Tomodachi no Imouto ga Ore ni Dake Uzai - Volume 7 Prolog Bahasa Indonesia

 Prolog


 Pernahkah kau mendengar ungkapan "tempat tidur paku"?

 Di Jepang, ungkapan ini mendahului penggunaan tikar tatami yang tersebar luas, dan itu mengacu pada duduk di atas tikar dengan jarum yang mencuat darinya.  Intinya, itu berarti situasi yang tidak nyaman, dan pada dasarnya, di situlahku sekarang.

 “Aww!  Sudah berapa tahun sejak kita terakhir kali duduk di meja yang sama, Tsukinomori-san?”

 "Itu sudah sangat lama.  Aku... senang bertemu denganmu lagi.”

 Di sudut merah, ada Kohinata Otoha, seorang wanita pendiam dengan senyum ramah yang lembut.  Dia memiliki nama lain: Amachi Otoha.

 Di sudut biru ada Tsukinomori Mizuki, seorang wanita yang tampak polos dengan wajah tenang, yang berbicara dengan staccato.  Dia telah menikah dengan pamanku.

[TL Note: staccato adalah cara berbicara dengan kalimat-kalimat pendek.]

 Ngomong-ngomong, aku hanya mengarang.  Ini bukan ring, tapi sebuah meja, di mana para wanita ini duduk di sebelah kiri dan kananku—ya, di sisi yang berlawanan.  Bukankah aku seharusnya bersukacita karena memiliki dua wanita cantik duduk denganku?  Tapi kenyataan tidak begitu baik.

 “A-Aku tidak menyangka kamu mengenal ibu Mashiro-senpai, bu.  Kebetulan sekali!"

 "Ya.  Sangat... kebetulan."

 Kedua sudut memiliki satu pendamping.  Sudut merah memiliki Kohinata Iroha yang tertawa gugup.  Tipe yang menyebalkan dan ceria.  Dia juga adik perempuan temanku.

 Sudut biru memiliki Tsukinomori Mashiro.  Seorang gadis yang tidak ramah yang suram dan dingin.  Dia juga pacar palsuku.

 Tapi mereka berdua lebih pendiam dari biasanya, dan kedua ibu mereka yang duduk di sebelah mereka jelas penyebab.  Akan sulit bagi mereka untuk tidak gugup ketika harus duduk tepat di sebelah orang tua mereka dalam situasi seperti ini.

 Lalu ada aku, di bawah tekanan dua kali lipat.  Itu hanya membuat keadaan semakin canggung.

 Aku tidak bisa menatap mata mereka secara langsung;  pada akhirnya aku menatap jus tomat di depanku.  Ada segelas jus tomat untuk semua orang di sini.  Bahkan dalam situasi seperti ini, aku tidak melupakan sopan santunku.  Kupikir aku pantas mendapat pujian untuk itu, ‘kan?

 Tomat penuh dengan likopen, sesuatu yang seharusnya berkontribusi untuk mengurangi stres, tapi tekanan mental yang tidak semestinya yang kualami sekarang menembus perisai likopen-ku dengan mudah.

 Amachi Otoha sendiri sudah cukup untuk mengintimidasiku.  Aku bisa mengingat tekanan gelap yang datang darinya saat aku pergi makan hot pot bersamanya dan Tsukinomori-san.  Tatapannya menunjukkan keraguannya padaku, dan perbedaan dalam sistem nilai kami sebagai pemimpin sangat jelas.  Aku harus siap untuk menghadapinya lagi.

 Tapi di sebelah, ibu Mashiro juga ada di sini.  Istri yang telah meninggalkan pamanku—yang dia tangisi selama makan malam kami tadi.

 Satu salah ucap di sini bisa menghancurkan seluruh apartemenku menjadi berkeping-keping, tapi tetap diam tidak akan mengatasi apa pun dari ladang ranjau yang merupakan meja ruang tamuku.

 “A-Apa yang membawamu ke gedung apartemen ini?  Bukankah ini pertama kalinya Anda menemui Mashiro sejak dia pindah ke sini, Mizuki-san?”

 Aku mulai dengan membahas topik yang tidak menyinggung.

