Alasan mengapa Oshio Souta tetap bekerja meskipun ia bersekolah di sekolah yang melarang pekerjaan paruh waktu karena tempat ini, "Cafe Tutuji" adalah milik ayahnya.
Tapi baginya, itu hanyalah misteri.
"Hmmm, lebih dekat? Mungkin ini lebih baik jika lebih dekat…? Sedekat ini… Ini mendesis…"
Di kursi teras yang menghadap ke taman bunga kami, yang merupakan kebanggaan toko kami, ada sesosok gadis SMA memegang smartphone sambil menggumamkan sesuatu di depan pancake yang baru saja dibuat.
Gadis itu, dia terlihat tidak asing.
"Kamu Sato-san, kan?"
Sato Koharu, seorang gadis dari kelas yang sama denganku. Dia memiliki nama lain, yaitu "dewa garam Sato-san".
Dia memiliki rambut cokelat gaya pony tail kuda ke dalam, ditambah dengan hidung mancung dan mata bulat besar.
Dia berada di antara daftar gadis cantik. Dia juga seseorang yang mengumpulkan banyak perhatian dari orang lain.
Ditambah dengan nama yang terdengar lucu seperti Koharu, banyak juga yang mencoba mendekatinya.
Meski begitu, poin utamanya adalah karakternya.
—- Pertama-tama, kita bahkan tidak sedekat itu.
Itulah kalimat legendaris yang diucapkan Sato Koharu saat diajak kencan oleh seorang pria tampan.
Itu terjadi setelah beberapa detik setelah pria tampan itu bersuara, sambil mengatakan itu, dia tidak membuat gerakan apapun di wajahnya.
Apakah dia seorang profesional dalam menghancurkan hati orang?
Tentu saja belum semuanya.
Terlepas dari usia dan jenis kelamin, Sato-san adalah dewa garam.
"TIDAK." "Ini merepotkan." "Jadi apa?"
Jadi, kata-kata dingin seperti itu terlontar seperti senapan dari wajahnya yang tanpa ekspresi.
Mungkin alasan dia mencoba menjauhkan semua orang adalah karena penampilannya yang terlalu cantik.
Mengakui prestasinya dalam menembak jatuh orang yang mencoba mendekatinya, adalah julukannya "Dewa Garam Sato-san".
Baiklah, mari kita kesampingkan itu dulu.
"Sato-san, apa yang kamu lakukan di sini sendirian?"
Aku mengamatinya sambil menjaga jarak tertentu.
Sato-san meletakkan smartphone-nya di atas pancake sambil berkata, tidak seperti ini, juga tidak seperti ini, dan dia terus melakukannya.
Mempertimbangkan akal sehatnya, dia mungkin mencoba mengambil gambar pancake.
"...... Apakah ada yang mencoba mengambil gambar pancake dengan wajah yang tampak serius?"
Dia terlihat sangat terkonsentrasi, dia tidak menyadari bahwa akulah yang membawakannya pancake beberapa waktu yang lalu.
Nah, kita berbicara tentang Sato-san di sini, jadi ada kemungkinan besar dia bahkan tidak mengenali teman sekelasnya sendiri, jadi untuk menghindari perasaaku terluka jika dia bertanya siapa aku, aku akan berpura-pura tidak tahu bahwa aku kenal dia.
Meski begitu, aku tidak bisa berpura-pura tidak tahu tentang hal-hal yang mmembuaku penasaran.
Sudah biasa datang ke kafe seperti ini sendirian.
Belum lagi dia gadis SMA juga.
Lalu tiba-tiba, sambil membuat kerutan di wajah cantiknya, dia berkata,
"Di sudut mana saya bisa melihat paling banyak?"
… Aku mendengar beberapa kalimat yang menarik, meskipun itu tidak akan baik jika aku terus mendengarkan self-talk seseorang.
Jadi kupikir, itulah mengapa aku kembali ke belakang toko, lalu ini terjadi.
"Ada apa neng, apa yang kau lakukan?"
Sekali lagi, aku mengalihkan pandanganku ke arah area Sato-san.
Saat aku melihat ke sana, tiga mahasiswa laki-laki dari meja lain memanggil Sato-san.
Sato-san terlihat bingung setelah dipanggil begitu tiba-tiba, tapi setelah beberapa saat dia bisa menenangkan dirinya dan merespon dengan sikap cantiknya yang biasa,
"Mengapa kau memikirkan urusanku?"
Dia mengatakannya dengan suara dingin yang membekukan, bahkan aku mengucapkan "oohh" tanpa sadar.
