Bab 16 - Janji yang Tak Terduga
Hujan awal musim panas membasahi aspal di jalanan menuju sekolah.
Melihat sekeliling, aku bisa melihat banyak payung berwarna-warni. Banyak dari mereka yang indah untuk dipandang.
Himeko, yang menggunakan payung lipat berwarna hitam polos agar praktisi, berkata dengan wajah cemberut, "Sial, kefeminimanku ......!" dan berangkat ke sekolah dengan ekspresi cemberut di wajahnya.
Setelah mengantar adikku, aku berjalan melewati gerbang sekolah sembari mengagumi jalanan beraspal yang tidak seperti di pedesaan, bebas dari lumpur dan genangan air. Kemudian, dari sudut mataku, aku bisa melihat petak bunga itu.
Sudah beberapa hari sejak aku menyerbuki zucchini hari itu, dan zucchini itu seharusnya sudah berbuah sekarang. Saat memikirkannya, aku menjadi semakin penasaran dengan kondisi petak bunga itu.
Ketika aku pergi ke petak bunga, aku melihat gadis berambut ikal yang khas sedang merawat sayuran, meskipun dia basah kuyup karena hujan.
"Oh, mereka tumbuh dengan baik. Aku pikir kita bisa memanen beberapa dari mereka."
"...... Ah!"
"Bagaimana itu?"
"Ya, lihat-lihat! Zucchini-nya tumbuh dengan baik, dan tomat dan terong yang aku petik ......, yah, ......."
"Oh, bolehkah aku meminjam gunting pemangkas tanaman? Ayo petik itu ...... Aku berharap aku punya tas atau semacamnya."
"Oh, aku punya kantong plastik!"
Selain zucchini, ada beberapa sayuran lain yang ditanam. Beberapa diantaranya ada yang sudah kematangan. Kukira dia tidak tahu kapan harus memanennya dan melewatkan kesempatan itu.
Dengan gunting pemangkas tanaman pinjaman di tangan, aku menjelaskan kepadanya waktu yang tepat untuk memanen masing-masing dari mereka.
Aku akrab dengan pekerjaan ini, tetapi sepertinya itu hal baru untuknya, dan wajahnya sangat serius.
Ini adalah petak bunga yang besar, tetapi sebagai ladang tidak lebih dari kebun sayur, jadi kami selesai memanen hanya dalam beberapa menit. Meski begitu, kami berakhir dengan banyak hasil panen dalam kantong plastik.
Seorang gadis dari klub berkebun memegang tas di tangannya dengan emosi yang dalam di matanya.
Ini adalah pertama kalinya dia berhasil, jadi dia pasti sangat tersentuh.
"Oh, uh, setengah! Maukah kamu menerima setengah dari ini?"
"Oh, tidak apa-apa? Aku sangat menghargainya."
"Berkatmu aku bisa memanen ini."
"Itu bukan masalah besar, ......, tapi terima kasih."
"Iya!"
Dia menjawab dengan senyum yang sangat manis.
Ketika aku melihat kegembiraannya terlukis dengan jelas, aku jadi terpengaruh dan ikut merasa senang.
Dia menarik napas dalam-dalam saat dia selesai mengemas sayuran ke dalam kantong plastik cadangan.
Dia mengambil napas dalam-dalam dan menatapku dengan ekspresi agak gugup dan putus asa.
"I-itu!"
"Ada apa?"
Aku hampir tidak memiliki kenalan gadis-gadis seusiaku. Tidak ada.
[TL Note: Haruki kau anggap apa...]
Sulit untuk tidak gugup ketika seorang gadis menatapku seperti ini, dia mendongak untuk menatapku karena perbedaan tinggi badan kami. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tatapan serius yang dia berikan padaku.
"Bi-bisakah kamu memberi tahuku alamat email atau ID LINE-mu? Aku punya banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan ....... Aku tidak akan melakukan sesuatu yang akan membuatmu tidak nyaman...."
"............?"
Dia berbicara dengan sangat cepat.
Dengan wajah merah cerah dan ekspresi serius, smartphone, yang dia keluarkan digenggam dengan kuat hingga tangannya memerah. Aku bisa mengerti betapa dia sangat berharap, sampai dadaku sakit. Itu butuh keberanian yang besar.
Namun, aku hanya memiliki satu jawaban untuknya.
"Aku minta maaf ...."
"Oh begitu. ..."
"Tidak, bukan itu! Bukannya aku tidak mau atau apa!
"Hah?"
"Aku tidak punya smartphone. ...... Aku baru pindah dari pedesaan, di mana tidak ada sinyal di sana ......"
Kali ini, giliranku yang membuat alasan dengan putus asa.
Dengan menambahkan gerakan, aku memberitahunya bahwa aku tidak memiliki smartphone.
Mungkin perasaanku tersampaikan padanya, dan dia terkejut pada awalnya, tapi lambat laun dia mulai tertawa. Merasa canggung, Hayato menggaruk-garuk kepalanya.
"Aku Mitake dari Kelas C. Namaku Minamo Mitake."
"Aku Kirishima Hayato dari Kelas A. Jika aku telah miliki smartphone aku pasti akan memberitahumu."
"Ya, aku akan menunggu. Kamu janji, kan?"
"—Ah, ah... ya, Janji."
Aku terkejut dengan kemunculan kata yang tidak terduga.
Bagiku, sebuah janji memiliki arti yang agak istimewa.
Jadi, aku ragu-ragu sejenak untuk menjawab dengan jujur.
Mau tak mau aku memikirkan wajah Haruki di pikiranku.
Namun, itu tidak wajar jika keberatan di sini.
Ini hanya tentang bertukar informasi kontak lain kali.
Bukan masalah besar, kata Hayato pada dirinya sendiri, dan menerima sayuran bagiannya.
"Sampai jumpa lagi."
"Ah, ......."
Di akhir Juni, dibawah guyuran hujan awal musim panas, janji yang tak terduga telah dibuat, disaksikan oleh bunga-bunga sayuran yang bermekaran di petak bunga.
kasihan calon2 tertolaks
ReplyDelete