Dousei Kara Hajimaru Otaku Kanojo no Tsukurikata - Volume 4 Chapter 4 Bahasa Indonesia

 Bab 4


 Ditinggal sendirian di rumah, aku membersihkan kamarku sebelum bersantai dengan barang-barang otaku milikku seperti biasa, yang terutama melibatkan menonton video VTuber dan bermain game gacha di ponselku.  Giliranku untuk membuat makan malam, tapi Kokoro memberitahuku bahwa dia akan makan di luar, dan aku tidak tahu kapan Kisaki akan pulang.  Jadi, alih-alih memasak, aku memesan beberapa gyudon pesan antar.

 Sekitar pukul delapan, tepat ketika aku sedang menyantap daging sapi dan nasi murahku, aku mendengar seseorang berjalan melalui pintu depan.  Masih terlalu cepat bagi Kokoro untuk kembali, jadi mungkin...

 "Hey."

 “O-Oh, Kisaki...”

 Ini pertama kalinya aku dan adikku berduaan sejak dia pulang ke Jepang.  Berkat Kokoro, kami benar-benar bisa berbicara pada satu sama lain lebih dari biasanya, tapi aku masih merasa canggung di dekatnya.  Sulit dipercaya bahwa kami dulu sering bermain bersama saat masih anak-anak.

 Apa aku harus kembali ke kamarku?  Mungkin tidak apa-apa untuk tetap di sini.  Aku di sini duluan, dan dia mungkin akan langsung ke kamarnya sehingga dia tidak perlu berasa di dekatku ...

 Kisaki diam-diam berjalan ke lemari es dan menuangkan segelas teh jelai buatan Kokoro untuk dirinya sendiri.  Dengan gelas di tangannya, dia kemudian menuju ke ruang tamu dan duduk di kursi di depan sofa, tempat aku duduk.

 Hah?  Kupikir dia akan menghindariku dan bergegas ke kamarnya ...

 Dia mulai menyesap tehnya sambil melihat ponselnya.

 A-Apakah dia akan... tetap di sini?  Tidakkah itu mengganggunya untuk berduaan denganku?  I-Ini sangat canggung!  Ini adalah pertama kalinya sejak sekian lama kami duduk begitu dekat satu sama lain tanpa ada orang lain di ruangan!

 Aku tidak tahan lagi dengan keheningan, jadi aku mencoba memikirkan topik untuk memulai percakapan.  Maka setidaknya dia tidak bisa menuduhku bersikap buruk.

 Ini tidak akan terjadi jika Nishina ada di sini!  Kenapa aku bahkan khawatir tentang bersikap sopan kepada adikku?  Betapa bodohnya itu?!

 “Jadi, K-Kisaki... Selama ini kau adalah seorang otaku, ya?  Kupikir kau berhenti menyukai hal-hal itu ketika kau masuk SMP. ”

 Ini mungkin waktu terbaik untuk bertanya padanya tentang apa yang ada di pikiranku belakangan ini, tapi aku khawatir, mengungkitnya entah bagaimana akan terlihat agak aneh.

 “A-Apa?  Apa pentingnya itu untukmu?"  jawabnya, membuatku segera menyesal berbicara dengannya.

 “Hanya saja, kau tahu, kau pergi bersama Ibu dan Ayah ke India tanpa mengeluh atau semacamnya, meskipun sangat sulit untuk mendapatkan barang-barang otaku di sana.”

 "Aku jelas tidak ingin meninggalkan hobiku ... tapi keluarga seharusnya tetap bersama," gumamnya.

 Bagian terakhir itu sangat mengejutkan datang darinya hingga aku tidak tahu bagaimana menjawabnya.

 "Tapi kau..." lanjutnya, suaranya direndahkan menjadi hampir seperti bisikan.

 "Aku...?"

 "...Tidak, bukan apa-apa."

 "Hah?  A-Apa itu?”

 Bagaimana mungkin aku tidak penasaran setelah dia berhenti di tengah kalimat seperti itu?

 “Ngomong-ngomong,” katanya, mengubah topik pembicaraan, “Aku masih tidak percaya kalau seorang gadis cantik adalah temanmu dan lebih dari itu dia adalah seorang otaku.”

