Bab 1-C
Sato-san melihat bolak-balik antara layar smartphone dan wajahku, seolah-olah dia tidak percaya apa yang dia lihat, dan kemudian berkata.
"Kamu adalah …….. seorang minstagramar."
.......Begitu, mungkin rencananya untuk mengubah citra dengan menggunakan Minsta mungkin tidak salah.
Lagi pula, cara Sato-san menatapku benar-benar berubah, sekarang dia menatapku dengan rasa hormat.
Dalam satu jam terakhir, aku belajar dua hal tentang Sato-san
Satu, Sato-san adalah orang yang “asin”, tetapi itu tidak berarti dia tidak tertarik pada orang lain atau dia tidak memiliki emosi apa pun, sebaliknya dia terlalu sensitif terhadap orang lain.
Menurut orang yang bersangkutan….
"Aku selalu gugup saat berbicara dengan orang lain, dan sepertinya jumlah orang yang bisa aku ajak bicara semakin sedikit… Oh, tapi aku baik-baik saja saat aku berbicara dengan Okaa-san."
Jika kau membuka dirimu itu akan bagus.
Karakter asli "Dewa Garam Sato-san" sebenarnya adalah "Sato-san yang sangat pemalu."
……..Apa-apaan ini?
Dan satu hal lagi.
Kemampuannya dalam fotografinya sangat buruk.
"Ini….bagaimana dengan yang ini, Oshio-kun!?'
"Baiklah……"
Aku menatap ponselnya, yang dengan percaya diri dia ulurkan kepadaku, dan sedikit menggeram.
Itu bukan untuk mengatakan bahwa aku tidak bisa menilai apakah fotonya bagus atau buruk.
Bagaimana aku bisa mengatakan kepadanya bahwa gambar ini adalah yang terburuk tanpa menyakiti hatinya yang rapuh? …Aku mencoba untuk memilih kata-kataku tapi
"......Tidak, ini yang terburuk. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana bisa jadinya seperti itu."
Pada akhirnya…aku memutuskan untuk menyampaikannya secara langsung.
Tidak ...... itu sudah tidak dalam jangkauan arti artistik.
Bagaimana bisa foto teh tadi menjadi begitu tidak menggugah selera?
Ini adalah bakat yang unik, bukan?
Saat pikiranku mulai melayang ke ranah filsafat, aku memperhatikan bahwa Sato-san telah terdiam.
Aku sadar dan melihat ke atas untuk melihat bahwa Sato-san meneteskan air mata dan bahunya gemetar.
"Apa?"
"Eh, tunggu……… Sato-san?"
"Kamu…Kamu tidak perlu mengatakannya sejauh itu….."
Dalam beberapa saat, bibir Sato-san berubah tajam dan air mata mulai jatuh dari matanya yang gemetar.
—Buruk.
"—ah! tidak, nah itu……..yeah!. Aku pikir ini lebih baik dari sebelumnya!"
"Benarkah!?"
Mendengar itu, ekspresi wajah Sato-san menjadi lebih cerah.
………Kebohongan yang tidak menyakiti orang lain adalah kebohongan yang baik.
Tapi ada apa dengan "Dewa Garam Sato-san" itu, bukankah dia dipenuhi dengan sentimen ekstrim.
"Aku ingin tahu apakah aku bisa menjadi minstagrammer terkenal dengan sedikit lebih banyak latihan."
Ah, dengar, aku hanya memuji sedikit tapi dia langsung terbawa suasana.
Sekarang, gambar-gambar yang mengerikan itu akan di-upload di lautan internet.
Itu harus dihindari dengan cara apa pun. Demi dia dan demi dunia.
Didorong oleh rasa berkewajiban, aku turun dari tempat tidur dan berjalan di belakangnya.
"Tapi kupikir akan lebih baik jika seperti ini"
"Ehh, Oshio-kun….."
"Buka aplikasi kamera"
"Eh….o, oke. Aku buka…..hyaaa–"
Saat aku mengulurkan tanganku dari belakangnya dan meletakkan tanganku di ponselnya, Sato-san menjerit dengan nada tinggi.
Telingaku berdengung.
"uwa….kamu mengejutkanku."
"Sur sur sur…..tapi aku yang terkejut? Tanganmu… dan wajahmu terlalu dekat."
"Lebih mudah untuk mengajar jika kita melihat layar yang sama seperti ini…..karena Sato-san, kamu tidak bisa memfokuskan kameranya."