 Mizuki-san menjawab pertanyaanku sambil mempertahankan senyumnya—yang anehnya polos karena fiturnya yang tenang.  Bahasa Jepangnya anehnya terputus-putus, mungkin karena dia telah menghabiskan begitu banyak waktu di luar negeri.

 “Aku mendapat... liburan panjang.  Untuk musim panas.  Sudah lama aku tidak bertemu putriku.  Aku senang bisa bersamanya.  Aku datang untuk menemuinya.”  Dia memberiku senyuman yang menyegarkan, yang sepertinya sarat dengan kristal salju.  Dia cantik, dan aku punya firasat dia mungkin setengah Prancis atau semacamnya.

 "Liburan musim panas?"

 “Oh, benarkah, Tsukinomori-san?  Aku di sini untuk alasan yang sama!”

 “Anda juga, Otoha-san?  Um, tapi ini sudah bulan September.”

 “September adalah saat orang dewasa liburan musim panas, manis!  Dan setiap orang dewasa yang telah bekerja dengan baik tidak boleh mempertanyakannya!”

 Kegelapan di dunia ini membentang lebih jauh dari yang pernah kubayangkan.

 “Tapi kupikir Anda adalah bintang musik di Broadway, Tsukinomori-san.  Apakah industri Anda juga mengalami musim panas di bulan September?”

 “Ini adalah saat... orang-orang kelas atas pergi berlibur.  Aktris, model, dan semua orang di industri ini.  Mereka semua kelas atas, tetapi mereka hanya bisa pergi sekarang. ”

 Kegelapan semakin dalam—tapi itu pasti karena bahasa Jepangnya yang rusak.  Ya, itu saja.  Tidak ada yang samar untuk dilihat di sini.  Begitulah caraku memutuskan untuk menerimanya, setidaknya.

 Suara dentuman tiba-tiba menghentikanku untuk melanjutkan percakapan.  Iroha bangkit dari kursinya dan menatap Mizuki-san.

 "Aku tidak tahu ibumu adalah seorang artis, Mashiro-senpai!"

 "Bukankah aku sudah memberitahumu?"

 "Tidak!  Seorang artis Broadway...tepat di depanku..." Mata Iroha berbinar penuh rasa ingin tahu.

 Tunggu.  Ini bisa jadi buruk.

 Meskipun Iroha sendiri tidak membidik Broadway, adanya artis kelas satu di depannya pasti akan membuat kegembiraannya meroket.  Hanya ada satu masalah saat dia jadi terlalu bersemangat sekarang.

 “Iroha?”

 "Ah."

 Sebuah suara berat menyebar di keheningan, disertai dengan tatapan dingin.  Itu saja sudah cukup untuk membuat bahu Iroha berkedut, dan membuatnya memasang senyum kaku di wajahnya.

 Itu tidak mengejutkan.  Satu-satunya jalannya dalam dunia akting adalah menyamar sebagai Phantom Voice Troupe dan mengisi suara untuk Koyagi: When They Cry.  Satu-satunya cara dia menikmati hiburan seperti manga, film, game, dan musik adalah dengan menyelinap ke kamarku.  Dan semua itu karena prinsip ketat ibunya dalam membesarkan anak-anaknya.

 “O-Oh.  Aku sangat terkesan, sepertinya aku terlalu bersemangat.  Aku minta maaf."  Iroha tertawa canggung.

 "Tidak masalah.  Siapa peduli.  Aku suka dipuji.  Aku sangat senang."

 “Iroha-chan?”  Mata Mashiro sedikit menyipit saat dia mengamati senyum polos ibunya dan cara Iroha mencoba memperbaiki keadaan.

 Benar.  Mashiro tidak tahu tentang aturan ketat keluarga Kohinata.  Jika ini adalah pertama kalinya dia menyaksikannya, tidak heran dia terkejut.

 Saat keadaan jadi canggung, aku memaksa mulutku yang kaku beraksi untuk mengalihkan pembicaraan.  "Oh, uh, jadi kalian berdua berencana untuk berkunjung ke sini sebentar?"

 “Itu benar, jadi kupikir aku akan datang dan menyapa tetangga,” kata Otoha-san.