 "Apa?!"

 "Kau tidak pernah berteman dengan gadis-gadis sebelumnya."

 “U-Uh…”

 Itu benar, dan aku hanya berteman dengan Kokoro secara kebetulan.  Jika kami tidak bertemu satu sama lain di pesta itu, aku mungkin masih tidak akan memiliki teman perempuan.  Menghabiskan waktu bersamanya juga membuatku terbiasa dengan gadis-gadis, setidaknya sampai aku berhasil berbicara dengan Elena.  Aku bertemu dengan gadis-gadis lain yang kukenal sekarang—Mashiro, Yume, Iroha, dan Mikoto—hanya karena Kokoro telah meyakinkanku untuk pergi ke lebih banyak acara dan mengambil pekerjaan paruh waktu dengannya.

 Sekarang Kisaki menyebutkannya, aku menyadari bahwa semua ini tidak terpikirkan olehku beberapa tahun yang lalu, dan itu mungkin semua berkat satu orang: Kokoro.

 “Kau bahkan dulu gugup ketika aku punya teman.  Teman SD,” desak Kisaki.

 "Apa?!  A-aku tidak gugup saat bersama teman-temanmu!”

 “Semakin aku memikirkannya,” lanjutnya, mengabaikanku, “semakin aneh rasanya.  Bagaimana kau bisa berteman dengan Kokoro?”

 “Ugh... Y-Yah, kami berdua adalah otaku, dan situasinya mirip denganku, jadi... Kupikir bisa saling membicarakan hobi kami adalah bagian besar dari itu.”

 "Oh..."

 “Ngomong-ngomong, apakah kau bisa menikmati hobimu di sana di India?”  aku bertanya padanya.

 "Bagaimana mungkin!  Bagaimana aku bisa melakukannya di luar Jepang?!  Itu pasti mudah bagimu, karena kau sangat egois dan tinggal di sini sendirian!”  Nada suaranya menjelaskan betapa marahnya dia padaku.

 Hei, jika dia ingin tinggal di Jepang, dia bisa saja mengatakannya, tapi sekali lagi dia sangat dekat dengan ibu kami, dan pasti sulit hidup jauh dari orang tuamu ketika kau masih SMP.  Di sisi lain, alasan dia tidak tinggal mungkin karena dia tidak ingin tinggal berdua denganku...

 "Katakan," kataku, mengubah topik pembicaraan ke hal lain yang harus kutanyakan padanya.  “Tentang doujin yang akan kau jual.  Aku hanya perlu memastikan—mereka bukan doujin dewasa, ‘kan?”

 “J-Jangan bodoh!  Apakah kau benar-benar berpikir aku bisa menggambar sesuatu seperti itu?!  Itu masih terlalu memalukan untuk sekarang…”

 "...Untuk sekarang?!  Jadi kau akan menggambarnya pada akhirnya?! ”

 Dia sudah berpikir untuk menggambar manga cabul di usianya ini?!  Apakah dia itu orang cabul terselubung?!

 “Ngomong-ngomong,” katanya, “apa genre game paling populer di Jepang saat ini?”

 “Game gacha adalah yang paling populer saat ini.  FG0 dan itu…”

 "Begitu... Dan apa yang suka dimainkan para gadis?"

 “Tidak tahu, kenapa kau menanyakan itu, tapi… Kurasa game HypMic cukup populer,” kataku.

 Kemudian aku sadar bahwa aku melakukan percakapan yang normal dan alami dengan adikku untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun.  Rasanya aneh—seolah-olah kami kembali ke masa ketika dia masih SD dan kami sangat dekat satu sama lain.

 Kami terus mengobrol sebentar, berbicara tanpa canggung dan saling menanyakan banyak hal: aku bertanya kepadanya tentang India, orang tua kami, dan bagaimana sekolahnya di sana, dan dia bertanya kepadaku tentang tren otaku terbaru di Jepang.

 Aku dulu berpikir bahwa dia telah berubah, tapi aku segera menyadari bahwa bukan begitu.  Dia masih anak kurang ajar yang sama yang kuingat.  Aku senang dia setidaknya berbicara denganku sekali lagi, dan aku berharap kami bisa kembali ke titik ini ketika dia masih tinggal di Jepang ... meskipun jelas sudah terlambat untuk itu.  Namun, percakapan kecil kami akhirnya membuatku semakin penasaran tentang alasan dia mulai menghindariku sejak awal.

