Bab 102
Akhir Maret. Hari Minggu setelah White Day.
“…Maaf mengganggu, Yuzuru-san.”
“Ya, masuklah.”
Sampai sekarang tak ada yang berubah, Arisa datang ke rumah Yuzuru seperti biasa.
Sementara Yuzuru menanggapi dengan nada yang sama seperti sebelumnya…
Arisa entah kenapa gerak-geriknya terlihat agak gelisah.
“…Ada apa, Arisa? Apa kau mengkhawatirkan sesuatu?”
Yuzuru bertanya, selagi menyajikan kopi untuk Arisa, yang duduk dengan gelisah.
Arisa sedikit tersipu dan menjawab sambil memainkan rambut kuning mudanya.
“U-Um..., kita sudah benar-benar bertunangan 'kan? Sebagai kekasih, kita...”
“Eh? Ah, ya… Hm, itu benar. Itu berarti, Ini akan menjadi kencan pertama kita sebagai sepasang kekasih, kurasa.”
Jika kencan di rumah rumah termasuk dalam kategori kencan, maka ini akan menjadi kencan yang tak terlupakan.
Tapi Yuzuru yang tidak terlalu memikirkannya, belum mempersiapkan apa-apa.
“…Apa kau ingin kencan untuk memperingatinya?”
"Tidak, tidak sama sekali. Aku tidak bermaksud seperti itu... "
Ketika ditanya oleh Yuzuru yang sedikit khawatir, Arisa buru-buru menyangkal, dengan panik melambaikan tangannya.
“Um…, Aku bertanya-tanya apa setelah kita menjadi kekasih, meski hanya sedikit... Apa hubungan kita akan berubah.”
“Ah… Jadi begitu.”
Yuzuru tidak sengaja tersenyum pahit. Sampai sekarang, Yuzuru dan Arisa adalah "tunangan" palsu.
Tapi sekarang, dalam sebutan dan kenyataannya, mereka adalah tunangan dan kekasih sejati.…Tapi untuk saat ini, hanya sebutannya yang berubah.
Kenyataannya, Yuzuru dan Arisa telah melakukan cukup banyak hal seperti sepasang kekasih bahkan sebelum mereka mengungkapkan perasaan mereka satu sama lain dan menjadi tunangan secara resmi.
Sejauh ini, tidak ada yang berubah.
“Apa yang biasanya dilakukan sepasang kekasih pada umumnya…?”
“Sesuatu seperti… Berpegangan tangan, mungkin?”
“Kita sudah melakukannya 'kan?”
"Kau benar."
Yuzuru tidak bisa melupakan kapan pertama kali dia bergandengan tangan dengan Arisa.
Dia ingat secara alami berpegangan tangan dengan Arisa selama festival musim panas ...
Dan dia ingat kalau saat tahun baru, dia secara aktif menggandeng tangan Arisa.
(Berpelukan... Kita juga sudah melakukannya.)
Yuzuru ingat bagaimana dia memeluk Arisa saat Natal.
Betapa hangat dan lembutnya tubuh Arisa.
Setelah bergandengan tangan dan berpelukan, langkah selanjutnya adalah…
“…Berciuman, mungkin.”
Arisa bergumam pada dirinya sendiri. Kemudian dia segera menutup mulutnya.
Dalam sekejap, wajahnya berubah menjadi merah padam.
“T-Tidak, y-yang tadi itu..., Um..., itu hanya contoh. Ini tidak seperti, aku ingin melakukannya…”
Arisa tampak bingung dan menyangkal apa yang dia katakan.
Menanggapi itu, Yuzuru bertanya dengan wajah sedikit memerah.
“… Apa kau tidak mau?”
“Ti-Tidak, itu…”
“Aku pikir aku ingin melakukannya.”
Yuzuru berkata dan meraih tangan Arisa.
Lalu Yuzuru menatap wajah Arisa.
Berbeda dengan mata biru yang menatap lurus ke arahnya, mata hijau giok Arisa, yang berkilau di balik bulu matanya yang panjang, sedikit tertunduk.
Sambil melihat ke bawah sedikit, dia dengan malu-malu mengalihkan pandangannya.
“Um…, Bukan itu yang aku maksud, tapi..”
“Jadi, yang mana?”
Yuzuru memberikan lebih banyak kekuatan ke tangannya.
