Bab 3
Aku juga tahu itu.
Ayai tidak punya niat buruk. Itu semua disebabkan oleh
kecemburuan kecil dan sifatku yang keras kepala.
Tapi tetap saja—aku tidak tahan.
Aku tidak bisa membiarkan diriku berpikir bahwa kau melihatku
seperti itu.
—Kau tahu, Irido-kun.
—Ada seorang gadis di kelas yang sedang membaca
buku. Dan ketika aku berbicara dengannya... Irido-kun—
Oh ayolah.
Apakah kau marah karena aku melakukan sedikit percakapan basa-basi
dengan gadis lain?
Mengapa kau mengatakan sesuatu seperti itu?
Apakah kau merasa kasihan padaku? Karena kau punya
teman?
Apakah kau mengatakan—bahwa aku menyedihkan?
—Jangan lakukan itu, kumohon.
—Aku tidak tertarik untuk memiliki teman.
Aku tahu, aku tahu.
Ada cara yang lebih baik untuk mengatakannya.
Tidak peduli seberapa besar aku merasa dikhianati, tidak
peduli seberapa besar aku berharap kau tidak memperlakukanku seperti itu, aku
seharusnya tidak melakukan itu.
Ayai memikirkanku dengan caranya sendiri.
Dia merasa ada yang salah karena teman-temannya terlibat,
dan berasumsi bahwa segalanya akan membaik jika aku masuk dalam sirkel
pertemanan itu.
Aku tahu, aku tahu.
Dan aku juga tahu sesuatu yang lain.
Aku seharusnya tidak emosi saat itu, dan malah berbohong.
Aku seharusnya men-filter kata-kataku.
Di kepalaku—aku tahu itulah jalan yang harusnya kutempuh.
◆Mizuto Irido◆
Aku memasuki ruang pertemuan untuk pertama kalinya, di sini
anggota komite untuk festival budaya, yang dipilih dari setiap kelas, duduk
berjajar, disusun berdasarkan kelasnya.
Ruangan itu ramai dengan obrolan, dan aku bisa melihat
orang-orang yang tampak akrab dikumpulkan berdasarkan kelas dan tahun sekolah
yang sama. Suasananya tidak jauh berbeda dengan suasana kelas saat jam
istirahat.
Aku dan Yume berjalan masuk ke ruang pertemuan, berbaur
dengan suasana santai, memeriksa tempat kami di papan tulis, dan duduk di kursi
kelas 1-7.
“(…Rasanya sangat santai.)”
“(Yah, meskipun disebut komite, itu sebenarnya hanya
mengumpulkan sekelompok pecundang dari hasil batu-gunting-kertas.)”
“(Kau tidak boleh mengatakan itu.)”
Tidak ada siapa pun yang secara sukarela menjadi bagian dari
komite. Tidak heran jika moralnya rendah, terutama ketika para guru tidak
terlihat. Jika kita tidak hati-hati, suasana stagnan ini mungkin berlanjut
bahkan setelah rapat dimulai—
—Atau begitulah menurutku, sampai dia muncul.
Pintu terbuka.
Dan kemudian, yang memimpin sebuah kelompok ke dalam ruang
pertemuan adalah seorang gadis kecil.
Saat itu, percakapan di antara siswa tahun kedua dan ketiga
langsung menjadi tenang, dan begitu juga area di mana tahun pertama berada.
Suasana di ruang pertemuan dengan cepat menjadi tegang, satu
anak laki-laki dan satu guru mengikutinya ke dalam ruangan. Mereka
bertiga, termasuk gadis itu, duduk di meja panjang di depan papan tulis.
Duduk di tengah adalah gadis yang memimpin itu.
Aku menyebutnya seorang gadis karena penampilannya yang
polos. Dia lebih pendek dari Yume, dan sedikit lebih tinggi dari Minami-san. Dia
mengenakan kardigan sekolah sebagai ganti blazer, dan gaya rambutnya yang
asimetris dengan panjang yang berbeda di setiap sisi meninggalkan kesan
tertentu.
Tapi yang paling penting.
Apa yang menentukan kesannya adalah kehadirannya yang luar
biasa, tidak sesuai dengan perawakannya yang kecil. Jika seorang jenius
hebat seperti Osamu Dazai atau Alexandre Dumas ada di depanku, aku mungkin akan
merasakan hal ini juga.
Klik.
Jam di papan tulis menunjukkan waktu untuk dimulainya rapat
komite. Seketika, dia mengumumkan.
“Sudah waktunya. Silahkan duduk."
Suara gadis itu seperti bel yang berdenting, yang bergema
dengan bangga dan penuh semangat, para siswa yang masih berdiri di sekitar
dengan cepat duduk seperti tentara yang terlatih dengan baik.
Anak-anak yang baik, kata-kata itu tersirat dari senyumnya.
Kemudian, dia membuka bibirnya yang tipis.
“Pertama, izinkan aku memperkenalkan diri. Aku Suzuri
Kurenai dari Kelas 2-7, wakil ketua OSIS. Ini adalah bendahara OSIS, Jouji
Haba. Dan ini adalah penasihat OSIS, Arakusa-sensei.”
Anak laki-laki yang duduk di sebelah kiri Suzuki Kurenai,
membungkuk kecil, dan Arakusa-sensei, yang duduk di sebelah kanan, berkata
dengan suara berat, “Senang bertemu dengan kalian.”
Orang yang diperkenalkan sebagai bendahara—Jouji Haba,
kan? Untuk seorang siswa, kehadirannya cukup samar, dan aku lupa namanya
dalam waktu singkat. Satu-satunya hal yang menarik perhatianku adalah
rambutnya yang berantakan dan kacamatanya yang kusam. Dia adalah kebalikan
dari wakil ketua.
“Biarkan aku mulai dengan menjelaskan sesuatu. Setiap
tahun, festival budaya adalah acara terakhir dari masa jabatan OSIS SMA Rakurou
kita. Karena alasan itu, ketua OSIS saat ini bekerja di belakang layar
sebagai serah terima, dan merupakan kebiasaan bagi seseorang yang dicalonkan
dari antara anggota dewan untuk bertanggung jawab atas komite
eksekutif. Singkat cerita, aku (boku) akan menjadi ketua OSIS dalam
sebulan. Tidak ada salahnya mengingat itu, kan?”
Tidak ada yang menanggapi komentar ringan dari ketua OSIS
berikutnya.
Sebaliknya, seluruh kelompok—terutama siswa baru, sibuk
membicarakan hal lain,
“…Boku…” “Boku?” “Dia bilang Boku…”
Dia menyebut dirinya sebagai boku, sebagai kata ganti orang
pertama.
Ini pertama kalinya aku bertemu gadis seperti ini, kecuali
Yume setiap kali dia terbawa suasana.
Wajah Suzuki Kurenai perlahan berbalik ke arah siswa tahun
pertama. Hanya itu yang diperlukan untuk menenangkan bisik-bisik mereka,
tetapi wakil katua tersenyum dan berkata,
“Jangan malu hanya karena aku perempuan. Itu hanya
perbedaan kromosom, itu saja. Anak laki-laki, perempuan, dan semua orang,
silakan berbicara denganku.”
Dia mengatakan itu dengan bermartabat. Dia tidak
memiliki kompleks tentang hal itu, dia juga tidak terlalu sadar diri. Dia
baru saja menyatakan bahwa dia tidak takut pada siapa pun — hanya dari cara dia
berdiri dan berbicara.
Jelas dia bukan orang biasa… begitulah pikirku, dan Yume diam-diam
berbisik padaku.