 Tentunya itu bukan hanya bayanganku ... ‘kan?  Aku ingin bertanya padanya, tapi aku tidak bisa.  Sebagai kakak laki-laki, aku tidak bisa ...

 "Hai!  Aku pulang!"

 “Kokoro!  Halo!"

 “Ah, kau susah pulang.  Hai."

 "Apakah kalian berdua ... mengobrol?"

 Kokoro, yang baru saja melewati pintu, melihat dariku ke Kisaki.  Dia mungkin memperhatikan betapa sedikitnya interaksi yang biasanya kami lakukan dengan satu sama lain, karenanya dia terkejut melihat kami bersama.


Malamnya, aku bangun dan turun ke bawah untuk ke kamar kecil.  Aku berjingkat sepelan mungkin agar tidak membangunkan Kisaki atau Kokoro.

 Tepat ketika aku mencapai anak tangga terakhir, aku memperhatikan bahwa lampu di ruang tamu masih menyala.

 Apakah salah satu dari mereka masih bangun?

 “Terima kasih banyak… aku tidak akan bisa menjilid semua ini sendirian.”

 “Aduh, jangan bilang begitu!  Aku selalu ingin membuat doujin, kau tahu?  Tapi aku tidak bisa menggambar atau menulis atau apa pun, jadi aku senang bisa membantu dengan cara tertentu!  Dan itu bahkan doujin HypMic!”

 Melalui pintu ruang tamu, aku dapat mendengar dua suara, suara printer, dan sesuatu yang diputar di TV dengan volume rendah.

 Jadi Nishina membantu Kisaki menjilid doujin-nya...

 “Kau sudah sangat membantu!  Sungguh!"

 “Kau sudah menentukan harganya, ‘kan?”

 "Ya.  Aku akan menjualnya sekitar seratus yen atau lebih, dengan bonus.  Aku mendapat ide untuk ceritanya baru-baru ini, jadi aku tidak punya waktu untuk mencetak dan menjilidnya dengan benar, tapi aku masih ingin menyiapkannya untuk Comiket bagaimanapun caranya.”

 “Tapi itu sangat keren!  Aku suka ketika sirkel favorit-ku menjual buku salinan!”

 Meskipun aku sendiri tidak memiliki pengalaman menerbitkan doujin, aku pernah mendengar tentang buku salinan.  Alih-alih karyanya diubah menjadi volume manga yang diterbitkan dengan benar oleh sebuah perusahaan, terkadang kreator hanya memfotokopi gambar mereka dan menjilidnya sendiri.

 Kisaki sangat bersemangat tentang ini hingga dia bahkan menggambar doujin di menit-menit terakhir, wow.  Aku harus menghormati komitmennya, bahkan jika itu cerita BL ...

 Aku ingin menawarkan untuk membantu juga, tapi dia mungkin tidak ingin aku melihat gambarnya, jadi aku memutuskan untuk terus ke kamar mandi dan kemudian kembali ke tempat tidur.

 Namun, begitu aku meraih gagang pintu, aku mendengar suara Kokoro sekali lagi.

 “Jadi, seperti... Aku sudah sering melihatmu berbicara dengan Ichigaya sejak kau pulang, tapi dia memberitahuku bahwa kalian berdua tidak akur sama sekali.  Apakah itu benar?”

 Kata-katanya mengejutkanku, jadi aku membeku di tempat, tanganku masih menempel di pintu.

 “Tidak, kau benar.  Kami pastinya tidak…” Aku mendengar jawaban Kisaki.

 "Aku ingat dia mengatakan itu tidak begitu sejak awal ..."

 "Ya, kami dulu akrab ketika kami masih kecil."

 "Aku hanya ingin tahu tentang apa yang terjadi hingga kalian berdua tidak saling berbicara lagi."

 Langsung ke intinya!  Aku hanya akan tinggal sedetik lebih lama.  Mungkin mengetahui jawabannya akan lebih merugikanku daripada keuntungannya, tapi aku harus mendengarnya!

