar desas-desus tentangmu, kamu tahu. Kamu selalu bersamanya, dan kamu sangat dekat.”

“Itu hanya apa yang orang katakan. Dia salah satu dari sedikit temanku. Kakak perempuanku di sana bisa memberitahumu.”

[TL Note: Woy siapa yang mencuci otak Mizuto. Mizuto nyebut Yume kakak perempuan.]

Mereka sedang mengobrol.

Mizuto itu sedang mengobrol dengan ramah.

Sangat mengejutkanku sampai Yasuda-senpai berkata, “Gadis yang digosipkan itu bukan pacarnya, Yume-chan?” Ketika Yasuda-senpai berkata demikian, “Yah, mungkin…” hanya itu jawaban yang bisa kukatakan.

Itu mengejutkanku.

Mungkin lebih mudah bagi Mizuto untuk berbicara dengan seseorang yang akan berbicara dengannya secara tiba-tiba dan dengan paksa. Kalau dipikir-pikir, Higashira-san juga sangat agresif dengan Mizuto…juga, aku sangat agresif berbicara dengannya saat pertama kali bertemu dengannya…

Karena aku salah mengira Madoka-san sebagai cinta pertamanya, aku tidak bisa mempercayai analisisku sama sekali, tapi aku bisa mengatakan bahwa dia memiliki kesan pertama yang baik pada Yasuda-senpai. Senpai adalah pembuat mood komite festival budaya, jadi jika dia menyukainya, itu adalah jaminan dia tidak akan pernah sendirian.

Aku meninggalkan ruang pertemuan dengan setumpuk poster, merasa sedikit kecewa dengan betapa mudahnya itu berhasil. Kami akan memasang poster-poster ini di papan mading di seluruh sekolah.

Sementara itu, Yasuda-senpai terus berbicara dengan Mizuto.

“Irido-kun, nilaimu bagus, kan? Bagaimana kamu belajar?”

“Aku belajar dengan SKS. Aku biasanya hanya mencatat.”

[TL Note: SKS = Sistem Kebut Semalam.]

“Peringkat kedua di tahun sekolahmu dengan SKS~? Otakmu sangat berbeda.”

Pada awalnya, mereka berbicara tentang hal-hal yang sepele menggunakan informasi umum apa pun yang dia miliki, tetapi secara bertahap, mereka mulai masuk ke hal-hal yang lebih pribadi.

“Hei, hei, kamu tidak memiliki hubungan darah dengan Yume-chan, kan? Apa yang kamu pikirkan tentang dia pada awalnya? Kamu akan menjadi keluarga dengan gadis imut seperti itu!?”

"Aku terkejut. Itu sangat tiba-tiba. Setelah itu, kami berdua terlalu sibuk membiasakan diri dengan kehidupan baru kami, jadi kami tidak melakukan sesuatu yang mesum.”

“Benarkah~? Yah, kurasa itu begitu untukmu.”

Dia lebih baik dalam obrolan ringan daripada aku.

Aku sudah terbiasa sekarang, tetapi pada awalnya, aku kesulitan menjawab setiap kali seseorang bertanya kepadaku tentang hubungan satu atap kami. Dia mampu menjawab tanpa ragu-ragu sama sekali.

Bukannya dia tidak bisa berkomunikasi. Dia hanya tidak mau.

Ketika kami berpacaran, keterampilan komunikasinya yang tinggi membantuku berkali-kali. Kalau dipikir-pikir, mungkin tidak terlalu mengejutkan bahwa dia bisa melakukan percakapan ramah dengan senpai di pertemuan pertama mereka.

Faktanya, dia berbicara dengan baik ketika dia bertemu ibu untuk pertama kalinya ...

Karena dia memiliki kemampuan, akan mudah baginya jika dia memiliki kesempatan. Jika itu masalahnya, aku seharusnya memberinya kesempatan lebih awal.

…Hmm? Tapi bukankah Kurenai-senpai bilang itu 'sangat sulit'...?

“Sedikit lagi ke kanan~”

"Di sini?"

"Ya, ya. Oke!"

Sementara aku memiringkan kepalaku dalam menanggapi perasaan aneh yang menjadi duri di sudut kepalaku, orang yang memasang poster itu melanjutkan tanpa masalah.

Setelah dua poster dipasang, Yasuda-senpai diam-diam memanggilku.

“(Yume-chan, Yume-chan)”

"(Ya?)"

“(Kupikir si adik laki-laki-kun akan sulit bergaul karena dia selalu pergi begitu cepat, tapi sepertinya dia pria yang baik? Aku tidak tahu itu. Kenapa dia selalu pergi begitu cepat?)”

“(Alasan dia pergi secepat ini mungkin karena…pacarnya itu sangat pemalu dan sepertinya tidak cocok dengan kelasnya saat kita dalam mode festival budaya. …)”

“(Maksudmu dia tinggal bersamanya sehingga dia tidak kesepian? Wow! Itu sangat manis! Sekarang aku memiliki kesan yang lebih baik tentang dia!)”

… Aku bilang teman perempuan, bukan pacar.

[TL Note: di sini sebenarnya Yume bilang girl friend dalam arti teman perempuan, bukan girlfriend (pacar). Tapi senpai nangkepnya girlfriend (pacar).]

Uuu… ya, semua orang akan berasumsi begitu…

“(Kalau begitu kita harus bergegas dan segera membebaskannya dari pekerjaan ini! Ayo selesaikan ini secepatnya!)”