“(Kurenai-senpai disebut sebagai murid terbaik selama dua
tahun terakhir. Tidak hanya itu, dia mungkin murid terbaik sepanjang masa.)”
“(Sepanjang masa… tunggu, aku yakin ada banyak politisi dan
sarjana terkenal di antara lulusan sekolah kita, kan?)”
“(Saat ini, dia sudah memperoleh nilai A dari Universitas
Tokyo dan Universitas Kyoto.)”
Apa? Itu terdengar seperti lelucon yang buruk.
...Dia benar-benar jenius, ya?
Jika aku bisa meminta bantuannya saat itu, aku tidak perlu
menunjukkan novelku yang mengerikan pada Isana.
"Baik. Kami telah memperkenalkan diri, sekarang mari
beralih ke agenda hari ini. Sebelumnya, aku telah meminta kalian untuk
mengirimkan proposal kegiatan kalian untuk festival— ”
Begitu Wakil Ketua mulai berbicara, aura lesu sebelumnya
menghilang tanpa jejak.
Aku merasa itu sangat jauh dari sikapnya yang
bermartabat…dan Yume di sebelahku sepertinya memiliki ekspresi kekaguman di
matanya.
+×+×+×+
“Aku tahu ide ini akan bentrok dengan kelas lain…”
Kami kembali ke kelas, dan membicarakan hasil rapat bersama
Minami-san.
Minami-san berjanji bahwa dia akan membantu jika rencana
kami untuk festival bentrok dengan kelas lain...ya, sepertinya dia akan
benar-benar terlibat.
Wakil Presiden, Suzuki Kurenai, ketua panitia festival
budaya dan anggota tim manajemen, mengumumkan bahwa rencana sejenis ini akan dibatasi
menjadi hanya dua kelas yang dipilih berdasarkan hasil presentasi.
Aku tidak terlalu terkejut karena aku sudah menduganya. Namun,
batas waktu untuk presentasi sedikit lebih cepat dari yang kuduga, jadi kami
harus bergegas.
“Untuk presentasi, aku hanya perlu membaca naskahnya, kan?”
"Kita akan memutuskan apa yang akan dipresentasikan ...
Aku kira?"
"Itu merepotkan, tapi akan lebih cepat jika begitu."
Alangkah baiknya jika orang tertentu yang sangat populer di
kelas bisa sedikit lebih bisa diandalkan.
“Menurutmu apa yang harus kukatakan pada mereka, mungkin
seperti Yume-chan benar-benar imut dan menggemaskan? Atau mungkin~?”
“Akatsuki-san… itu sedikit….”
“Akan aku jelaskan, kami tidak akan berada di kelas karena kami
akan bekerja selama festival budaya. Jika begitu, itu akan menjadi presentasi
palsu.”
“Lalu apa yang akan kita lakukan?”
“Yah, jika kita memikirkannya secara normal, hal pertama
yang perlu kita diskusikan adalah dampak dari rencana kita… Dari sudut pandang
manajemen, mereka tidak ingin kita mencoba sesuatu yang sembrono dan membuat
semua orang mendapat masalah.”
“Itu benar, kurasa…bagaimana kalau kita membuat menunya
sederhana saja?”
“Itu juga perlu, tapi itu juga bisa dilihat sebagai jalan
pintas. Itu sebabnya aku pikir kita harus menyiapkan tindakan pencegahan
secara menyeluruh jika terjadi masalah. ”
Minami-san memiringkan kepalanya,
"Masalah seperti apa?"
“Yah, ada banyak hal yang bisa terjadi, dan karena kita
tidak memiliki pengalaman bekerja di restoran, ada batasan untuk apa yang bisa
kita tangani, tapi … hal yang paling mungkin terjadi adalah kedatangan
orang-orang yang suka merayu ke kafe kita.”
“Woah, itu kedengarannya mungkin. Ini adalah acara
khusus undangan, tetapi orang luar juga bisa datang ke sini… baiklah, aku akan
memasang tanda di seluruh kelas yang bertuliskan, 'siapa pun yang mencoba
merayu staf kami akan dibunuh'.”
“Itu akan merusak suasana restoran. Juga, mereka akan
membuat alasan seperti ‘aku tidak merayu, aku hanya mengajaknya berbicara'.”
“Jika mereka cukup bodoh untuk menggunakan alasan itu, kita
harus mengelilingi mereka dengan semua gadis dan mengintimidasi mereka!”
“Dan kau akan menjelaskan itu kepada seluruh pengurus OSIS
dan PTA?”
"Woah! Itu terlalu merepotkan!”
Bagaimana cara kami menangani orang-orang yang mungkin akan
merayu staf kami. Jawaban dari pertanyaan ini akan meningkat nilai kami di mata
manajemen.
Kami bertiga mulai merenung. Tapi sulit untuk
mengetahui jawabannya tanpa mengalaminya secara langsung…
"Mengapa kalian tidak mencoba melakukan simulasi jika
itu terjadi?"
Tiba-tiba, Kogure Kawanami, menyela kami.
Apa dia menguping pembicaraan kami? Yah, tidak perlu
terkejut saat ini.
Melihat wajahnya yang sembrono, aku berkata,
"Apa, simulasi?"
“Bagaimana reaksimu jika kau benar-benar dirayu? Jika kau
mencoba mengalaminya, kau mungkin menemukan ide yang lebih baik. ”
"Apa? Berakting seperti seseorang yang—”
"Ide bagus! Aku suka itu!"
Minami-san mengambil umpan, kail, tali, dan pemberat.
[TL Note: gak sekalian galah pancingnya wkwkwk]
Ada apa ini? Dia biasanya mengeluhkan semua yang
dikatakan Kawanami, tapi—
“Yume-chan, kau tidak pernah dirayu, kan? Jika kau
berlatih dengan keluarga, kau tidak perlu khawatir jika kejadian seperti itu
benar-benar terjadi!”
"Apa? Apa? Dengan keluarga…."
"Oh itu benar. Kau harus berlatih dengan keluargamu
terlebih dahulu. Akan lebih mudah bagimu jika begitu, kan Irido?”
Kawanami memanas-manasi, dan Yume melirikku.
Sesuatu yang aneh sedang terjadi di sini.
Aku tidak bisa mengendalikan ke mana percakapan ini mengarah,
dan Minami-san mendorongku ke depan.
“Ini, Irido-kun! Lakukan saja! Cobalah!"
“Coba, katamu—”
Bahkan jika ini hanya akting, aku tidak tahu bagaimana cara merayu
gadis.
Aku bingung, dan Yume dalam posisi menunggu, menghadapku,
tangannya mengepal di pangkuannya...Ya, dia terlalu mudah terpengaruh! Aku
tidak bisa begitu saja menghentikan ini.
Sial ... merayunya? Bagaimana cara berbicara dengan
seseorang? Kesan yang aku dapatkan dari kebanyakan manga dan novel ringan,
sebagian besar itu tindakan yang genit dan kasar, tetapi orang yang aku lihat
di jalanan biasanya sopan, kadang bahkan menggunakan bahasa formal …
“…Bisakah kita mulai?”
"T-tolong lakukan?"
Aku sangat gugup, dan mulai merayu seperti yang aku
bayangkan di kepalaku.
"Dari mana kamu berasal?"
“Eh, ahhh….”
“Apa hobimu?”
“E-erm…”
"Pakaian yang kamu kenakan hari ini—"
“Apa ini kencan buta!?”
Minami-san menyela dengan berteriak.
Apa-apaan itu. Aku sudah berakting seperti yang mereka
inginkan.