 “Oh, tapi kau tidak perlu memberitahuku jika kau tidak menyukainya,” kata Kokoro.

 “Tidak, tidak masalah.  Itu dimulai bertahun-tahun yang lalu, ketika dia mulai menghindariku secara tiba-tiba.”

 Hah...?  Apakah dia baru saja mengatakan bahwa akulah yang menghindarinya?

 Aku sangat terkejut hingga aku harus memegang pegangan pintu lebih erat untuk mencegah diriku berjalan ke ruang tamu.

 Apa yang dia bicarakan?!  Dia yang menghindariku!

 "Dia ... menghindarimu?"

“Itu tepat sebelum aku mulai masuk SMP.  Kami biasa menonton anime dan bermain game bersama sepanjang waktu, tapi kemudian dia mulai membawa semua itu ke kamarnya untuk dilakukan sendiri…”

 Hmmm?  Menonton anime dan bermain game sendirian, bukan dengannya... Yah, mungkin itu memang benar...

 Bertahun-tahun yang lalu, aku melakukan semua itu di ruang tamu bersama Kisaki.  SMP, bagaimanapun, menandai sedikit kedewasaan untuk anak laki-laki sepertiku, yang mulai mengembangkan minat untuk... sesuatu yang tidak pantas.  Anime dan game dengan adegan menggoda di dalamnya, manga dan ilustrasi erotis, dan hal-hal lain.

 Tentu saja, aku tidak bisa melihat hal semacam itu di depan Kisaki, itulah sebabnya aku mulai menghabiskan lebih banyak waktu sendirian dalam privasi kamarku.  Kisaki sudah sering mencoba masuk, dan dia bahkan pernah melakukannya tanpa mengetuk.  Untungnya, aku tidak melakukan sesuatu yang tidak senonoh pada saat itu, tapi aku menyadari bahwa jika aku ingin menghindari pertemuan yang dapat membuat aku dan Kisaki trauma, aku harus menetapkan beberapa batasan.

 Pada saat itu, aku memarahinya dan menyuruhnya untuk tidak masuk ke kamarku tanpa izin.  Dia mulai lebih sering mengetuk dan bertanya apa yang kulakukan lebih dulu, aku akan mengatakan kepadanya untuk meninggalkanku sendiri karena aku sibuk.  Dan aku sibuk... seperti yang sering dilakukan anak laki-laki selama masa pubertas.

 Mungkinkah dia membicarakan itu?  Apa dia pikir aku menghindarinya?!  Itu kurang lebih saat yang sama ketika aku pikir kami mulai saling menjauh ...

 “Ketika aku mencoba menemuinya di kamarnya, dia begitu saja menyuruhku pergi...” kata Kisaki kepada Kokoro.

 "Apa?!  Mengerikan!  Dia tidak memberitahuku itu!"  Kokoro menjawab, jelas marah.

 K-Kau tahu, aku punya alasan yang sangat bagus...

 “Jadi, karena dia menghindariku, kupikir aku akan menghindarinya, dan kami menjadi jauh dalam waktu singkat.  Sejujurnya, hari ini adalah pertama kalinya setelah beberapa tahun kami berbicara begitu banyak.”

 Tunggu, tunggu, tunggu.  Jadi dia mulai bertingkah seperti itu karena dia entah bagaimana mengira aku menghindarinya... Hanya karena aku butuh privasi untuk berlatih menggunakan mouse kidal?!  Dia tidak mulai membenciku atau apa?!

 “Aku bertanya-tanya apa yang telah kulakukan padanya, dan apakah aku masih melakukannya … tapi tidak mudah menanyakan hal seperti itu.  B-Bukannya aku kesepian karena dia tidak bermain-main denganku atau semacamnya!”

 "Sulit dipercaya!  Kenapa dia melakukan hal seperti itu pada adik perempuannya yang imut?!”

 Aku seperti kesurupan mendengarkan penjelasan Kisaki, jadi aku butuh satu atau dua detik untuk mengingat alasan kenapa aku berada di sana sejak awal.  Tapi aku tidak bisa pergi ke toilet sekarang—suara air akan membuat mereka sadar bahwa aku tidak sengaja mendengar mereka.