Dewa garam Sato-san, tidak peduli siapa dia.
Yang mengatakan…
"Ha ha. Bukankah kau lucu? Jangan terlalu berhati-hati."
"Apakah kau mencoba mengambil gambar untuk Minstagram? Biarkan aku meminjam teleponmu, sebagai gantinya, dan saya akan mengambil gambarmu."
"Selain itu, mari berbagi alamat MINE ~"
Sejujurnya aku mengagumi mereka.
Ketiga mahasiswa itu, hanya dengan tertawa bodoh, mampu menahan mode Dewa Garam Sato-san.
Selain itu, mereka bahkan mencoba merebut smartphone Sato-san dengan paksa.
"Wa, Tunggu…!"
Yah, bahkan Sato-san tidak akan bisa menahan ini.
Karena itu, aku tidak sengaja melihat wajah tanpa ekspresi itu hancur.
… Tentu saja, sebagai pegawai toko ini, aku tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi.
Mengembalikan nampanku, aku berjalan cepat ke arah para mahasiswa, lalu berdiri di depan mereka.
"Tempat ini bukan tempat semacam itu."
Pada saat smartphone Sato-san hampir diambil, aku berkata begitu sambil menunjuk ke tanda yang bertuliskan "Dilarang menggoda gadis di sini" yang bisa ditemukan di pintu masuk.
"Sepertinya dia juga merasa terganggu olehnya, jadi mungkin kamu bisa berhenti melakukannya?"
Meski tidak sedingin cara Seto-san berbicara, aku mengatakannya dengan nada dingin.
Tiga mahasiswa laki-laki dan Sato-san menatapku dengan tatapan kosong.
Akan lebih baik jika mereka menyerah, tapi—-
"Ahahaha, jangan khawatir boi, kami hanya berbicara."
"Itu benar itu benar, kembalilah bekerja, bukankah kau dibayar?"
...... Berdasarkan wajah sombong yang tampak bodoh itu, mereka sepertinya tidak berniat untuk berhenti dalam waktu dekat.
Nah, aku punya ide ini.
Sambil menghadap ke dapur, aku meninggikan suaraku.
"Ayah! Sepertinya pancakemu sukses! "
"Ha?"
Menghadapi situasi baru, ketiga mahasiswa itu mengeluarkan suara yang terdengar bodoh.
Padahal, wajah yang tampak bodoh itu berubah dalam sekejap.
Karena pada saat itu, dari belakang dapur, datanglah seorang pria yang sangat berotot sehingga kau bisa melihatnya seperti monster. Sambil membuat suara berderak dengan tinjunya, dia menuju ke area ini.
Nah dalam hal ini, bukan ketakutan karena nalar, tapi ketakutan karena naluri.
"Hieeh!"
"SIAL SIAL SIAL SIAL"
"KITA AKAN DIBUNUH!"
Sejak saat itu, semuanya berjalan dengan cepat.
Karena pihak lain adalah mahasiswa, mereka meremehkanku, tetapi begitu aayaku keluar, seperti melarikan diri dari gua beruang, mereka langsung menghilang.
Pria monster otot yang datang terlambat, sambil menegangkan wajahnya, mengangkat suaranya yang keras.
"—- Sial mereka lolos lagi! Kupikir aku akhirnya bisa mendapatkan kesan mereka hari ini!"
Dia adalah Oshio Seizaemon.
Dia adalah master dari "Cafe Tutuji" ini dan juga ayahku.
Dia selalu berpenampilan “senggol bacok”, dan dia selalu ada di dapur, tapi ternyata mimpinya adalah menerima kesan “itu bagus” langsung dari pelanggannya.
Ternyata, sejak dia membuka tempat ini tujuh tahun lalu, mimpinya belum juga terwujud.
Bagaimanapun, dengan ini kasusnya sudah selesai.
"Apakah kamu baik-baik saja Sato-san?"
Aku lupa bahwa aku berpura-pura tidak tahu bahwa aku mengenalnya, jadi aku salah memanggilnya dengan namanya.
Ketika aku memanggilnya dengan namanya, dia menatap wajahku, heran.
"Oshio-kun….?"
Oh, dia ingat aku… ..
Aku merasakan kelegaan di hatiku.
Dari mata Sato-san, setetes air mata mulai jatuh.
Saat berikutnya, secara mengejutkan, Sato-san memelukku.
"Uh, Uuuuuuhh .. Aku sangat takut….!"
Apakah ini benar-benar dewa garam Sato-san?
Untuk sesaat, Sato-san terus menangis seperti anak kecil dalam posisi itu.