“Ada apa dengan jarak aneh ini ketika mencoba merayu seseorang!? 'Dari
mana kamu berasal'!? Apa ini, wawancara kerja?”
"Bukankah orang-orang biasanya mengatakan hal-hal
seperti 'di mana kamu tinggal' saat merayu orang?"
“Jangan terlalu sopan! Dan Yume-chan, kau seharusnya
tidak begitu ketakutan!”
“T-Tapi…! Jika kau begitu yakin, Akatsuki-san, kau
harus mencobanya!”
“Eh? Aku?"
"Benar sekali. Jika kau mengeluh tentang ini, kau juga
harus merasakannya sendiri. Benar, Kawanami?”
“Aku memainkan peran prianya…?”
Tentu saja, kan? Apakah kau tidak tahu aturan bahwa
siapa pun yang menyarankan harus melakukannya lebih dahulu?
“Astaga… sepertinya aku tidak punya pilihan. Baiklah, aku
akan menunjukkan contoh yang bagus. Perhatikan! Ayo, Kawanami!”
"Ya, ya, …."
Kawanami menjawab dengan nada kesal, tapi kemudian
ekspresinya berubah.
“Hei kamu~! Kamu sangat imut! Bisakah kamu memberi
tahuku informasi kontakmu jika kamu tidak keberatan? ”
“Hmm~, apa yang harus aku lakukan~? Apa kamu akan
mengabaikan pesanku?”
“Tidak, aku tidak akan melakukan itu. Aku adalah orang
yang cepat membalas.”
"Hah? Balasan cepat dalam berapa detik?”
“Dua detik?”
“Dua detik? Dua detik, ya? Kamu mengatakan dua
detik, kan? Aku percaya. Kamu harus membalas dalam dua detik,
oke? Aku tidak peduli jika kamu makan, di kamar mandi, atau mandi. Kamu
tahu, kamu lebih baik membalas dalam dua detik, oke? ”
“Eh, tidak.”
“Aku akan terus mengirim pesan sampai kamu membalas,
oke? Aku akan terus melakukannya sampai kamu membalas, selamanya dan
selamanya dan selamanya dan selamanya, oke? Apakah kamu mengerti? Kamu
tidak akan berbohong kepadaku, kan? Kamu tidak akan mengkhianatiku, kan? ”
“—Ugh.”
Wajah dengan senyum sembrono Kawanami berangsur-angsur
berubah menjadi biru, dan dia akhirnya menangkupkan tangan di mulutnya.
“Hei, kau baik-baik saja?”
"Aku harus ke toilet…"
Dan kemudian pria yang berakting sebagai orang yang merayu,
Kogure Kawanami, meninggalkan ruangan.
Minami-san memperhatikannya pergi, dan bibirnya cemberut,
"Jangan merayu gadis yang tidak ingin denganmu,
idiot!"
“…Aku akan mencoba untuk tidak mengabaikan pesanmu…”
"Sebenarnya, aku pikir itu mungkin berhasil ..."
Kafe ini mungkin akan berakhir dengan konsep yang berbeda.
[TL Note: konsep kafe karakter yandere wkwkwk.]
+×+×+×+
"Jika kamu dirayu, bagaimana caramu mengatasinya?"
Sepulang sekolah. Isana (aku masih belum terbiasa
memanggilnya dengan nama ini) bersama denganku di tempat biasa, di
perpustakaan, dan aku menanyakan pertanyaan itu padanya.
Isana mengalihkan pandangannya dari bukunya dan melebarkan
matanya,
"Apa? dirayu? Bisakah kau memakannya?”
"Aku lega bahwa kita hidup di dunia yang damai."
“Selain bercanda—yah, kurasa aku akan
lari. Mungkin."
Aku rasa begitu. Aku bisa membayangkan dia tetap diam
sejenak dan kemudian melarikan diri dalam sekejap.
“Dalam arti tertentu, itu mungkin respons yang paling tepat. Tapi
kau tidak bisa kabur begitu saja saat sedang melayani pelanggan—bukan…?”
Ketika seorang gadis bertemu dengan pelanggan yang
merepotkan, bukan ide yang buruk untuk bertukar tempat dengan anak
laki-laki. Tapi bagaimanapun juga, gadis itu masih harus pergi ke sana dan
melayani...yang terbaik adalah menghindari itu sama sekali.
“Dalam novel dan manga, karakter utama melakukan
penyelamatan secara heroik. Sayangnya, tidak ada karakter utama seperti
itu dalam hidupku.”
“Tapi aku tidak terlalu suka itu. Itu seperti dunia
dibuat basi hanya untuk membuat protagonis menonjol.”
“Bukankah itu kejadian termudah untuk membuat orang merasa
seperti pangeran dan putri? Kau adalah tipe orang yang memperhatikan
bagaimana plotnya dengan sangat baik, Mizuto-kun.”
“Aku tidak keberatan jika itu untuk membuat ceritanya lebih
menarik, tetapi aku telah melihat terlalu banyak kejadian rayuan dalam terlalu
banyak cerita hingga aku jadi tidak terlalu tertarik lagi.”
“Itu kasar. Aku tidak peduli berapa kali kejadian
romcom yang bagus diulang, rayuan macam apa yang tidak klise dari sudut pandangmu,
Mizuto-kun? ”
“…Tunggu, apa itu? Kita harus benar-benar mencobanya?”
“Ueheh, rasanya kita punya rutinitas manzai.”
[TL Note: Manzai adalah seni melawak yang berasal dari
daerah Kansai, Jepang. Pertunjukan Manzai biasanya dilakukan oleh dua orang
yang bercakap-cakap di depan penonton menceritakan cerita yang lucu, janggal,
atau tidak masuk akal dengan irama berbicara seperti bersahut-sahutan.]
Aku tidak pernah berpikir aku harus melakukan simulasi
semacam ini dua kali dalam satu hari.
Terakhir kali aku mencoba dengan sopan, aku ditanya apakah aku
sedang kencan buta. Tidak masalah jika pihak lain berbicara dengan lembut,
tetapi kali ini, aku harus menjadi seseorang yang agresif yang tidak akan
peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain dan menjadi sangat agresif. Jika
itu masalahnya, aku akan…
"Katakan."
"Ah iya. Apakah sudah dimulai?”
“Kamu tampak bebas sendirian. Kemari."
“Eh~ benarkah. ……”
“Aku tidak tahu. Jangan bertanya balik padaku.”
“Ehh…kau bukan tipe ore-sama…?”
"Kamu bilang kamu tidak akan menerima ajakanku?"
“E-erm…i-itu sedikit, yah, merepotkan…”
“Apa yang merepotkan? Katakan padaku."
"…Ah! Ini berbeda! Kau tidak menjadi
ore-sama, tapi bos yang haus kekuasaan!”
Isana gelisah karena suatu alasan, dan aku dengan cepat
tersadar.
Aku melakukan yang terbaik untuk kembali dari mode ore-sama-ku,
“Ini benar-benar sulit …”
“Tidak, tidak, kau punya bakat, Mizuto-kun! Itu tadi
seperti di preview film romantis."
"Apa yang akan kau lakukan jika kau bertemu seorang
pengganggu?"
Aku menghela nafas saat aku mendorong Isana menjauh dariku.
"Pelanggan yang benar-benar jahat tidak akan bertindak
seperti itu ..."
"Fakta bahwa kau tidak bisa jahat, bahwa kau adalah
orang yang baik hati, itu hal yang baik untukku."
"Terima kasih."
“Aku yakin seorang douche asli akan mengatakan hal-hal yang
lebih melecehkan secara seksual seperti, 'Bukankah payudaramu super
besar? Bisakah aku memerasnya?' atau semacam itu."