 Jadi aku menyelinap kembali ke kamarku, berhati-hati agar lebih tenang daripada sebelumnya, dan kembali ke tempat tidurku dengan kandung kemih penuh.

 Dia pada dasarnya hanya kesepian karena aku tidak bermain dengannya... Itu jauh lebih manis dari yang kuduga!  Apakah aku benar-benar mempertaruhkan ikatan yang kumiliki dengan adikku untuk sesuatu yang begitu bodoh?  Aku tidak percaya!  Aku masih ingin bermain game dan menonton anime dengannya juga!  Yang tidak erotis, setidaknya...

 Aku terus memikirkan itu, terbelah antara lega dan menyesal.  Aku tidak akan pernah mendapatkan kembali tahun-tahun yang kuhabiskan tanpa menyadari itu telah menjauhkan Kisaki, tapi setidaknya aku bisa lebih baik padanya mulai besok.

 Dan kemudian, ketika dia kembali ke Jepang untuk seterusnya, aku akan melakukan yang terbaik untuk memperbaikinya, sehingga kami dapat kembali menjadi dua bersaudara yang bahagia dan penuh kasih lagi.

 Aku berjanji pada diri sendiri bahwa aku akan mencoba yang terbaik untuk memperbaiki hubunganku dengan adikku, sebelum berdoa kepada siapa pun yang ada di atas sana agar kedua gadis itu akan menemukan jalan kembali ke kamar mereka sebelum aku mengompol.

+×+×+×+

"Selamat pagi gadis-gadis."

 Kokoro menguap.  "...Apa?  Ichigaya?  Kau sudah bangun?!  Apa yang kau lakukan?  Kau sedang membuat sarapan?! ”

 Kisaki, yang turun tepat di belakangnya, juga menatapku tak percaya.

 "Hah?!  Kau sedang memasak?! ”

 Saat itu keesokan paginya, dan aku tidak disambut oleh apa pun selain keterkejutan.  Aturan kami adalah bahwa Kokoro dan aku masing-masing akan mengurus sarapan kami sendiri, jadi, karena itu aku tidak diwajibkan untuk memasak di pagi hari, aku hampir tidak pernah melakukannya.  Adapun Kisaki, dia belum pernah melihatku di dekat kompor sebelumnya, jadi keterkejutannya bisa dimengerti.

 “Aku sebenarnya harus memasak untuk diriku sendiri sejak kalian pergi ke India, kau tahu?  Yah, tidak setiap hari, tapi tetap saja…”

 "Kau adalah orang terakhir di planet ini yang pernah kubayangkan memasak," jawabnya.

 "Kau tidak akan menunjukkan rasa terima kasih ketika aku bersusah payah memasak untukmu?"

 "Apa...?"

 Aku mengabaikan ekspresinya yang berkonflik, meletakkan sosis dan telur mata sapi, dan meletakkan tiga piring—masing-masing satu untuk kami—di atas meja.  Kemudian, aku mengambil tiga potong roti panggang dari pemanggang dan meletakkan satu di masing-masing piring.

 "K-Kau membuatkanku juga?"  Kisaki tergagap.  "Apa yang merasukimu?!  Kau membuatku takut!"

 “Sejak aku pindah ke sini, ini pertama kalinya aku melihatnya bangun pagi untuk memasak sarapan,” kata Kokoro, sama bingungnya.

 "Apa?  Apakah kalian tidak akan memakannya?"  Aku bertanya.

 Kedua gadis itu segera menjawab dengan "Ya!"  dan duduk.  Setelah apa yang kudengar tadi malam, aku memutuskan untuk mencoba bersikap baik pada Kisaki, setidaknya selama dia akan tinggal di Jepang.  Tapi alih-alih berterima kasih, aku entah bagaimana membuatnya curiga.

 "Kagetora benar-benar memasak ini... Apakah ini semacam mimpi aneh...?"  dia bergumam pada dirinya sendiri.

 “Aku ingin bertanya sebelumnya, Kisaki, tapi adakah yang bisa kulakukan untuk membantu tentang doujin-mu?”  Aku tahu dia sudah mendapat bantuan dari Kokoro, tapi sebaiknya aku mencobanya.