"(Ya…)"

Mizuto sedang melihat layar ponselnya sementara aku diliputi perasaan tidak berdaya.

 +×+×+×+

"Kerja bagus! Sampai jumpa besok!"

Setelah memasang poster, aku membereskan barang-barangku di ruang pertemuan dan mengucapkan selamat tinggal kepada Yasuda-senpai dan anggota komite festival budaya lainnya.

Aku mengintip wajah Mizuto saat anggota komite festival budaya berpencar satu per satu.

“Kerja bagus, kau bisa berbicara dengan Yasuda-senpai dengan cukup baik, bukan? Aku tadi bertanya-tanya kapan kau akan mengatakan sesuatu yang kasar. ”

Mizuto melirik wajahku,

“Itu jauh lebih mudah, karena tidak seperti beberapa orang, aku tidak perlu menyebutkan apa yang aku suka atau tidak suka.”

“…Apakah kau yakin hanya aku yang membicarakan hal seperti itu denganmu?”

“Kawanami juga.”

Oh, begitu... entah kenapa, aku agak berharap kalau hanya aku.

“Aku berharap aku bisa merekam momen saat kau mengobrol ringan. Higashira-san akan tertawa jika aku menunjukkannya padanya.”

“Jangan. Dia akan mengolok-olok momen itu selama sisa hidupku, atau dia akan terus mengejekku tentang hal itu. Bagaimanapun juga, itu menyebalkan. ”

“Tidak semenyebalkan kau.”

“Sepertinya kau tidak tahu. Kau tidak tahu apa yang terjadi ketika seorang tanpa keterampilan sosial kehilangan ketenangannya.”

Ah, ya, ya. Kau sedang membicarakan tentangku, juga.

Aku kesulitan menahan senyum. Dia mengatakan bahwa itu bukan hanya aku ... tetapi percakapan ini tidak akan terjadi jika kami tidak putus dulu. Aku merasa nyaman dengan fakta itu sekarang.

“Aku tahu aku seharusnya merekamnya. Kau tidak lebih baik dari Higashira-san ketika kau membungkuk dan menunjukkan pusarmu—”

"Maaf. Aku butuh satu menit.”

Mizuto melambaikan ponselnya padaku.

Sepertinya dia memiliki sesuatu yang mendesak untuk dilakukan, dan aku tidak bisa memikirkan siapa pun yang akan menelpon Mizuto—

"Higashira-san?"

"Ya. Aku sedikit lebih lama dari yang aku katakan, aku akan—”

Saat dia mengatakan itu, Mizuto mengetuk teleponnya dan menempelkannya ke telinganya.

Aku tidak bisa melihat wajahnya yang dari samping karena tertutup tangannya.

Tentu saja, aku tidak bisa melanjutkan komentar sampinganku sebelumnya.

Jika dia lebih lama ... yah, dia tidak punya pilihan. Itu prioritasnya.

Setelah beberapa saat, Mizuto membuka mulutnya, sepertinya Higashira-san telah terhubung dengannya.

“Halo, halo …”

Aku diam-diam melihat Mizuto berbicara dengan Higashira-san.

Itu hanya sekitar sepuluh detik.

"Oh. Ya, aku akan segera ke sana.”

Mizuto menarik telepon dari telinganya dan menutup telepon.

Kemudian dia berbalik

"Sampai jumpa lagi. Aku akan mengambil jalan memutar sedikit dan kemudian pulang.”

“Oh… tentu. Jangan terlambat. Hari semakin gelap. …”

"Ya. Aku tahu."

Mizuto berkata singkat, dan berjalan dengan langkah yang cepat. Dia mungkin pergi ke perpustakaan. Itu tidak ada hubungannya dengan festival budaya, jadi akan lebih mudah bagi Higashira-san untuk menghabiskan waktu di sana.

Jika aku pulang duluan dan menunggu, aku seharusnya bisa segera bertemu Mizuto lagi.

Jika ada sesuatu yang belum kami bicarakan, kami bisa membicarakannya nanti.

Seharusnya begitu, tapi—

"Hai!"

Aku memanggilnya.

Mizuto berhenti dan melihat ke arahku.

"Ada apa?"

“Eh… erm….”

Kenapa aku menghentikannya?

Aku bahkan tidak tahu mengapa, dan aku mencari sesuatu untuk dikatakan,

“T-shirt kelas kita seharusnya sampai besok. …!”

Matahari terbenam bersinar ke samping, mewarnai wajah Mizuto setengah merah dan menutupi separuh lainnya dengan bayangan hitam.

"Aku mengerti. Aku menantikannya."

Begitu dia menjawab seperti itu, Mizuto pergi.

Untuk beberapa saat, aku melihat ke bawah tangga tempat Mizuto menghilang.

Aku terus menatapnya untuk beberapa saat.

Hubungan kami buruk, seperti perang dingin. Kami bertukar duri, seperti kami saling menghancurkan—begitulah kami selalu memperlakukan satu sama lain.

Di situlah kami berada.

Begitulah bagaimana aku menyukainya saat ini.

Namun—aku bertanya-tanya mengapa.

Itu sama seperti biasanya.

Aku mungkin lebih suka hal-hal tetap seperti ini.

Tapi—kenapa aku merasakan seperti ada dinding antara aku dan Mizuto saat ini?

 

Translator: Janaka

3 Comments

Previous Post Next Post


Support Us