[TL Note: douche, semacam bajingan lah]
“Itulah yang kau ingin aku katakan.”
“A-aku harap kau bisa mengatakan itu saat kita sudah pulang…”
"Jangan memulai percakapan di otakmu sendiri."
Pelecehan seksual. Nah, itu pasti salah satu masalah
yang mungkin terjadi.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau berpikir untuk merayu
perempuan, apakah kau akan berkencan dengan Yume-san?”
"Tidak. Ini hanya untuk memikirkan tindakan
balasan dari kemungkinan kejadian seperti itu terjadi di kafe kami. Yang
terbaik adalah itu tidak terjadi sama sekali.”
“Fueeh~. Kau sedang memikirkan sesuatu yang sulit,
bukan? ”
“Isana, aku pikir kau telah menjalani hidupmu dengan
menghindari banyak hal seperti itu di dunia…”
“Apa yang kau pikirkan? Apa yang kau ketahui tentang
itu? Yah, itu benar!”
“Apa hal pertama yang kau lakukan ketika kau ingin
menghindari masalah yang bisa terjadi kapan saja?”
“Itu jelas.”
“Hm?”
“Aku akan mencarinya di wiki strategi.”
“………Kita tidak sedang membicarakan game, tahu?”
“Aku hanya menemukan masalah seperti itu dalam game! Aku
tidak pernah mengalami masalah seperti itu! Tolong jangan meremehkan
kurangnya pengalaman hidupku! ”
Kukira aku mengajukan pertanyaan yang salah. Ketika kita
berbicara tentang wiki strategi, kita akan memikirkan situs tempat pemain
berbagi strategi game mereka, bukan? Pada kenyataannya, tidak ada yang
namanya…
"-……Tidak……?"
Bukan tidak mungkin, kan…? Dalam festival budaya, selama
ini…
“......Isana, kau adalah karakter favoritku.”
“Aku tidak merasa seperti sedang dipuji!”
"Sebagai gantinya, aku akan melakukan apa yang kau
minta tadi."
“Eh?”
"Giliranku!"
“Hyawa!? Auauauauauauauau! “
Aku punya ide. Sekarang kami hanya perlu memperkuat
pertahanan kami.
+×+×+×+
“Yo, Irido, aku mendapatkan apa yang kau inginkan. Aku
telah mengambil gambarnya dan mengirimkannya kepadamu via LINE.”
"Terima kasih. Biarkan aku melihat secara langsung
besok, untuk berjaga-jaga. ”
"Tentu. Kau akan menggunakannya untuk apa?”
Aku menelepon Kawanami dan memeriksa gambar yang dikirimkan
kepadaku.
Itu adalah foto undangan dan daftar pengunjung festival
budaya tahun lalu.
Yang pertama ada beberapa orang luar yang menghadiri
festival budaya tahun lalu, itu seharusnya dikelola oleh sekolah… aku bertanya-tanya,
bagaimana dia bisa mendapatkannya?
“Pengunjung umum harus menunjukkan undangan mereka di resepsionis
di pintu masuk dan menulis nama mereka di daftar tamu. Apakah ini benar,
Kawanami? ”
"Ya. Terus terang saja, tidak mungkin untuk
memeriksa setiap nama dalam daftar. Aku mendapatkan ini karena salah satu
kakak kelas kebetulan memiliki cadangannya. ”
“Tidak, tidak apa-apa.”
Yang penting bukanlah nama di kertas itu, tapi catatan di
atas kertas itu.
Dinyatakan bahwa setiap masalah yang disebabkan di sekolah
adalah tanggung jawab siswa, dan sekolah akan mengambil foto di tempat untuk
tujuan publikasi sekolah dan urusan manajemen tertentu. Siapa pun yang
menulis nama mereka di kertas ini akan menyetujui persyaratan itu.
Pernyataan yang sama dapat ditemukan pada surat
undangan. Tidak mungkin pernyataan ini tiba-tiba berubah tahun ini.
“Terlihat tidak masalah bagiku …”
“Apa yang akan kau lakukan, Irido?
"Tidak ada."
Aku mengambil buku yang sedang kubaca.
"Hanya satu tugas lagi yang mengganggu untuk
diselesaikan."
+×+×+×+
Saat itu tengah malam ketika aku menyelesaikan buku itu.
Sudah hampir waktunya untuk menyikat gigi dan pergi tidur,
jadi aku meninggalkan kamar. Ayah, Yuni-san, dan Yume biasanya sudah
tidur. Kupikir aku akan menuruni tangga dengan tenang agar tidak
menimbulkan kebisingan, tapi—
Aku bisa melihat cahaya bocor keluar.
Kamar Yume di sebelah sedikit terbuka…dan ada cahaya dari
kamar yang menyinari lorong.
Aku pada dasarnya tertarik ketika aku mengintip ke celah
pintu.
Aku melihat Yume menatap ke arah mejanya.
Dia memiliki wajah serius, dan sedang membaca buku yang
bukan buku pelajaran atau novel, tetapi buku catatan yang mungkin ada sesuatu
yang tertulis di sana.
Aku langsung tahu bahwa itu adalah bahan yang dia kumpulkan
…
Aku bertanggung jawab atas pemecahan masalah, sementara Yume
bertugas menyelesaikan rencana kami. Kami berpikir untuk menambahkan
beberapa elemen era Taisho ke menu dan interior untuk membuat Taisho-Romantic
Cafe lebih menarik, jadi kami mulai meneliti kebiasaan di zaman itu.
Aku tahu bahwa dia menemukan beberapa buku dari perpustakaan
yang mungkin bisa membantu.
Tapi…Aku tidak menyangka dia akan begadang sampai larut
malam untuk mengerjakannya, meskipun itu dipaksakan padanya.
…Itu tampak seperti pemandangan yang indah pada pandangan
pertama, tapi tidak.
Ini benar-benar cara kuno untuk berusaha dan mendapatkan
hasil dengan membakar minyak di tengah malam. Aku tidak akan mengabaikan
fakta bahwa dia gagal berkali-kali karena dia memaksakan diri terlalu keras,
tes fisik misalnya. Dia akan mengulangi kesalahan yang sama.
Aku membuka pintu dan mengetuk.
"-Ah."
Yume memperhatikan, dan menatapku,
“…Kau belum tidur?”
"Kau juga."
Aku diam-diam kecewa dengan kurangnya kesadarannya,
“Bagus kalau kau sangat serius, tapi jangan mengurangi waktu
tidurmu. Apakah kau tidak ingat kapan terakhir kali kau pingsan?"
Aku pasti mengatakan itu dengan sangat meremehkan dan
menyindir, tapi Yume tersenyum tipis.
"Apa, kau mengkhawatirkanku?"
"Menurutmu siapa yang akan membereskan kekacauan yang
kau buat?"
"Jika itu berarti lebih banyak pekerjaan untukmu, aku
mungkin tetap pingsan."
Ancaman fisik macam apa itu?
Yume terkikik dengan cara yang lucu.
“Jangan khawatir. Aku akan tidur. Aku pikir aku
hampir selesai sekarang. ”
"Aku mengerti."
“Bagaimana denganmu? Bagaimana dengan pemecahan
masalah? ”
"Aku sudah selesai."
“Eh?”
Aku mengalihkan pandangan dari Yume, yang mengedipkan mata
karena terkejut.
“Semua materi sudah aku dapatkan. Yang tersisa bagiku
hanyalah menuliskannya. ”
“Aku iri padamu… sama seperti saat kau belajar untuk
ujian. Aku iri dengan betapa seriusnya dirimu.”