Di sisi lain, Arisa, yang sedang ditekan oleh Yuzuru, melihat ke kiri dan ke kanan seolah sedang mencari jalan keluar... Karena Yuzuru memegang tangannya, tidak ada cara baginya untuk melarikan diri.
“…”
Arisa mengangkat wajahnya sedikit dengan ekspresi lemah. Menatap Yuzuru, dia menggerakkan bibirnya yang mengkilap.
“A-Aku ingin melakukannya…”
Keduanya saling menatap.
Itu sangat memalukan dan membingungkan pada saat yang sama, sehingga mereka ingin membuang muka, tapi entah kenapa… mereka tidak bisa berpaling dari mata satu sama lain.
Keheningan mendominasi ruangan itu. Satu-satunya hal yang menandai berjalannya waktu adalah detak jantung mereka, berdetak kencang selaras satu sama lain.
“…Tidak apa-apa 'kan?”
Yuzuru adalah orang pertama yang memecah kesunyian.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Arisa... tidak menjawab. Yuzuru perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Arisa.
Menekan mulutnya ke bibir mengkilap itu ...
Tepat sebelum dia mencapai tujuannya, Yuzuru berhenti bergerak.
Itu karena Arisa mendorong dada Yuzuru sedikit dengan kedua tangannya.
Itu sangat lemah dan sama sekali tidak kuat, tapi … Itu adalah tanda penolakan.
”…Apa kau tidak menyukainya?”
Khawatir, Yuzuru bertanya pada Arisa. Arisa, di sisi lain, menggelengkan kepalanya dengan wajah merah padam.
“T-Tidak…, Bukannya aku tidak menyukainya…, Tapi…”
"Tapi?"
Arisa memalingkan wajahnya sedikit dan menjawab seraya melirik Yuzuru melalui poni kuning mudanya.
“I-Itu memalukan…”
Arisa kemudian menyembunyikan wajahnya yang merah cerah dengan tangannya yang gemetar.
Melihat Arisa seperti itu, Yuzuru hanya bisa bergumam pada dirinya sendiri.
"…Imut."
“Fu~e!?”
"Ti-Tidak, bukan apa-apa."
Sambil menutupi pikirannya yang bocor dari mulutnya, Yuzuru dalam hati menghela nafas lega.
Setidaknya tidak ada indikasi kalau Arisa tidak suka atau takut melakukan kontak seksual dengan Yuzuru.
"Yah, itu benar... Itu memalukan, ya?"
Yuzuru mengucapkan respon simpatik pada jawaban Arisa.
Bukannya Yuzuru sendiri tidak sepenuhnya tanpa rasa malu… tapi lebih dari itu, keinginan untuk menyentuh Arisa lebih kuat daripada rasa malunya.
Namun, itu bukan niat Yuzuru untuk mengabaikan kehendak Arisa dan memaksanya untuk melanjutkan.
Di sisi lain, Arisa mematuhi Yuzuru karena tidak ingin dibenci olehnya, meski ia tidak antusias melakukannya, ia tetap menanggapi ciuman tersebut.
“Um, yah… B-Bukannya aku tidak menyukainya. Hanya saja ... itu memalukan ... "
Di sisi lain, Arisa mengatakan itu seolah-olah dia mencoba membuat alasan.
Ekspresinya seperti dia mengkhawatirkan suasana hati Yuzuru.
Mata hijau gioknya dipenuhi dengan kecemasan dan ketakutan.
"Ya, aku tahu, kok. Tidak apa-apa."
Seolah untuk menghilangkan kecemasan Arisa, Yuzuru berkata dengan suara lembut.
Lalu dia perlahan membelai rambut Arisa.
Mata Arisa mulai melebar seolah merasa lega.
Arisa merilekskan tubuhnya dan bersandar di dada Yuzuru.
“…Mari kita lakukan selangkah demi selangkah. Kita masih punya banyak waktu."
"Baik."
Arisa menjawab dengan suara kecil sambil mencengkeram pakaian Yuzuru.
Dia kemudian menatap Yuzuru dengan mata memelas ...
"Um, bagaimana kalau kita... latihan?"
Dan membuat saran seperti itu.
AAAAAAAAAAAAAAA!!!!!
ReplyDelete😳
ReplyDeleteWew
ReplyDeleteMakin mersahkan ya bun
ReplyDeleteHey hey hey🙂
ReplyDelete