 “Di Jepang, sopan santun itu penting.  Ada bushido.  Penting untuk diikuti, atau Anda akan dianggap tidak punya otak.  Itu buruk.  Jadi aku datang untuk berbicara denganmu. ”

[TL Note: Bushido adalah sebuah kode etik kesatriaan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido berasal dari nilai-nilai moral samurai, sering menekankan beberapa kombinasi dari kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati.]

 "Kami sebenarnya tidak mempraktikkan sesuatu yang begitu berbahaya."

 Ini mungkin negara yang dibangun di atas kesopanan samurai, tapi aku ragu segala sesuatunya akan seketat itu, bahkan di masa lalu.  Meskipun aku tidak dapat menyangkal bahwa lehermu akan dipatahkan seperti kerupuk itu mungkin pada zaman itu, aku tidak ingin membayangkannya.

 Tunggu, tahan sebentar.  Bukankah ada yang aneh dengan alasan mereka di balik semua ini?

 “Aku mengerti apa yang kalian katakan, tapi mengapa datang ke tempatku?  Aku mengerti Anda mungkin ingin melihat keponakanmu setelah sekian lama, Mizuki-san, jadi itu masuk akal, tapi Otoha-san—Anda sudah lama tinggal di sebelah.”

 Setelah acara makan hot pot dengan Tsukinomori-san dan Otoha-san, aku sudah memastikannya dengan Ozu dan Iroha, tapi mereka tidak tahu tentang karir ibu mereka.  Aku punya firasat Ozu punya firasat bahwa ibunya adalah presiden Tenchido, karena sifat penasaran bawaannya berarti dia melakukan banyak penelitian tentang industri video game atas kemauannya sendiri—namun untuk alasan apa pun dia tidak pernah membicarakannya.  Sama seperti Iroha, Ozu tampaknya memiliki kekhawatirannya sendiri tentang ibunya, tapi sejujurnya aku tidak tahu apa sebenarnya kekhawatiran itu, atau seberapa kuat kekhawatiran itu.

 Apa yang ingin kukatakan adalah, meskipun Otoha-san sering tidak ada, dia masih bisa menyembunyikan apa yang dia lakukan dari anak-anaknya.  Sejauh yang mereka ketahui, dia hanyalah seorang ibu yang sangat sibuk yang sering harus meninggalkan rumah.  Bukannya dia bekerja jauh dari rumah dan tinggal di tempat lain.

 Jadi aku tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba muncul di rumahku.

 "Mungkinkah kamu tidak menginginkanku berkunjung ke sini?"  Otoha-san tersenyum manis padaku, dan aku berakhir.

 "Sama sekali tidak.  Anda dipersilakan berkunjung kapan saja. ”  Aku menegakkan punggungku, membungkuk, dan sepenuhnya menyerah padanya.

 Ibu temanku benar-benar menakutkan.


Setelah itu, Iroha, Mashiro, dan aku menghabiskan waktu yang menyiksa dihancurkan oleh ketegangan canggung di udara yang berasal dari kedua ibu itu.  Mereka berbicara dan mengobrol.  Jika kami tidak menghentikan mereka, mereka akan terus melakukannya.  Namun bahkan jika kami (mencoba) menghentikan mereka, mereka masih terus melakukannya.  Bahkan ketika aku mencoba untuk memotongnya dan mengakhiri semuanya, mereka dengan lembut menyapuku ke samping dan memulai topik lain.

 Kami berada di pusat neraka dan sembilan lingkarannya, tidak pernah bisa lepas dari gaya magnet percakapan itu.  Aku bisa merasakan diriku semakin tidak sabar ketika angka-angka yang menunjukkan waktu di ponselku berdetak satu demi satu.

 “Ngomong-ngomong, Ooboshi-kun, seberapa jauh kamu telah melakukan sesuatu dengan putriku?”

 “Sejak kapan kita membicarakan itu?!”

 Saat aku menyadari percakapan terhenti, Otoha-san dengan cepat menarikku masuk. Dia juga telah memilih topik paling berbahaya yang diketahui manusia.  Aku merasa seperti ditembak dengan pistol tanpa suara.

 "Aku juga ingin tahu.  Sangat ingin tahu.  Siapa perempuanmi?  Mashiro atau Iroha-chan?”

 “Kupikir kata-kata Anda campur aduk.  'Perempuan' dan 'kekasih' bukanlah hal yang sama."