"Lagipula aku tidak punya waktu untuk mengurusi urusan
sekolah yang sepele."
“Bukankah itu biasanya sebaliknya?”
“Tidak, tidak. Tidak untukku."
Hidupku tidak berpusat pada sekolah, tetapi pada membaca
buku. Tidak sepertimu.
“Hmm…yah, baguslah kalau kau bekerja dengan cepat. Aku
ingin tahu reaksi seperti apa yang akan diberikan orang-orang manajemen
terhadap ide-ide anehmu? ”
“Aku tidak peduli.”
Aku benar-benar merasa begitu.
Aku tidak punya tujuan lain, jadi aku berbalik menuju
tangga…tapi sebelum aku pergi, aku ingat ada hal lain yang harus kukatakan.
"Kuberitahu."
“Hm? Apa?"
"Tentang pemecahan masalah, jika diterima dengan baik,
anggap saja itu idemu."
"…Hah?"
Yume terkejut lagi, dan dia berkedip.
Tapi kali ini, keterkejutan itu tampak sedikit berbeda.
Dia ragu-ragu—dan mundur sedikit.
Meskipun aku menyadari itu, aku meninggalkan kamar Yume.
“T-tunggu sebentar! Kenapa?"
Aku berjalan turun dari lantai dua, berbalik, dan meletakkan
jari telunjukku di bibirku. Orang tua kami sedang tidur di lantai pertama.
Yume buru-buru menutup mulutnya, dan kali ini berbicara
dengan suara pelan,
“(......Apa maksudmu? Kenapa kau membuat pencapaianmu jadi
milikku…?)”
“(Karena itu terlalu merepotkan.)”
Hanya itu yang aku katakan, dan aku berjalan menuruni
tangga.
Yume tidak bisa mengikutiku karena dia khawatir mengganggu
orang tua kami yang sedang tidur.
Dan begitulah caraku bisa dengan aman menyelinap ke lantai
pertama yang gelap gulita.
+×+×+×+
Ini hari presentasi. Setelah kelas, Yume dan aku berganti
ke kostum yang kami pinjam dari Madoka-san, dan pergi dari kelas kami ke ruang
audio-visual bersama Minami-san.
“Yah~ ini benar-benar akan sukses besar! Kita bisa
melakukan ini!”
“…Rasanya kau terlalu berlebihan…”
“Tapi kau benar-benar imut! Yakin! Aku akan marah
jika kau tidak mau melakukannya!”
"Kenapa kau marah…?"
“Yah, bukan hanya Yume-chan, tapi Irido-kun juga. Kalian
benar-benar hebat, meskipun aku merasa bertentangan dalam diriku untuk
memujinya dengan jujur! ”
"Terima kasih."
Aku benar-benar berharap dia tidak akan menyebabkan
keributan seperti itu; jelas banyak orang akan memperhatikan seseorang yang berjalan
mondar-mandir di sekolah dengan memakai hakama. Satu-satunya berkah
tersembunyi adalah bahwa saat itu sudah sepulang sekolah dan tinggal ada
sedikit orang di sekitar sini.
…Selain aku, penampilan Yume lumayan. Secara obyektif, aku
merasa bahwa rambut hitam panjangnya, wajah tenang, dan fisiknya yang cantik
dan halus sangat cocok dengan kostum bergaya Jepang…Yah, tidak semua gadis di
kelas terlihat sebagus itu, jadi mungkin itu sedikit hiperbola, tapi itu cukup
memberikan impact. Dan kemudian—
“(—Minami-san.)”
Aku dengan acuh berbisik pada
Minami-san. “Hm?” dia berbalik.
“(Aku ingin minta tolong tentang sesuatu.)”
“(Eh? Apa? Tumben sekali.)”
“(Jika ada yang bertanya siapa yang memberikan ide pemecahan
masalah, tolong beri tahu mereka bahwa itu Yume, bukan aku.)”
“(…Eh?)”
Reaksi yang sama seperti Yume. Minami-san memberiku
kerutan curiga, dan aku menjelaskan,
“(Hanya jika responnya bagus. Jika tidak, kau bisa
menyalahkanku.)”
“(Apa-apaan itu? Apakah kau mencoba menyembunyikan kemampuanmu
dan membuat orang lain terlihat hebat?)”
“(Aku hanya tidak ingin membunyikan klaksonku sendiri. Aku
sudah membicarakannya dengan Yume.)”
[TL Note: maksudnya tidak ingin menonjol.]
Yume melirik ke arahku, seolah dia mendengar apa yang
kukatakan.
Yah, aku memang memberitahunya, tapi hanya sebagai kata-kata
yang sekedar lewat. Yume tampak tidak senang tentang itu, tapi
bagaimanapun, aku hanya tidak ingin secara terbuka menunjukkan pencapaianku.
“(…Yah, itu tidak masalah bagiku. Aku hanya akan
melakukannya ketika mereka memintaku, oke?)”
“(Ya. Tolong.)”
Itu bagus untukku. Aku harusnya bisa menyaksikan
presentasi sebagai pengamat biasa.
Kami tiba di ruang audio visual.
Kami membuka pintu, dan ada suasana yang agak aneh di
ruangan yang remang-remang itu.
Kelas-kelas lain telah berkumpul dengan kostum yang akan
mereka gunakan pada hari H. Kelas yang ingin mengadakan rumah hantu
memakai make-up yang menyerupai zombie, dan kelas yang ingin mengadakan
permainan melarikan diri menggunakan topeng menakutkan yang sepertinya berasal
dari Munch's The Scream. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memiliki
penampilan yang berdampak—tetapi kurasa semua orang berpikiran sama.
Begitu pula dengan empat kelas lainnya yang ingin mengadakan
kafe cosplay. Dengan melihat penampilan mereka, kami bisa tahu rencana apa
yang mereka buat. Dari empat kelas, dua menggunakan kostum maid dan butler. Seperti
yang diharapkan, ada tabrakan tema kostum. Dua kelas lainnya berpakaian
seperti mereka berasal dari anime fantasi ... dan yang lainnya adalah,
apa? Drakula? Sepertinya itu adalah kafe yang hanya menyajikan jus
tomat.
Beberapa kelas mengadakan hal-hal yang tidak kuduga—tetapi
kami seharusnya baik-baik saja.
Segera setelah Yume muncul dengan kostum Taisho-Romantic
yang cantik itu, aku menyadari bahwa semua mata tertuju padanya.
Seperti yang kuduga, kostum ini benar-benar menarik
perhatian. Baik pria maupun wanita memandangnya, dan aku yakin kami telah membuat
pilihan yang tepat saat merencanakan ini.
“(…Sepertinya bukan hanya aku yang diperhatikan…)”
“(Irido-kun sangat tidak sadar akan dirinya sendiri,
bukan?)”
Dengan perhatian yang tertuju pada kami, aku pindah ke kursi
yang telah ditentukan untukku.
Aku melihat sekeliling, dan sepertinya para juri dari OSIS
dan PTA belum datang—
Sementara aku memikirkan itu, pintu masuk terbuka.
Yang memimpin adalah Suzuki Kurenai, Wakil Ketua OSIS.
Kehadirannya yang luar biasa tidak hanya membuat suasana
menjadi tegang.
Semua orang menjadi gugup.
Suzuki Kurenai, yang terlihat seperti gadis mungil, menarik
perhatian semua orang.
Dia sedang ber-cosplay.
Suzuki Kurenai tampil dengan kostum ala militer.