 "...Hah?!  Ada apa tiba-tiba?! ”

 "Hanya tinggal beberapa hari sampai Comiket, ‘kan?"

 "T-Tidak ada yang khusus ... dan aku tidak ingin kau melihat gambarku!"

 “Hmm... Baiklah.  Beri tahu aku jika ada sesuatu yang perlu kubantu. ”

 “Kenapa kau bertingkah seperti ini?!  Itu menyeramkan!"

 "Hai!  Apakah ini caramu berterima kasih padaku karena mencoba bersikap baik padamu?! ”

 Sekarang dia langsung berubah dari terkejut menjadi ketakutan, aku mulai menyesal mencoba menebusnya.

 Kokoro, sementara itu, melihat kami secara bergantian dalam diam dengan senyum tipis di wajahnya.

+×+×+×+

Malam sebelum Comiket, Kisaki dan Kokoro sibuk bersiap-siap di kamar Kisaki.  Adikku harus mengurus doujin-nya, dan teman serumahku harus mengurus cosplay-nya;  keduanya jauh lebih sulit daripada yang harus kulakukan.  Karena aku hanya akan membantu stan, persiapanku adalah memasukkan beberapa botol air ke dalam lemari es sehingga kami memiliki sesuatu yang dingin untuk diminum besok.

 Jika kami berencana untuk mengantre dengan semua pengunjung lain, kami juga membutuhkan kipas tangan, kompres dingin, dan tindakan lain untuk menghindari kematian karena sengatan panas, tapi berkat tiket sirkel, kami tidak perlu khawatir tentang apa pun  dari itu.

 “Ichigaya!  Bisakah kau datang ke sini sebentar? ”  Kokoro berteriak dari lantai atas saat aku menghabiskan waktu di ruang tamu.

 Untuk apa dia membutuhkanku sekarang?

 Aku mengumumkan kalau aku sudah sampai di luar kamar adikku, daripada begitu saja membuka pintu, dan mendengar Kokoro bertanya pada Kisaki apakah boleh membiarkanku masuk.  Barang-barang kebutuhan cosplay tersebar di seluruh lantai.

 "Bagaimana menurutmu tentang gaun ini?"  Kokoro bertanya padaku.

 Yang mengejutkanku, dia menuruti saranku dan membeli gaun putih, gaun yang menunjukkan bahu dengan sedikit renda—sederhana tapi manis.  Itu adalah jenis pakaian yang akan dibayangkan oleh otaku mana pun ketika memikirkan pakaian musim panas yang imut untuk para gadis.

Meski aku benci mengakuinya, Kokoro terlihat memukau setiap kali dia mengenakan pakaian yang disukai otaku.  Banyak orang akan siap untuk mengabaikan kepribadiannya yang kasar dan hobi fujoshi-nya karena betapa menariknya dia.

 Yah, dia kadang kasar, tapi dia gadis yang baik, jujur, dan dia bahkan menyukai anime dan game yang ditujukan untuk pria.  Jika dia mulai selalu memakai hal semacam ini daripada semua barang gyaru mencolok yang biasanya dia pakai, setiap otaku yang dia temui akan memperlakukannya seperti seorang putri... Tunggu, kenapa aku memikirkan semua hal baik untuk dikatakan tentang dia?

 “Um… Ada apa dengan keheningan itu?  Kau mencoba untuk tidak tertawa atau apa?!  Ugh, aku tahu itu!  Ini terlalu imut untukku, ‘kan?  Aku terlihat seperti seorang pengincar otaku sepenuhnya ... Hah, maksudku, aku tidak pernah memakai sesuatu seperti ini di depan teman-temanku, ”kata Kokoro.

 “Kupikir kakakku kehilangan kata-kata karena betapa imutnya kau,” komentar Kisaki.

 “B-Bukan...!  Aku...!  Aku hanya berpikir bahwa itu, kau tahu ... tepat!  Sangat tepat!  Setiap pria otaku akan menyukainya!  Kau pastinya harus pergi dengan mengenakan itu! ”  Aku menjawab dengan tersedak, memotong kata-kataku sambil mencoba menolak teori (benar) Kisaki.