 “Oooh, jadi salah satunya adalah kekasihmu?”  Kata Otoha-san.

 “Bukan, itu— M-Mizuki-san, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?”  Aku mulai berbisik ke telinganya.  “Anda pernah mendengar tentang kontrakku dengan Tsukinomori-san, bukan?  Dimana aku seharusnya menjadi pacar palsu Mashiro.  Aku akan menghargai jika Anda mencoba untuk menjauhkan percakapan ini dari topik itu. ”

 "Aku mengerti.  Jadi aku bertanya tentang perempuanmu, bukan kekasih.  Aku sedang perhatian.”

 "Bertanya tentang ‘perempuan’-ku dianggap sebagai perhatian?!"

 Dia seharusnya tidak melakukan itu.  Maksudku, dia benar-benar tidak seharusnya melakukan itu.  Dari semua hal yang seharusnya tidak dia lakukan, itu adalah hal yang paling tidak seharusnya dia lakukan.

 Sementara aku menggeliat karena sakit kepala yang akan datang, Otoha-san tertawa pelan dan suci.

 “Tidak perlu malu, manis!”

 “Burung dan lebah.  Anak muda.  Percintaan.  Kupikir itu luar biasa.”

 “Tolong jangan menggodaku di depan mereka.  Ini akan membuat Iroha dan Mashiro merasa canggung juga.”  Aku mengalihkan pandanganku ke gadis-gadis itu, berharap mereka mendukungku.

 “Sebagai kouhai, aku mencoba untuk jadi perhatian.  Aku tidak keberatan membiarkan Mashiro-senpai jadi perempuan Ooboshi-senpai.”  Iroha memberiku seringai diam-diam.

 “Mmgh.  Sebagai senpai-mu, aku harus menolak.  Kau bisa menjadi perempuannya, Iroha-chan.”

 “Perempuan adalah wanita cantik yang bersembunyi di balik bayang-bayang!  Kurasa itu cocok untukmu, Mashiro-senpai.”

 “Mereka juga menggoda pria dengan wajah yang benar-benar serius.  Kau akan jadi perempuan peringkat-S. ”

 "Astaga!  Kau sudah melakukannya sekarang," balas Iroha.

 “Katakan itu pada dirimu sendiri.”

 “H-Hei, teman-teman?  Ada apa dengan ketegangan yang tiba-tiba— Aduh.”

 Seseorang menendangku di bawah meja.  Nyatanya, dua kaki menghantam tulang keringku dengan ringan dari kedua sisi.  Seseorang menendangku—itu Iroha dan Mashiro.

 “Apa yang kau bicarakan, Senpai?  Kami bergaul dengan baik.”

 “Ya, kami bergitu.  Kau terlalu banyak membaca, Aki.”

 “Oh, eh.  Senang mendengarnya kalau begitu.”

 Apa-apaan kilatan tajam dan kompetitif di mata mereka saat ini?

 Mereka saling melotot.  Di permukaan mereka tampak baik-baik saja, tapi sepertinya ada emosi kuat yang tersembunyi di baliknya, seolah mereka bersiap untuk menyerang satu sama lain dengan pedang tak terlihat.  Aku tidak menyadari ada cukup persaingan di antara mereka untuk menjadikan itu pertarungan kucing.  Iroha selalu melihat Mashiro sebagai senpai dan teman, sedangkan Mashiro sangat menyayanginya sebagai teman pertamanya.

 Itulah kesan yang setidaknya kumiliki, tapi kurasa pasti ada sesuatu yang berubah saat aku tidak melihat.  Mungkin itu ada hubungannya dengan sikap sugestif yang ditunjukkan Iroha saat kami menari di dekat api unggun—tapi itu sejauh yang dapat kumengerti sebelum pikiranku terputus.

 Otoha-san menyipitkan matanya yang sudah tajam lebih jauh, senyum penyihir jahat muncul di wajahnya.  “Hm.  Sepertinya aku perlu melakukan pemeriksaan latar belakang padamu, Ooboshi-kun, untuk menjaga anak gadisku.”

 "Hah?!  Tunggu, um... Untuk apa?”