Gaun gothic lolita yang di atasnya dilapisi dengan jaket
militer—sepertinya dibuat khusus untuknya, dengan kombinasi karisma agung dan
pesona feminin.
"(Imut…)"
Yume bergumam pada dirinya sendiri, dia tidak mudah
untuk dihadapi, dan begitulah reaksiku.
Itu yang dia maksud dengan...?
—Teman-teman, ini adalah batas yang harus kalian penuhi.
Dengan juri lain duduk di barisan depan, hanya Wakil Ketua
Kurenai yang berdiri di podium di depan layar.
“Nah, semuanya.”
Dia mengetukkan tongkatnya di podium. Dia benar-benar
terlihat seperti tentara sungguhan.
“Festival budaya adalah salah satu acara pendidikan
terpenting di sekolah kita. Tujuannya untuk mengembangkan kemampuan kalian. Apa
saja kemampuan tersebut? Jawabannya sederhana, untuk menjadi apa yang kalian
inginkan—kemampuan untuk mewujudkan ide. Itu, aku percaya, itulah yang
kita sebut kemampuan manusia.”
Pidatonya yang bermartabat bergema di ruang audio-visual
yang tenang.
“Kalian tidak harus menjadi sempurna. Tunjukkan
idealisme kalian. Tunjukkan pada kami ide kalian, betapa indahnya impian kalian. Bagaimana
cara kalian mencapainya? Selama kalian menunjukkan kepada kami ide yang
ada dalam pikiran kalian, kami berjanji untuk memberi kalian dukungan penuh.”
Wakil Presiden menyatakan itu dengan senyum nakal yang tidak
diharapkan dari siswa SMA tahun kedua..
“—Nah, mari kita mulai.”
"Aku tidak tahu banyak tentang bidang ini, jadi aku
khawatir ini adalah pertanyaan amatir."
Setelah tim pertama selesai melakukan presentasi—sebuah
kelas yang ingin mengadakan maid café, Wakil Ketua langsung mengambil mikrofon.
“Kamu mengatakan 'maid café' dalam satu tarikan napas, tapi
maid café macam apa ini?”
"Hah?"
“Ada berbagai macam maid cafe, dari yang klasik hingga maid
cafe populer seperti di Akihabara. Dari deskripsi interior toko,
sepertinya kamu terinspirasi oleh Akihabara, tetapi pilihan kostummu
terinspirasi dari gaya Victoria dengan rok panjang dan sedikit dekorasi, dan
itu memberikan kesan yang sedikit tidak konsisten. Kupikir ini masalah…kalian
memilih rok panjang untuk menyenangkan PTA…bukan?”
Siswa yang melakukan presentasi tidak bisa melakukan apa-apa
selain menggeliat pada serangan api yang cepat.
[TL Note: serangan api, maksudnya kritik pedas.]
Woah, Minami-san mengerang. Itu adalah
peristiwa yang mengejutkan bagiku juga. Aku tidak menyangka dia akan begitu
memperhatikan.
“(Hei hei, Irido-kun…! Aku mulai takut! Kita akan baik-baik
saja, kan? Aku hanya perlu bicara berdasarkan naskah, kan!?)”
“(…tidak apa-apa. Itu hanya pertanyaan kecil.)”
Tapi Wakil Ketua ... benar-benar perfeksionis. Dia
mungkin sudah menduga rencana kita dan memberikan beberapa bola melengkung—
Presentasi dua kelas berikutnya tercabik-cabik oleh rentetan
pertanyaan Wakil Ketua, dan akhirnya giliran kami.
“—Konsep kami adalah menggunakan kafe dan memberikan
pengalaman budaya selama era Taisho, yang masih relevan hingga sekarang.”
Ini dimulai dengan baik pada awalnya.
Presentasi Minami-san tenang, tidak terlalu cepat, tidak
terlalu lambat, dan pengucapannya mudah dipahami, sesuai buku teks. Semua
juri mencatat dengan tatapan muram—kecuali Wakil Ketua yang memperhatikan
dengan seksama, dan bendahara yang memperhatikan tanpa ekspresi sama sekali
tidak.
Aku berdiri bersama dengan Yume sebagai model, dan merasa
itu akan berhasil.
Penelitian yang telah dilakukan Yume hingga larut malam
meningkatkan akurasi rencana ini beberapa tingkat, dan itu adalah senjata ampuh
untuk menunjukkan seberapa pantas kafe Taisho-Romantic untuk festival
budaya. Ketekunan wanita ini, yang biasanya berakhir sia-sia, tidak
seperti biasanya ternyata sukses.
Dibandingkan dengan presentasi kelas lainnya, ini adalah rencana
yang paling 'tepat'. Bahkan dari sudut pandang orang luar, tampaknya tidak
aneh kalau rencana kami akan diterima.
Jika tidak ada masalah, para juri mungkin akan menerima
rencana kami.
Benar—jika tidak ada masalah.
Dan itu adalah tugasku untuk menyelesaikannya kali ini.
“Selanjutnya—aku ingin berbicara tentang bagaimana cara kami
akan menyelesaikan masalah yang mungkin bisa terjadi selama kegiatan kita.”
Minami-san berkata, dan begitu slide di layar berubah,
ekspresi juri berubah.
Penyelesaian masalah.
Sampai saat ini, tidak ada presentasi yang menjelaskannya.
“Kita akan kedatangan pengunjung umum pada hari acara, dan
ada kemungkinan siswa kelas kami akan dirayu saat melayani pelanggan. Pada
dasarnya, staf dengan pengalaman melayani pelanggan saat bekerja paruh waktu
akan diminta untuk melayani pelanggan ini—tetapi masalahnya adalah kita tidak
akan dapat mengetahui siapa mereka. Jadi, ini adalah sistem yang kami
usulkan.”
Slidenya berubah.
Saat itu muncul, para juri dan siswa yang berkumpul untuk
memberikan presentasi mereka mulai berbisik-bisik.
“Selama festival budaya, kita akan dapat berbagi informasi
secara real time, melalui cloud, penampilan fisik pengunjung yang menyebabkan
masalah di sekolah kita, dan menggunakan informasi ini untuk melakukan respons
cepat di setiap kelas. Dengan cara ini, kita akan dapat mencegah kejadian
itu terjadi dan bisa menindaklanjutinya dengan cepat.”
Ini benar-benar wiki strategi.
Seperti apa rupa pengunjung yang merepotkan, lokasinya, dan
bagaimana perilaku mereka? Dengan teknologi IT modern dan smartphone yang
dimiliki setiap orang saat ini, kita dapat dengan mudah membangun database
sederhana dan gratis. Itu tidak hanya untuk individu atau kelas, tetapi
seluruh sekolah dapat bersatu untuk menangani para pembuat onar—ini adalah ide
untuk pemecahan masalah yang diilhami oleh Isana.
Tentu saja, itu adalah bukan benar-benar idenya.
Namun, keberhasilan atau kegagalan presentasi ini akan
ditentukan oleh seberapa baik kami bisa menjelaskannya.
“Itu saja untuk presentasi kami. Apakah anda sekalian
memiliki pertanyaan?”
Saat Minami-san mengatakan itu, orang itu langsung bergerak.
Wakil Ketua OSIS, Suzuki Kurenai.
Si jenius sekolah mengambil mikrofon, dan berbicara dengan
Minami-san yang di atas panggung.
“Berbagi informasi pembuat onar dengan seluruh sekolah
secara real time untuk mencegah terjadinya masalah—aku pikir itu ide yang
bagus, tapi aku pikir ada beberapa masalah operasional.”
"Apa itu?"
Minami-san dengan cepat menjawab. Tidak
apa-apa. Dia hanya perlu membaca naskah.