Kaaaaaaa dan wajah Sato-san menjadi sangat merah hingga aku bahkan bisa melihatnya dari belakang.
Aku akan mengatakannya lagi agar lebih jelas, Sato Koharu adalah gadis yang cantik.
Tanpa diragukan lagi, salah satu kecantikan teratas dan gayanya juga cukup bagus hingga mungkin dia bisa tampil di majalah mode sebagai model amatir.
……..Itulah mengapa ketika dia menunjukkan reaksi seperti itu, mau tidak mau aku jadi menyadari itu.
Aroma shampo yang samar dari rambutnya yang halus, tengkuk putih yang indah di lehernya, napasnya yang tidak teratur…ah tidak.
Aku menggelengkan kepala sedikit untuk menahan keinginan duniawi itu dan mulai fokus pada layar smartphone.
Dan saat aku akan memberikan kuliah tentang “cara mengambil foto yang menarik”,
"Oshio-kun………….."
Sato-san memanggil namaku dengan suara lemah.
Suaranya terdengar gugup. Suara gugup itu membuatku pusing sejenak tapi aku bisa bertahan entah bagaimana.
"……..Apa?"
"Saat itu….itu, tapi…."
Dia menggeliat sebentar dan kemudian dia berkata dengan tegas, seolah-olah dia telah mengambil keputusan.
"Itu, terima kasih untuk yang tadi …… kamu sangat keren.]
Bikon.
Saat itu, smartphone Sato-san mengeluarkan suara aneh.
Terlambat, Sato-san dan aku berteriak ""ahh"", suara kami tumpang tindih, segera setelah itu, pintu kamar dibuka—
"Souta! Ini buruk. Serombongan pelanggan baru saja datang jadi bantu aku."
Tepat setelah Tou-san melihat kami, dia terdiam seolah membeku.
Setelah beberapa saat keheningan yang canggung, Tou-san memamerkan lengan berototnya.
"Tou-san akan melakukan yang terbaik."
Dengan meninggalkan kata-kata itu, dia menutup pintu dengan keras dan meninggalkan kamar dengan cepat.
Hening lagi, diikuti oleh rasa malu yang luar biasa.
Sekarang dia bukan satu-satunya, aku juga memerah sampai ke ujung telingaku.
"Ha,ha ha…….sekelompok pelanggan datang…..mungkin akan buruk jika aku tidak kembali."
"I ...... itu benar, itu buruk! Ahahaha…."
Sato-san dan aku memarik jarak satu sama lain.
Kami berdua merasa bahwa kami telah mencapai batas kami dalam banyak hal.
"Ka, kalau begitu, aku akan pulang! Aku minta maaf untuk semuanya dan karena mengganggumu. Aku akan senang jika kamu bisa menyampaikan permintaan maafku kepada Otou-san. Kalau begitu sampai jumpa lagi di sekolah besok."
Berdiri seolah hampir seperti dia melompat, Sato-san buru-buru berjalan ke pintu.
Lalu,
"Maaf telah mengganggumu."
Pada akhirnya, dengan kata-kata yang seolah hampir berteriak, Sato-san meninggalkan kamarku.
Saat aku ditinggalkan sendiri,
"Ahhhh…….."
Aku mengeluarkan suara pelan dan langsung jatuh di tempat.
Jantungku masih berdebar.
Aku yakin Tou-san sedang berlarian di kafe sekarang tapi….maaf, aku tidak mungkin bisa membantu sekarang.
Aku duduk di tempat tidur dan menyesap tehku dengan tangan gemetar, tehnya sudah dingin.
"…….Sampai beberapa saat yang lalu, Sato-san ada di sana."
Aku tidak percaya, hampir seperti aku sedang bermimpi.
Tidak mungkin cinta pertamaku ada di kamar ini sampai beberapa saat yang lalu dan kami mengobrol.
"Aku tidak mengatakan sesuatu yang aneh, kan?"
Aku minum teh yang tersisa sambil merasa sedikit cemas.
Setelah menghabiskan minumanku, ketika aku meletakkan cangkir teh kosong di atas meja, aku menemukan itu jatuh di bawah kursi.
Dengan sampul sederhana, yang bisa dibeli di toko dengan harga 100 yen, tanpa hiasan apa pun hingga terlihat lebih "asin" daripada pemiliknya sendiri.
"……….Sato-san, kamu melupakan smartphone-mu."