 Mizuki-san mengacungkan jempol, meskipun ekspresinya tetap kosong.  “Putri, kekasih, perempuan.  Seorang calon suami.  Kamu bisa menjadi menantu bagi kami. ”

 "Aku tidak akan memberikan putriku kepada seorang pria dengan latar belakang yang tidak jelas!"  Otoha-san berkata begitu, berdiri bersama Mizuki-san.

 "Aku tidak paham!  Apa yang terjadi sekarang?!”  Suaraku pecah saat aku mendapati diriku dikepung oleh dua ibu itu.

 Ya, aku tahu reaksiku benar-benar seperti perjaka tulen.  Jangan tertawa.

 Para ibu ini memiliki DNA Iroha dan Mashiro—dari dekat, kecantikan mereka membuatku takjub.  Indera penglihatanku diserang oleh kecantikan yang kejam itu, indra penciumanku disengat oleh aroma feminin mereka yang berlipat ganda.  Kau harus memiliki gelar PhD dalam Playboyisme untuk dapat menahannya.

 "Mama?!  Apakah kamu—"

 “Kalian terlalu dekat.  Dan kalian jadi aneh.”

 Sementara putri mereka panik, kedua ibu membuka bibir mengkilap mereka dan berbisik ke telingaku.

 “Ooboshi-kun.  Bisakah kamu memberi tahu kami sesuatu? ”

 “Oh, eh, tentu saja.”

 Kenapa aku mengikutinya?  Aku harus memenangkan diri!

 Aku secara mental menampar pipiku untuk mencoba dan mendapatkan kembali kewarasanku, sementara tatapan Otoha-san berubah jadi seperti predator, seperti binatang buas.

 “Kamu pacaran dengan siapa, Ooboshi-kun?  Berapa pendapatan tahunanmu?  Bagaimana dengan nilaimu?”

 "Hah?"

 Apa ini, survei untuk salah satu situs agregator aneh itu?  Aku membenci hal-hal itu.  Mereka terlalu dioptimalkan untuk mesin pencari, dan mereka selalu muncul setiap kali aku mencari sesuatu yang lain, karena itu aku benci mereka.  Berkat Ozu yang menyusun sistem yang menyortir informasi yang paling dapat diandalkan untukku, menggunakan mesin pencari tidak lagi merepotkan seperti dulu, jadi aku tidak tahu seperti apa situs semacam itu akhir-akhir ini.

 “Jangan bereaksi seperti itu.  Jawab saja pertanyaannya, manis!”

 “Oke, um… aku tidak punya pacar.  Adapun pendapatan dan nilai ... aku akan mengatakan aku cukup rata-rata.

 Aku menyerah pada tekanannya.  Aku belum pernah mendengar ada orang yang menggunakan kata "manis" dengan ancaman seperti itu.

Setelah itu, para ibu itu terus-menerus membombardirku dengan pertanyaan, dan waktu yang mengerikan berlanjut ketika aku menjawab dengan takut-takut, seperti selebritis yang tidak bersalah yang terjebak dalam suatu perselingkuhan atau skandal korupsi yang diinterogasi oleh wartawan.

 Selain itu, setiap jawaban sepertinya membuat Iroha dan Mashiro jadi ribut, baik dalam arti positif maupun negatif.  Jadi aku harus mulai mengawasi reaksi mereka dan memberikan jawaban yang terdengar seolah ada artinya tapi sebenarnya tidak, dan dengan cara yang aneh aku mulai mengerti kenapa selebritis dan politisi menggunakan logika untuk menghindari pertanyaan wartawan.

 Setelah akhirnya selesai menjawab mereka, kedua ibu itu melihat jam dan menyatakan sudah waktunya untuk pulang.  Sementara aku bersyukur mereka akhirnya ingat sopan santun mereka, aku hanya berharap mereka menyadari betapa terlambatnya itu seharusnya sekitar satu jam sebelumnya.

 “Baik, Senpai.  Selamat malam,” kata Iroha sambil menguap.

 "Sampai jumpa besok."

 "Aku sangat mengantuk..."

 Iroha jelas mendekati batasnya;  sudah lama melewati waktu tidurnya yang biasa sekarang.  Aneh melihatnya begitu mengantuk, ketika pengaturan default-nya adalah hiper aktif dan menjengkelkan, seolah dia dicolokkan secara permanen ke sumber listrik.  Kukira bahkan orang ekstrovert bisa terkuras seperti ini ketika mereka baru saja melalui festival budaya dan harus menemani percakapan ibu mereka selama berjam-jam.