“Pertama, aku khawatir akan ada keterlambatan dalam melayani
pelanggan. Kita harus memeriksa apakah pengunjung itu adalah orang yang
bermasalah atau bukan sebelum kita melayani mereka, kan? Semakin banyak
tugas yang harus kita lakukan, semakin banyak pekerjaan yang harus kita lakukan
di tempat. Aku agak ragu untuk meminta toko sementara yang kurang
berpengalaman daripada toko asli untuk melakukan itu. ”
“Eh, erm—”
Minami-san membolak-balik naskah. Dia mencari jawaban
dari daftar pertanyaan yang kubuat. Di sebelahnya, Yume menyaksikan dengan
tatapan cemas.
“… Ah. Kami memiliki tindakan pencegahan untuk itu! ”
"Bagaimana?"
“Kami akan mengurangi jumlah kursinya sedikit. Dengan
begitu, kita bisa mengurangi beban staf.”
“Hmm. Itu masuk akal, tetapi jika ada serbuan
pengunjung yang tiba-tiba, akan ada antrean panjang. Bagaimana jika begitu?"
"Kita sengaja membuat antrean ini."
“… Sengaja?”
“Dengan membuat antrean, kita bisa mengecek siapa saja yang
perlu diawasi. Jika antrean melebihi jumlah tertentu, kami akan menetapkan
batas waktu duduk mereka dan mempercepat pergantian pengunjung.”
“Jadi, kalian akan membunuh dua burung dengan satu batu—atau
lebih tepatnya, tiga burung dengan satu batu. Mereka bilang antrean
membuat orang tertarik. Ada risiko memaksa pelanggan untuk menunggu, tapi
itu ide yang cukup cerdas. ……”
Para juri bergumam.
Tapi Wakil Ketua tidak menghentikan serangannya.
“Sekarang, izinkan aku memberitahukan kekhawatiranku yang
berikutnya. Ide ini tidak akan mencegah masalah pertama,
bukan? Karena ini adalah metode untuk menandai mereka yang telah menyebabkan
masalah dan mengawasi mereka dengan cermat, akan selalu ada satu orang yang
pertama kali mendapat masalah. Apakah benar untuk mengatakan bahwa ini
dapat diterima?”
Dia pergi sejauh itu? Yah, kurasa aku bisa membantu di
sini.
"…Tidak. Kami juga memiliki tindakan pencegahan
untuk itu.”
“Hm?”
“Dalam beberapa tahun terakhir, pengunjung umum diminta
untuk check-in dengan undangan mereka di resepsionis di pintu masuk dan
menulis nama mereka di daftar tamu. Di resepsionis itu, kami menandai
terlebih dahulu mereka yang sedikit angkuh atau agak sombong kepada
resepsionis.”
“Hmm. Kalian telah melakukan penelitian kalian dengan
baik. Memang, kami memiliki resepsionis setiap tahun yang akan memeriksa
undangan. Aku tidak berpikir itu tidak mungkin — tetapi dengan standar
itu, sejumlah besar orang akan terdaftar sebagai target yang harus
diwaspadai. Apakah kita benar-benar ingin siswa menghafal penampilan dan
karakteristik orang-orang ini? Ini akan menjadi merepotkan saat mengisi database,
bukan?”
"Tidak, tidak perlu menghafalnya atau mengisinya."
“Hm?”
“kita akan memotret semua orang. Itu akan menjadi
suvenir kunjungan mereka ke festival budaya kita.”
“…Hah?”
Mata Wakil Presiden menajam, dan sudut bibirnya sedikit
terangkat.
Dia tampak seolah-olah dia telah menemukan mangsanya.
Minami-san tidak menyadari hal itu dan terus membacakan
jawaban yang telah aku siapkan.
“Kita akan mengambil foto semua pengunjung di meja
resepsionis, dan mereka yang tampaknya bermasalah dalam perilakunya akan
diurutkan ke dalam database sesuai dengan gaya rambut dan fisik
mereka. Ini akan memungkinkan proses penyaringan yang cepat.”
"Aku mengerti, kita akan menipu pengunjung yang tidak
bersalah untuk membuat daftar hitam?"
"Itu bukan menipu."
"Kenapa bukan?"
“Sekolah melakukan dokumentasi selama festival budaya untuk
tujuan publikasi dan urusan manajemen tertentu. Masyarakat umum akan diberitahu
tentang hal itu. Kami percaya bahwa itu tidak hanya untuk digunakan di
koran dan situs web sekolah, tetapi juga sebagai cara untuk membuat orang sadar
akan keberadaan kamera dan untuk mencegah terjadinya masalah. Usulan kami
hanyalah pengembangan dari itu. ”
Selain Wakil Ketua dan Bendahara, para juri membelalakkan
mata atas jawaban itu.
Aku mendapat undangan dan daftar tamu tahun lalu melalui
Kawanami untuk mengkonfirmasinya. Foto adalah cara tercepat untuk
membagikan informasi penampilan seseorang. Tetapi mengambil gambar tanpa
izin akan menjadi masalah, jadi aku ingin memiliki alasan untuk berasumsi bahwa
kami memiliki izin.
Melihat situs web, ada banyak gambar orang dengan wajah asli
mereka, jadi aku tahu bahwa mereka harusnya memiliki izin dari suatu tempat,
tetapi itu hanya untuk publikasi. Itu tidak membenarkan alasan untuk
menggunakan foto untuk menjaga moral publik.
Kata ‘urusan manajemen tertentu’ dalam daftar tamu akan
memecahkan masalah itu—dan saat aku melihatnya, aku yakin bahwa gagasan itu
setidaknya logis.
"Hmm ... itu cara yang canggih untuk berdebat."
Tapi itu masuk akal.
Bahkan di bawah tatapan tajam Wakil Ketua, Minami-san
berdiri tegak. Dia pasti punya banyak nyali. Syukurlah bukan Yume
yang melakukan presentasi.
“Aku mengerti apa yang kalian maksud. Begitu,
kekurangannya sepertinya telah diatasi—tapi ini bukan sistem yang bisa dibangun
hanya oleh satu kelas. Ini lebih merupakan tugas manajemen — yah, aku
tidak tahu apakah sekolah akan memberikan lampu hijau, tetapi aku akan
menganggapnya sebagai ide untuk kami. ”
"Terima kasih banyak."
Cukup. Tidak masalah apakah sistem ini benar-benar akan
diadopsi atau tidak. Yang paling penting adalah memberi tahu mereka bahwa
kami telah berpikir sejauh ini untuk bersiap menghadapi masalah.
Sepertinya kita telah melewati rintangan…
Aku menghela nafas sedikit. Syukurlah aku berpikir
sejauh itu. Aku punya perasaan bahwa Wakil Ketua yang eksentrik akan memperhatikan
hal-hal yang biasanya tidak kami pikirkan ...
"Aku hanya punya satu pertanyaan terakhir—"
Saat itulah kuperhatikan bahwa Wakil Ketua belum melepaskan
mikrofon.
“—Siapa yang membuat rencana ini?”
"Oh itu-"
Minami-san mengalihkan pandangannya ke Yume. Untuk
menyebut namanya.
Benar sekali. Aku juga mengharapkan pertanyaan
itu. Itu sebabnya aku memberitahu Yume dan Minami-san sebelumnya.
Bagiku, sorotan cahaya itu hanya mengganggu.
Aku siap untuk berbaur dengan bayangan yang berada di bawah
cahaya besar yang mengenai Yume. Bayangan adalah pelipur laraku.