 "Serius?  Kupikir ini terlalu cerah.  Dalam hal ini, aku senang aku membelinya!  Lalu aku bertanya-tanya bagaimana aku harus menata rambutku... Karena akan panas dan sebagainya, aku harus mengikatnya, tapi—”

 "B-Bagaimana dengan kuncir kuda?!"  aku menyela.

 "Hah?"

 “Yah, um, banyak pria otaku yang suka kunci kuda, jadi…” jelasku.

 “Ah, aku tidak tahu itu!  Hah.  Itu sempurna kalau begitu!  Aku hanya berharap rambutku tidak akan terlalu berantakan di bawah wig pada saat acara selesai, ”jawabnya.

 Kisaki menatapnya, terkejut.  "Kau tidak... akan kencan dengan cosplayer Toppo itu setelah Comiket?!"

 “Oh, tidak, aku belum mengajaknya kencan atau apa.  T-Tapi mungkin dengan sedikit keberuntungan…”

 “Ah, begitu…” jawab Kisaki, tersenyum aneh melihat sikap temannya yang terlalu bersemangat.  Memikirkan gaya rambutnya sebelum memberi tahu gebetannya bahwa dia ingin kencan dengannya memang tampak agak aneh.  Aku tidak bisa membayangkan Kokoro melakukan sesuatu yang begitu berani seperti secara aktif mengajak orang itu berkencan, yang berarti bahwa semua upaya ini bisa berakhir dengan sia-sia.

 “Aku akan memakai sepasang sandal berhak yang imut untuk dipadukan dengan gaun ini…” kata Kokoro pada dirinya sendiri.

 “Sandal berhak?!  Apakah kau sudah gila?! ”  tanyaku, kaget.  “Mengenakan apa pun selain sepatu kets ke Comiket adalah bunuh diri!  Setidaknya, jika kau harus pergi dengan mengenakan sandal, pergilah dengan yang tidak memiliki hak!”

 “Tapi tidak ada sandal datarku yang cocok dengan gaun ini...”

 “Dengar, ini akan menjadi sedikit lebih baik dari biasanya karena kita tidak perlu mengantre, tapi meskipun begitu, kita sedang membicarakan Comiket.  Tempat kita akan berada disebut Big Sight Exibition Center karena suatu alasan.  Lupakan haknya, dan coba pilih sepatu yang nyaman untuk cosplaymu juga,” kataku padanya.

 “Maksudku, setidaknya sepatu yang cocok dengan cosplayku tidak memiliki hak, jadi itu tidak masalah.  Tapi, karena kau mengatakannya seperti itu, aku akan memilih beberapa sandal datar untuk gaun ini juga, ” jawabnya, dengan mudah yakin.

 Ini akan jadi pertama kalinya Kokoro pergi ke Comiket, jadi dia mungkin belum tahu, tapi jika dia memprioritaskan mode daripada fungsi, dia akan mengalami sakit kaki yang parah.

 “Kupikir itu saja untuk persiapannya!  Aku sudah sangat bersemangat!  Aku yakin aku tidak akan bisa tidur malam ini!”  Kokoro memekik.

 Kisaki, di sisi lain, tetap diam.  Dia mungkin gugup saat pertama kali menjual doujin-nya di acara sebesar itu.

 Aku juga perlu mempersiapkan diri secara mental, karena ada cukup banyak barang yang harus kubeli selama di sana, meskipun aku juga harus membantu stan.  Namun pikiranku masih mengembara kembali ke seseorang yang akan kutemui untuk pertama kalinya setelah beberapa minggu—Elena.

 Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah di Wonder Festival, ketika dia mungkin, mungkin, menembakku, dan aku tidak berbicara dengannya sama sekali sejak saat itu.  Tidak ada hal lain di pikiranku akhir-akhir ini.  Dia memintaku untuk melupakannya, jadi mungkin dia akan berpura-pura seolah itu tidak pernah terjadi saat kami bertemu.

 Tapi bagaimana jika dia menembak lagi?!  Kukira yang dulu itu bukan pengakuan semata, tapi dia sangat menyiratkan bahwa dia menyukaiku ...

 Aku gugup untuk bertemu Elena... tapi aku juga menantikannya.


Translator: Janaka

1 Comments

Previous Post Next Post


Support Us