 “Sampai jumpa, Aki.  Dadah."

 "Sampai jumpa.  Kau tidak terlihat lelah sama sekali, Mashiro.”

 “Aku bekerja paling baik di malam hari.  Itu sunyi dan gelap, jadi aku bisa fokus.”  Kedua mata dan nada Mashiro sangat jelas.

 Sebagai seorang otaku sejati, dia memiliki kebiasaan nokturnal.  Mungkin malam hari adalah saat Mashiro, sebagai calon penulis, merasa paling mudah untuk menulis.  Penulis skenario Aliansi, dan penulis super populer di UZA Bunko, Makigai Namako-sensei, juga pernah bilang kalau dia membuat lebih banyak kemajuan di malam hari.  Mungkin bisa fokus lebih baik di malam hari adalah ciri umum di antara para penulis.

 “Kuharap kau akan terus jadi teman Iroha.  Sampai jumpa lagi!"

 “T-Tentu.  Selamat tinggal."

 Otoha-san meninggalkan ucapan selamat tinggal yang agak dangkal saat dia meninggalkan tempatku, dengan Iroha mengikutinya.

 “Oh, itu benar— Mizuki-san.”

 "Aku?  Bukan Mashiro?”

 Mashiro dan ibunya baru saja akan keluar dari pintu setelah kombo Kohinata, ketika aku memanggil Mizuki-san.

 “Iya kamu.  Aku, um... Seseorang memberitahuku bahwa dia memiliki sedikit masalah yang terjadi denganmu.”

 "Oh.  Aku mengerti.  Ya aku tahu.  Aku mengerti."

 "Mama?  Aki?  Apa yang kalian bicarakan?"

 "Tidak ada yang penting—dan tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."

 Mashiro menyipitkan matanya, ragu, dan sedikit memiringkan kepalanya.  Tidak peduli seberapa banyak dia menatapku;  ini adalah sesuatu yang tidak bisa kubicarakan dengannya.  Dia adalah putri di pusat kekacauan ini.  Sebaiknya dia tidak tahu.

 “Mashiro, aku berharap kamu kembali ke rumah.  Pergi mandi.  Bisakah kamu memakai uap juga? ”

 "Oke...tapi jika kau menyebarkan desas-desus aneh tentangku, aku akan membencimu."

 "Apa!  Jangan membenciku!  Itu menyedihkan!"

 “Kalau begitu, jangan katakan padanya sesuatu yang aneh.  Hmph.”  Mashiro menjauhkan kepalanya dari ibunya, yang menempel padanya.

 Mashiro pernah memberitahuku bahwa dia memperlakukanku dengan dingin karena dia mencintaiku.  Kupikir dia baru saja membuktikan bahwa ini adalah bagaimana dia memperlakukan orang-orang yang dekat dengannya.  Itu bahkan lebih jelas dari sudut pandang pengamat pihak ketiga.

 “Aku bukan tipe orang yang suka menjelek-jelekkanmu.  Aku harap kau bisa percaya itu. ”

 “Kalau begitu, Aki.  Aku percaya kau."

 “Oh… Kamu lebih percaya pacarmu daripada ibumu.  Itu menyakitkan..."

 “Karena dia membuktikan bahwa dia bisa dipercaya.  Hmph!”  Mashiro melepaskan ibunya yang menangis dan pergi.

 Mizuki-san menangis dan mengulurkan tangan pada putri kesayangannya, menyaksikan dengan air mata berlinang saat Mashiro semakin menjauh.  Rasanya seperti aku sedang menonton adegan dari sebuah drama.  Aku menghela napas, merasa itu hebat dan terkesan.

 “Aku bisa mengerti mengapa kamu bisa menjadi seorang aktris.  Kamu selalu bisa mengeluarkan air begitu saja.”

 “Kamu membuatku terdengar seperti seorang penyihir.  Orang akan salah paham.”

 "Semoga aku yang salah paham."

 Mau tak mau aku bersikap tidak langsung dengannya.  Aku sebenarnya sudah banyak mendengar tentang dia selama aku tidak berhubungan dengan Mashiro, dan ada alasan yang sangat bagus untuk itu.