Tepat ketika Minami-san hendak menyebut nama Yume—
Tepat sebelum itu,
“Mizuto Irido!”
Yume berteriak, mencondongkan tubuh ke depan.
Aku tertegun dan menatap Yume di sebelahku. Yume malah
menyenggolku dari belakang.
“Dia—yang memikirkannya.”
Apa yang kau …… pikirkan, kau!
Lihat? Minami-san terkekeh seolah mengatakan
bahwa dia tahu ini akan terjadi. Tapi kenapa…? Kenapa? Dia
memiliki kesempatan untuk mengambil pencapaian itu—
Tidak ada waktu untuk menyangkal itu.
Mata Wakil Ketua beralih ke aku.
"Kamu yang memikirkannya?"
Kalau begitu…aku tidak punya pilihan selain menyerah.
“…Aku baru saja memikirkannya.”
"Aku punya kutipan favorit."
Aku mengangkat alisku pada kata-katanya yang tiba-tiba.
“Miyamoto Shigeru dari Nintendo, yang dikenal sebagai
pencipta 'Mario'—mengatakan 'Ide bagus adalah sesuatu yang tidak menyelesaikan
hanya satu masalah, tetapi dapat menyelesaikan banyak masalah
sekaligus.' Tidakkah menurutmu itu definisi yang cukup jelas?”
... Apa yang dia katakan?
Sambil mencoba menebak niatnya, Wakil Ketua melanjutkan.
“Idemu memecahkan tiga masalah sekaligus: keterampilan staf
yang buruk, cara menarik pelanggan, dan cara mencegah masalah. Itu perlu
diuji untuk melihat apakah itu berhasil — tetapi itu pasti sebuah
ide. Tahukah kamu……? Kata bahasa Inggris 'idea' dapat diturunkan
menjadi kata sifat 'ideal'.”
…Ideal…
"Terima kasih. Kamu telah menunjukkan kepada kami idemu.
”
Wakil Ketua bertepuk tangan.
Juri dan siswa lain yang sedang menunggu giliran mulai
bertepuk tangan juga.
Semuanya—bertepuk tangan ke arahku.
Yume dan Minami-san menggabungkan tangan mereka dengan
gembira. Ah iya. Presentasinya cukup berhasil. Itu wajar bagi
mereka untuk bahagia.
Tapi, tapi.
Itu tidak denganku.
Tidak peduli berapa banyak tepuk tangan yang aku dapatkan,
itu tidak membuatku bersemangat sama sekali.
Ideal, ideal—ideal, ya?
Aku tidak melihat itu, Wakil Ketua.
+×+×+×+
Yang berhak menjalankan kafe cosplay adalah kami, kelas 1-7,
dan kelas terakhir yang mempresentasikan maid cafe.
Rupanya, ada otaku maid yang menakutkan di kelas yang
mengoceh tentang tempat maid dalam sejarah budaya, dan bagaimana maid cafe
adalah kegiatan yang tepat untuk festival budaya.
"Apa!?" “Bagus!” "Kamu mengalahkan
kakak kelas!" "Wow!"
Teman sekelas kami menghujani kami dengan pujian ketika kami
kembali ke kelas dengan hasilnya.
Yume dan Minami-san dengan malu-malu menerima pujian itu dan
dengan senang hati mengumumkan hasilnya dengan semua orang. Entah
bagaimana, mereka tahu kalau aku telah dipuji oleh Wakil Ketua, "Kamu hebat!" "Itu
keren!" dan aku hanyut dalam arus pujian yang berlumpur.
Kami bersatu untuk tujuan yang sama, dan ketika kami berhasil,
kami bergembira bergandengan tangan dan memberi selamat kepada mereka yang
telah melakukannya dengan baik.
Aku bertanya-tanya apakah ini yang mereka sebut masa muda.
Jika demikian, maka—
Setelah serangan pujian berakhir, Yume mendekatiku tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
Dan kemudian, dia berkata.
Dia berseri-seri seolah-olah dia punya rahasia untuk diberitahukan.
“Kadang-kadang tidak terlalu buruk, kan?”
Pada saat itu, aku teringat sesuatu dari masa lalu.
Saat hubungan kami memburuk, kau mencoba untuk lebih dekat
denganku, dan aku selalu menanggapimu dengan sinis.
Begitu—
“… Mungkin. ”
Aku mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak disengaja.
Itu seberapa jauh aku telah tumbuh, kukira.
+×+×+×+
Aku akhirnya melarikan diri dari gedung sekolah dan
terhuyung-huyung menuju gerbang sekolah, hanya untuk melihat seorang gadis yang
bersandar di pilar. Dia berdiri tegak, dan memberiku lambaian kecil di
samping dadanya.
Itu adalah Isana Higashira.
Aku tidak ingat membuat janji dengannya…? Aku berjalan
ke arahnya, bertanya-tanya ada apa, dan dia menatap wajahku dengan seringai.
“Kerja bagus, Mizuto-kun.”
“…Bukankah aku sudah menyuruhmu pulang duluan?”
“Ya, tapi aku ingin menunggumu…fufuf, apa aku terdengar
seperti seorang pacar?”
“Kurasa itu tidak pantas untuk dikatakan oleh seseorang yang
saat ini sedang mencoba membantu hubunganku dengan wanita lain…”
Ketakutan Kawanami mungkin tidak sejauh yang terlihat.
Yah, dia bebas bersenang-senang dengan situasi ini.
Aku mulai berjalan, dan Isana mengikutiku. Jarak antara
kami cukup dekat seperti sepasang kekasih, tapi itu normal bagi kami. Kami
berjalan di sepanjang jalan yang menuju sekolah dengan kecepatan kami yang
biasa.
Biasanya, kami akan berbicara tentang buku terbaru, tapi,
“Mizuto-kun, kudengar kamu sangat sukses dalam
presentasimu?”
Isana mulai membicarakan sesuatu yang berbeda dari biasanya.
Seketika, aku merasa sedikit kecewa.
Kupikir Isana tidak tertarik dengan festival budaya….yah,
tidak mungkin aku bisa melarikan diri dari ini ketika seluruh sekolah sedang
dalam suasana seperti itu, ya…?
"Siapa yang memberitahumu itu?"
“Aku tahu dari Yume-san! Dia bilang kau mencoba
menyembunyikan pencapaianmu dan menjadi orang di balik layar?”
"…Yah begitulah. Tapi aku gagal.”
Kataku, mencela diri sendiri.
Padahal aku sudah melakukannya berkali-kali
sebelumnya. Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi antar manusia begitu
rumit sehingga ketika orang membicarakan hal-hal seperti ini, respons alaminya
adalah, 'bukan itu'. Ini seperti robot.
-Tapi.
“Pfft!”
Isana Higashira tertawa terbahak-bahak.
Seperti biasa. Sepertinya dia sedang dalam mood yang
bagus.
“Kau mencoba menyembunyikan kemampuanmu, tetapi kau membuat
kesalahan wkwkwk. Kau gagal menjadi protagonis LN wkwkwk. Itu sangat konyol wkwkwkwk.”
“…… Hei. Jangan terlalu berlebihan. Kau akan
terkena karma. ”
“Kau satu-satunya yang perlu disucikan—unyyaaah!? Pelipisku! Tolong
jangan mengorek pelipisku! Itu kuno! Itu cara kuno untuk
menghukumku!”
Ahh—aku benar-benar buruk, huh?
Aku merasa jauh lebih nyaman katika dia menertawakanku
daripada dipuji oleh teman sekelasku.
Mau bagaimana lagi—aku adalah anak muda yang terbuang.
Translator: Janaka