Bab 2-E
Aku tersenyum melihat reaksi polosnya.
"Kamu tidak boleh mengatakan bahwa kamu tidak baik pada dirimu sendiri, Karena aku yakin ada orang yang menyukai Sato-san."
"Tidak ada."
"Ada banyak."
Setidaknya, ada satu di sini.
"Aku tidak butuh banyak…….Aku hanya…"
Sato-san mengatakan itu, lalu menutup mulutnya dengan ekspresi sedih.
Dalam kesunyian, suara tawa gadis-gadis SMA yang samar terdengar dari kejauhan.
Setelah beberapa saat hening, Sato-san perlahan membuka mulutnya dan berkata
"Sabtu depan……"
"Ya?"
"Sabtu depan."
Dia mengulangi kata-kata itu lagi dan menarik napas dalam-dalam.
Lalu dia menatap mataku,
"Aku berpikir untuk pergi makan es krim gulung Sabtu ini! Jika kamu tidak keberatan, Oshio-kun, maukah kamu ikut denganku?"
Dia mengatakan itu dengan cepat, wajahnya muram, entah karena malu atau karena dia berpikir bahwa dia mungkin akan ditolak.
Itu adalah permintaan yang tulus dari seorang teman.
Entah karena kecemasan atau ketidakberdayaan, bahunya gemetar sedikit.
Saat aku melihat itu, dadaku menegang, tapi —–
"..... Maaf, aku ada urusan hari itu."
Aku tidak tahu seperti apa wajah Sato-san saat itu.
tapi satu hal yang pasti......bahunya tidak gemetar lagi.
"Tapi jangan khawatir, Sato-san pasti bisa memotret foto yang bagus, walaupun tanpa bantuanku."
Meskipun aku tahu di pikiranku bahwa aku tidak boleh melakukan itu, aku tidak bisa tidak mengulangi kata-kata itu.
Sato-san kemudian mengangkat kepalanya dan tersenyum padaku dengan agak lemah—–
"I….ya, maafkan aku. Itu terlalu tiba-tiba, ya?"
Ketika aku melihat senyumnya yang diwarnai oleh warna merah, aku merasa seolah-olah hatiku hancur.
Melihat senyum itu…
Aku tidak yakin apakah dia tahu bagaimana perasaanku atau tidak, tapi dia berdiri dari bangku dan berkata,
"Terima kasih untuk hari ini, Oshio-kun . Lalu, Haruskah kita pulang sekarang?"
Di bawah sinar matahari, dia berbalik ke arahku seolah sedang menari.
Cara dia berbalik ke arahku, menari di bawah sinar matahari, sangat indah, sangat rapuh, dan......agak terlihat sedih.
Sabtu
Saat itu sekitar pukul lima sore, dan aku akhirnya menyelesaikan semua pekerjaanku di kafe untuk hari itu.
"Oke, aku sudah selesai bersih-bersih ....... Ayah, kau mau teh?"
Aku bertanya sambil melepas celemekku, tapi tidak ada jawaban.
Berpikir itu agak aneh, aku menoleh dan melihat Tou-san di dapur, menggunakan otot perutnya untuk menekan tubuh bagian bawahnya yang kuat.
Aku bertanya-tanya apakah itu berarti dia mau?
Apa pun artinya itu, aku akan tetap memberinya satu.
Aku mulai membuat teh.
Sudah lima hari sejak aku pergi ke Tea Pearl bersama Sato-san.
Sejak saat itu, Sato-san dan aku tidak saling berbicara sepatah kata pun.
Seolah-olah kejadian heboh hari itu adalah kebohongan, Sato-san kembali menjadi “Dewa Garam Sato-san” seperti biasanya.
Seperti bunga yang tak tersentuh......tentu saja, tidak terkecuali untukku.
Kenapa bisa jadi begini? Aku tidak tahu.
Tapi tentu saja, kupikir alasannya adalah karena percakapan terakhir kami.
—Aku berpikir untuk pergi makan es krim gulung Sabtu ini! Jika kamu tidak keberatan, Oshio-kun, maukah kamu ikut denganku?
Kata-kata yang dia ucapkan dengan susah payah muncul kembali di pikiranku.
Apa jawaban yang benar untukku?
……..Tidak, mungkin tidak ada jawaban yang benar sejak awal.
Bukannya dia tidak bisa memotret sebuah foto jika dia sendirian.
Berpikir bahwa penolakanku terhadap undangan Sato-san telah mengubahnya mungkin merupakan kesalahan besar.
Aku yakin dia akan terus bertingkah seperti “Dewa Garam Sato-san” di sekolah seperti dulu, tapi di akhir pekan dia akan pergi ke kafe trendi dan memotret manisan.
Mengingat kurangnya kepekaan fotografinya, dia mungkin akan mengalami kesulitan pada awalnya, tapi setelah beberapa kali dia akan berangsur-angsur membaik.
Lalu suatu hari dia akan mengunggah foto itu ke Minsta, teman sekelasnya yang melihat itu akan mengubah persepsi mereka tentang Sato-san dan berteman dengannya………
Lihat, tidak ada yang salah dengan itu.
.......Satu-satunya yang punya masalah dengan itu adalah aku.
"……………"
Aku memikirkan itu sambil merebus daun teh.
Sato-san itu imut.
Semakin aku tahu tentang dia, semakin aku menyadari betapa menariknya dia, tidak hanya wajahnya, tetapi juga caranya tersenyum, senyum kekanak-kanakan yang tak terduga, dan tingkahnya.