 "Apakah ibumu baik-baik saja?  Sehat?"

 "Tampaknya.  Meskipun aku tidak tahu pasti.  Aku sudah lama tidak bertemu dengannya.”

 Wanita ini secara efektif adalah sahabat ibuku.  Lebih khusus lagi, dia... Yah, aku tidak perlu menjelaskannya sekarang;  itu tidak relevan.

 Intinya adalah, Mizuki-san sering bertemu dengan ibuku, dan pada gilirannya ibuku akan memberitahuku bagaimana kabarnya melalui telepon.  Ibuku bekerja di Amerika, jadi aku sudah lama tidak bertemu dengannya.  Aku juga belum meneleponnya baru-baru ini, tapi dia cukup tangguh.  Dia mungkin masih hidup.  Jadi kami hanya akan mengatakan bahwa tidak ada berita adalah berita baik.

 “Kamu tidak ingin berbicara denganku tentang ibumu.  Apakah itu benar?"

 “Bukan ibuku, bukan.  Pamanku tadi datang untuk berbicara denganku.  Dia bilang kamu telah meninggalkan rumah, dan untuk menghubunginya jika aku menemukanmu.”

 "Oh.  Dia."

 Pamanku—Tsukinomori Makoto.  Pria dengan seratus peran—termasuk tapi tidak terbatas pada menjadi ayah Mashiro, suami Mizuki-san, CEO Honeyplace Works (perusahaan hiburan Jepang yang mendapat pengakuan dunia), pria yang katanya akan memberikan pekerjaan pada Aliansi Lantai 5 di  perusahaannya, dan bajingan yang suka selingkuh dari istrinya.

 Aku sudah bersiap-siap untuk tidur setelah festival budaya ketika dia memanggilku ke restoran terdekat untuk memberitahuku tentang kesengsaraannya.

 “Apakah kamu tidak memberi tahu Tsukinomori-san bahwa kamu akan datang ke sini?  Apakah kalian berdua bertengkar atau semacamnya?”

 “Alasannya, rahasia.  Misterius.  Rahasia wanita cantik.”

 "Itu membuatnya terdengar sangat buruk hingga kamu tidak bisa membicarakannya."

 Harus kuakui, cara dia menempelkan jari ke bibirnya memang membuatnya terlihat seperti kecantikan klasik yang penuh teka-teki.  Namun, aku tidak akan membiarkan pesona itu membuatku tersandung.  Jika ada satu hal yang tidak kubutuhkan saat ini, itu adalah dibebani dengan masalah yang lebih tidak efisien.

 "Bisakah aku memberi tahu Tsukinomori-san bahwa kamu tinggal di tempat Mashiro?"

 “Jangan katakan padanya.  Itu buruk untukku.”

 "Aku mengerti, tapi kamu seharusnya tahu tentang janji yang kumiliki dengannya, ‘kan?"

 “Aliansi Lantai 5.  Sebuah pekerjaan.  Aku mendengar itu yang kamu inginkan. ”

 "Benar sekali.  Jadi aku harus memprioritaskan Tsukinomori-san di sini.  Jika kamu memberi tahuku kenapa kamu meninggalkannya dan itu alasan yang cukup bagus, aku akan tutup mulut.  Jika kamu bersikeras untuk merahasiakannya, aku tidak punya pilihan selain memberitahunya. ”

 “Hmm... Kamu setia pada perintah.  Akiteru-kun, kamu adalah budak yang baik untuk sebuah perusahaan.  Ini buruk untukku.”  Mizuki-san meletakkan jarinya yang ramping dan pucat di atas bibirnya yang mengilap, memiringkan kepalanya sedikit seolah pura-pura bodoh.  Kemudian, seolah tiba-tiba menyadari sesuatu, dia mengeluarkan ponselnya dan mendekatiku.  Tangannya bergerak cepat dan dia meraih lenganku, menarikku ke dinding.

 “H-Hei!”

 Mizuki-san tertawa.  “Kamu benar-benar bersemangat, mendorongku ke dinding seperti ini!  Apa sebenarnya niatmu?”

 Apakah bahasa Jepangnya baru saja membaik?

 Tunggu, itu tidak penting sekarang.  Ada sesuatu yang jauh lebih mendesak.  Itu adalah apa yang dia katakan, bukan bagaimana dia mengatakannya.

 Aku bukan orang yang bertanggung jawab atas situasi saat ini.  Bukannya kau bisa tahu dengan melihat—aku membuatnya terjepit di dinding dengan lenganku menghalangi jalannya untuk kabur.  Tapi aku bukan selebriti yang harus khawatir paparazzi menguntitku—aku hanya seorang pria, jadi sepertinya seseorang tidak akan mengabadikan momen ini—klik!—kamera dan suaranya mengabadikan kejadian ini?

 “Terima kasih untuk kenangan indahnya, Akiteru-kun.”  Mizuki-san tertawa lagi.

 "Itu... apa?"

 "Ini, lihat."

 Wajah kami sangat dekat, tapi entah bagaimana dia berhasil menempatkan ponselnya di antara kami untuk menunjukkan layarnya padaku.  Momen yang menentukan ditangkap di sana.  Aku, dengan ekspresi muram tapi berapi-api di wajahku, memojokkan Mizuki-san ke dinding.

 “Tunggu, tunggu, tunggu, tunggu, tunggu!  Apa-apaan ini?  Hapus itu sekarang juga!”

 "Aku akan melakukannya.  Jika kamu melindungi rahasia ini.  Jangan beri tahu Makoto-san di mana aku berada.”  Mizuki-san menyelinap dengan mulus dari bawah lenganku dan melambaikan teleponnya padaku dengan provokatif.  "Jika kamu membocorkan lokasiku, aku akan mengirimkan foto bukti perselingkuhan kita ini kepadanya."

 “Apakah kamu serius?  Apakah kamu menyadari apa yang mungkin terjadi jika kamu menyebarkan foto itu ke mana-mana?”

 "Tidak masalah.  Jika kamu tidak memberi tahu dia di mana aku berada, tidak akan ada masalah besar.  Ini adalah kesepakatan orang dewasa.  Kuharap kita bisa jadi mitra yang baik.”

 "Aku mengerti apa yang kamu katakan, aku hanya ..."

 Ini adalah pemerasan terus menerus.  Kau adalah seorang bibi yang hebat untuk dapat memeras keponakanmu sendiri seperti ini.  Juga, bukankah seharusnya pria yang mengancam wanita yang sudah menikah dalam situasi seperti ini?  Kupikir itu baru saja menunjukkan bahwa dunia nyata bekerja dengan cara yang sangat berbeda dengan fiksi.

 "Oh.  Tanganku.  Tergelincir.  Terkirim.  Terlambat."

 “Aaah!  Aku bersungguh-sungguh!  Tolong jangan kirimkan itu ke Tsukinomori-san!”  Aku berlutut dan memohon.

 Saat ibu jarinya mengetuk layar itu, hidupku dan semua orang di Aliansi akan berakhir.  Tidak peduli apa, aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.

 Yakin dia membuatku melingkarkan jari kelingkingku dengan miliknya sekarang, Mizuki-san tersenyum.  “Kesepakatan selesai.  Aku suka orang setia yang bisa menepati janji.  Selamat malam dan bonne nuit, Akiteru-kun.”

 Dia memberiku ciuman dan kemudian meninggalkan apartemenku.

 Dia mempermainkanku seperti orang idiot.  Yang bisa kulakukan hanyalah berdiri di pintu masuk dan bergumam sendiri seperti orang gila.

 “Bonne nuit berarti selamat malam dalam bahasa Prancis.  Jadi dia mengatakan itu dua kali.”

 Tidak ada yang tersisa untuk mendengar komentarku.

 +×+×+×+

 “Akhirnya kau juga mendapatkan para ibu, ya, Aki?”

 "Tunggu.  Tunggu sebentar, Ozu.  Itu membuatnya terdengar seolah aku yang menyerang.  Apakah kau salah membacanya?  Ini benar-benar sebaliknya."

 “Kau membiarkan mereka mengganggumu alih-alih mendekati mereka secara normal.  Itu benar-benar seperti dirimu, Aki!  Ha ha ha!"

 "Kau sadar ibumu sendiri terlibat dalam semua ini, ‘kan?"


Translator: Janaka

Post a Comment

Previous Post Next Post


Support Us