Aku yakin dia akan mendapatkan banyak teman dan menjadi sangat populer jika dia bisa menyingkirkan julukan "Dewa Garam Sato-san".
Mungkin, dia akan ditembak oleh anggota klub sepak bola atau klub basket yang tampan.
………Membayangkan itu, dadaku sakit.
Aku sangat bodoh.
Ketika aku memikirkan itu, aku mengeluarkan ponselku dari saku, membuka aplikasi Minsta, dan membuka halaman yang telah kulihat ratusan kali.
— Itu adalah akun Minsta Sato koharu, yang telah dia buat “malam itu”.
Dia memiliki 0 pengikut dan 0 jumlah foto yang diposting.
Ini adalah akun baru tanpa foto profil.
……….. Dia mungkin tidak tahu bahwa ketika dia membuat akun, teman-temannya di MINE akan secara otomatis mendapatkan notifikasi.
Hari ini, jumlah foto yang diposting masih nol.
"Ha ha…"
Aku menertawakan diriku sendiri.
Aku tidak percaya aku lega melihat tidak ada foto yang diposting hari ini………
Aku tidak bisa menahannya, aku tidak bisa menahannya.
Saat aku membuat alasan untuk diriku sendiri, aku membuat secangkir teh untukku sendiri dan menuju ke teras di mana ayahku telah menunggu. —-
"Ototmu menangis."
Tou-san, yang duduk di kursi Taman, mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.
"Ha?"
Mau tak mau aku bereaksi seperti itu.
Apa yang dikatakan durama berotot ini.
"......Ototku kenapa?
"Aku bilang, ototmu menangis."
"Aku tidak mengerti sama sekali."
Tou-san menyesap teh dari cangkirnya dengan gerakan yang anggun.
….. Dia berhenti minum dan berkata padaku aku.
"Souta, sejak Sakiko…….Sejak ibumu meninggal, aku mengelola kafe tutuji ini dan Souta sendiri. Keduanya adalah hal yang tak tergantikan dan berharga yang ditinggalkan oleh ibumu."
"Aku sangat berterima kasih untuk itu, tapi kenapa kau membahas itu sekarang?"
"Tidak ada yang tidak kuketahui tentang kafe ini dan Souta."
"Apa yang coba kau katakan?"
"Sota, kau menolak gadis yang kau cintai untukku dan kafe tutuji, kan?"
"……….."
Aku menutup mulutku rapat-rapat namun setelah beberapa saat aku mulai membuka mulu.
"Bagaimana kau….."
"Fufu, aku bisa mengerti hanya dengan melihat wajahmu. Aku lebih sering melihat wajah Souta daripada pancake."
Meskipun itu bohong, dia memang mengerti putranya dengan baik.
"Mau bagaimana lagi."
Bagaimanapun, tidak ada gunanya menyembunyikannya dari Tou-san. Aku merasa lega dan mulai berbicara,
"Keuntungan kafe turuji lumayan, tapi tidak cukup untuk mempekerjakan karyawan. Aku tahu itu."
Aku dibesarkan di Cafe tutuji ini sejak aku lahir, hanya dengan melihat angka-angka itu sudah cukup untuk memberi tahuku tentang situasinya.
"Aku tahu Tou-san tidak akan memberitahuku, tapi jika aku pergi berkencan dengan seorang gadis yang aku sukai di akhir pekan, kau akan kesulitan. Aku tahu itu."
Itu benar, itulah alasanku menolak undangan Sato-san.
Kafe tutuji tidak mampu mempekerjakan pekerja paruh waktu.
Itu sebabnya, jika aku meninggalkan tempat ini dan ayahku sendirian di akhir pekan, toko ini tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Aku merasa tidak nyaman menggunakan ayahku sebagai alasan, jadi aku tidak memberi tahu Sato-san alasannya…
"Mau bagaimana lagi, kafe tutuji juga merupakan tempat yang penting bagiku.
Promosi di Minsta berjalan lancar, tapi aku tidak bisa pergi."
Itu adalah perasaanku yang sebenarnya.
Tentu saja aku suka Sato-san. Tapi aku mencintai tempat ini.
Tou-san mendengarkanku dengan tenang saat dia menyesap teh ke mulutnya.
Setelah beberapa saat, dia menelan teh ke tenggorokannya dan perlahan membuka mulutnya untuk berkata: —
"Saat dulu di perguruan tinggi ketika aku bergabung dengan klub manisan bersama anggota lainnya."
"pa yang kau katakan tiba-tiba?"
"Diam dan dengarkan."
Aku tidak punya pilihan selain mendengarkannya.
Dia terbatuk, dan kemudian melanjutkan ceritanya.
"Klub manisan adalah sebuah kelompok kecil yang terdiri dari empat orang yang saling bekerja bersama karena terpikat oleh rasa manis dan kalori."
Itu klub yang hebat.
Aku hampir mengeluh dengan keras, tapi ayahku sedang sangat serius, jadi aku memutuskan untuk diam.
"Tapi titik balik datang ketika Tou-san menjadi mahasiswa tahun ketiga, seseorang bernama "Muscle Lord", yang dikeluarkan dari klub sepak bola, meminta untuk bergabung dengan kami."
Aku penasaran dengan julukan itu, tapi...... Dia dikeluarkan dari klub sepak bola? Kenapa?"
"Sepertinya dia secara sembunyi-sembunyi menaruh protein di minuman para anggota klub sepak bola."
Apa-apaan itu!?
Translator: Janaka